Tumbuhan hijau terlihat sedikit kelabu hari ini. Pagi menjelang siang namun matahari masih juga malu-malu. Awan kelabu bercampur semburat putih memenuhi langit hari ini. Memberikan pantulan lukisan serupa di atas permukaan danau tenang. Disaksikan dua insan yang tengah bercengkrama di joglo samping danau.
Hari ini adalah hari yang ditentukan untuk pertemuan mereka, Raja dan Yi Wen . Menikmati teh mereka. Sambil mengobrol ringan.
Aku mengawasi mereka dari dapur terdekat di sisi lain danau. Beberapa koki dan pelayan khusus raja tengah sibuk menyiapkan hidangan ringan yang cantik untuk Raja sesuai dengan instruksiku.
Semua berjalan lancar. Raja bahkan mengintip kearah dapur untuk memberikan tanda bahwa dia merasa senang atas jamuannya. Lalu hujan akhirnya turun, membuat suasana di tepi danau semakin dingin.
Ratu berinisiatif meminta pelayan membawakan camilan dan minuman jahe hangat untuk mereka. Sang pelayan telah sigap. Menyiapkan apa yang diperintahkan tanpa menunggu waktu lama. Seluruh dapur tercium aroma jahe dan kue cubit yang baru keluar dari dalam kukusan.
Melihat tampilan dari dua makanan itu, aku merasa sangat puas. Akan tetapi, walau semua berjalan dengan sangat baik, nampaknya tubuhku tidak baik-baik saja.
Tiba-tiba aku merasa sesak dan terbatuk berkali-kali. Cuaca ini tidak mendukung tubuh yang ringkih.
Aku meminta secangkir minuman jahe hangat untukku sendiri. Lalu mendudukan diri di atas kursi di pojok ruangan. Tsu Yi yang sedari tadi sibuk, akhirnya melepaskan pekerjaannya untuk menuju arahku untuk mengecek keadaan.
Melihat aku telah dapat menguasai batukku, ia memintaku untuk kembali ke kamar. Namun aku tidak bersedia, karena ini masih belum selesai. Akirnya ia meyerah setelah mencoba beberapa kali, lalu memutuskan untuk meneruskan pekerjaannya setelah merasa aku telah baik-baik saja.
Aku melihat ke arah jendela, pada dua sejoli yang tengah bercengkrama riang.
Raja mulai mengambil alat musik kesayangannya. Aku memberikan ide paadanya untuk memainkan lagu romantis untuknya.
Lalu dengan gerakan lembut, ia mulai menarik satu-persatu tutus yang ada di alat tersebut. Baru pertama kali ini aku mendengar melodi seindah ini, dipersembahkan langsung oleh Raja untuk pujaan hatinya.
Alunan lembut musik yang diiringi hujan. Samar namun masih dapat terdengar sayup-sayupnya. Ini sangat indah. Aku tidak tahu Raja memiliki bakat terpendam yang luar biasa. Yi Wen pun juga terlihat menikmatinya. Ini sempurna.
Lalu tiba-tiba aku teringat akan sesuatu.
Flash back
"Menikahlah denganku." An Yi Zie menyodorkan sebuah cincin sederhana tanpa kotak, hanya cincin dengan latar belakang tangannya yang kasar dan kapalan.
Kami seperti biasa, jalan-jalan ke pinggiran pantai paling dekat. Lalu menikmati empasan angin yang membelai wajah dan tubuh kami perlahan. Saat itulah, An Yi Zie tiba-tiba berlutut padaku dan menyatakan keinginannya untuk kesekian kali.
Kemudian untuk kesekiankalinya pula aku merasa risih.
"Sudah aku katakan padamu berkali-kali. Aku tidak mau berada dalam ikatan. Itu hanya omong kosong." Aku memalingkan wajah, pura-pura tidak melihat ekspresinya yang sedih dan cincin yang ia turunkan lagi.
"Itu adalah tanda bahwa aku benar-benar menginginkanmu," ujarnya membela diri. Ia memasukan lagi cincinya dalam saku belakang celana jinsnya yang compang-camping. Aku bahkan sempat berdoa agar saku celananya berlobang dan membuat cincinnya hilang.
"Ayahku tidak akan menyetujui pernikahan kita."
"Aku akan segera keluar dari perusahanmu, dan membangun perusahaanku sendiri," katanya.
Ia telah mengungkapkan rencana ini padaku sebelumnya. Namun aku masih ragu pada tekatnya.
"Pernikahan hanya selembar kertas yang membuat hidupmu rumit."
"Karena kau menganggapnya begitu," ujarnya, jengekel. Ia berdiri lalu berjalan menjauh dariku.
Aku yang tidak terima dia menyerah semudah itu, bertriak padanya yang berjalan semakin menjauh.
"Memangnya apa arti pernikahan bagimu."
Ia tidak menjawab. Hanya meneruskan langkahnya untuk semakin menambah jarak kami. Aku yang merasa bersalah, berlari menyusulnya. Menghadang tepat di depannya, lalu memeluknya, meminta agar ia tidak pergi lebih jauh lagi.
"Sumpah," jawabnya kemudian, diantara pelukan yang kami lakukan.
"Sumpah setia?" tanyaku.
"Sumpah pada seluruh jagat raya bahwa kau dan aku saling memiliki."
Ia duduk di atas pasir putih yang halus, memandang ke arah pantai yang luas dan pemandangan matahari terbenam yang kian meng-orange.
Aku mengikutinya. Menggunakan sandalku untuk mengalasi pantat agar tidak langsung bersentuhan dengan pasir. Pemandangan indah yang tak akan pernah aku lupakan selamanya.
"Kita bisa bersumpah sekarang kalau kau mau. Tanpa perlu perantara," ujarku, mencoba bernegosiasi.
Tercipta sebuah keheningan sejenak. Aku menatapnya. Wajahnya dipenuhi pantulan cahaya orange matahari. Ia menatapku yang tengah menatapnya. Lalu menyatakannya dengan kesungguhan.
"Sejujurnya Aku telah melakukannya sejak kita pertama kali memulai hubungan ini. Tapi itu tidak cukup. Sekarang aku ingin seluruh dunia tahu sumpah setiaku untukmu," jawabnya.
Akhir Flash back.
Melihat laki-laki itu melakukan segalnya untuk memikat wanita lain. Bertentangan dengan besar cintanya padaku dulu. Sungguh tidak masuk akal, atau mungkin sedikit menyakitkan. Hanya sedikit, namun tetap saja rasa sakit.
Namun di sisi lain, ada juga perasaan senang. Di kehidupan ini Raja menemukan Wanita baik yang mau menerimanya apa adanya. Bukan lagi aku. Wanita culas yang hanya ingin memanfaatkanya demi kepentingan sendiri. Juga memperbudaknya sebagai alat untuk meraih kesuksesan.
"Bagaimana?"
Tanyaku. Saat kami telah bersama lagi. Aku dan dia kini ada di istana milikku. Mendiskusikan apa yang sudah kami lakukan tadi, dan merencanakan pertemuan yang selanjutnya.
"Dia bersedia aku ajak lagi untuk kencaan selanjutnya," katanya antusias.
"Tentu saja karena Yang Mulia punya guru yang tepat," jawabku.
"Kau sama sekali tidak punya kerendahan diri."
"Apa Yang Mulia?" aku pura-pura tuli.
"Tidak, kau ... luar biasa. Lalu apa yang selanjutnya?" ia mengalihkan topik.
"Bisakah kita tidak melulu selalu berada di dalam istana? Itu menjemukan." Aku menuang teh untuk kami berdua, dan syukurlah kali ini ia mau meminumnya.
Sejujurnya akulah yang sedang bosan. Sudah sejak dua bulan yang lalu aku di era ini, namun yang aku tahu hanya lingkup istana yang itu-itu saja. Aku ingin merasakan dunia.
"Kita perlu mencari tempat-tempat indah lain, di dalam dan luar istana."
Dengan mata berbinar, raja pun berkata.
"Kalau begitu aku akan mencarinya—"
"Tidak, aku tidak yakin Yang Mulia akan mendapatkan tempat yang sesuai. Aku akan berangkat sendiri."
"Tidak mungkin kau berangkat sendiri. Kau tidak boleh keluar dari istana." Ia menyatakan jawaban yang aku inginkan.
"Kalau begitu Anda bisa mengantarkan saya." Itu ide terbaik.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Mati di Episode Satu (TAMAT)
Romance"Yang Mulia Ratu! Saat ini Raja sudah punya selir kesayangan!" SIAL. Aku harus cepat-cepat turun dari posisi Ratu. Tahta ini akan membunuhku. Aku tidak mau mati konyol di episede satu. Saatnya untuk menjadi comblang cinta antara Raja dan Selir kesay...