12. Lampion

138 17 2
                                    

Keesokan harinya.

Sejak sore tadi Raja telah bergegas menemui kekasihnya. Itu bahkan satu dupa sebelum waktu perjanjian yang mereka tentukan. Oh cinta ... serasa dunia milik berdua. 

Aku yang sedang tidak melakukan apa pun, memutuskan untuk naik ke Menara paling tinggi di kerajaan setelah petang. Ingin menikamti lampion-lapion yang mulai diterbangkan ke atas langit malam berbintang.

"Uhuk, uhuk, uhuk."

"Yang Mulia harusnya tidak kemari. Di sini sangat dingin. Ayo kita turun." Tsu Yi yang sedari tadi menemaniku mulai cerewet.

"Aku belum pernah melihat pemandangan seindah ini di jaman ini. Aku ingin menikmatinya sebelum pergi."

Flash back

"Mau ke mana kita?" tanyaku sinis.

Seperti biasa, ia tengah memboncengku dengan motor kesayangnya. Namun kali ini ia mebawaku menuju tempat yang sama sekali belum pernah kami kunjungi.

"Sudah, diamlah. Apa kau tidak tahu arti kata surprize," jawabnya singkat. Tidak ingin menaggapi nadaku yang ketus.

"Aku ada rapat besok pagi. Mentang-mentang kau pengangguran, seenaknya membawaku sejauh ini ke tengah hutan."

Itu benar sekali. Ia telah dipecat dari perusahaan Ayahku karena kami ketahuan pacaran, sedang aku telah mendapat promosi untuk jabatan yang lebih tinggi. Desain-desain masterpeace miliknya telah ada di tanganku, dan hak patennya telah jatuh di tanganku. Kesimpulannya, aku sudah tidak butuh pria ini lagi.

Harusnya aku mampu mencampakannya dengan kejam setelah mendapat semua keinginanku. Namun tidak semudah itu. Entah kenapa, aku merasa tidak tega.

Aku turun dari motornya ketika kami telah mencapai pinggiran gunung dengan pembatas di pinggir jalan sepi. Kami dapat mengawasi kota yang seperti bertabur bintang terang yang saling berdesakan satu sama lain. Lalu tiba-tiba ia menghitung mundur.

"Tiga ... dua ... satu."

DUAR DUAR DUARR

Satu persatu kembang api meluncur dari tengah kota. Menghiasi hitamnya langit malam. Menebar cahaya indah yang warna-warni. Malam ini adalah kesekian kali kami menikmati malam tahun baru bersama. Aku dapat melihat dengan jelas kebahagian di wajahnya, tapi juga diiringi kesedihan yang tersembunyi.

"Indah bukan?" tanyanya.

Aku tak snggup menjawab apa-apa. Karena apa yang aku lihat sekarang ini, adalah kembang api terindah yang pernah aku lihat sepanjang hidup.

"Kebahagiaan itu sesimple ini. Tapi ketika kita menargetkan dan menuntut hidup kita terlalu tinggi, kau tidak akan merasakan kebahagian dari hidup itu sendiri."

Apa dia akan tetap mengatakan hal yang sama, saat tahu bahwa aku sendiri yang memberitahu Ayahku bahwa laki-laki ini tergila-gila padaku, dan meminta Ayah untuk segera memecatnya.

"Boleh mengejar kesuksesan, cita-cita, dan ambisi. Namun jangan lupa untuk bahagia di tengah prosesnya. Kebahagian itu tidak mahal. Hanya sekedar kau bersamaku, menikmati pemandangan indah malam ini. Diserahkan harta dari seluruh dunia, tidak akan mampu membelinya," kata-katanya, menghujam hatiku.

Malam tahun baru itu. Aku menyesali nasibku, yang tidak dapat berhenti mencintainya, seperti rencana.

****

Kembali ke masa kini.

Langit malam masih dipenuhi lampion yang terbang kian tinggi. Setinggi harapan yang mereka tulis pada badan lampion.

Mati di Episode Satu (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang