"Eh! Blizzard, lu mau kemana sih? Masa gue ditinggalin?!" protes Ice. Dia baru saja mengambil sekotak susu dari kulkas, tapi Blizzard sudah berjalan ke mobilnya. Padahal ini masih jam 6 lewat 15.

"Gue ada janji sama Nova. Dia ada kuliah pagi, jadi gue harus cepat. Lu sama cowok lu aja ya! Apa gue harus pesen taksi?"

Ice mengendus kesal. Gini ya kalo punya abang yang lagi kasmaran sama cewek. Adiknya dinomorduakan. "Yaudah, pesanin tak-"

Tiintiin

Sebelum Ice sempat menyelesaikan kalimatnya, suara klakson motor terdengar dari depan rumah. Gadis itu menghela nafas panjang.

"Tuh cowok lu jemput. Asyik, gue udah enggak perlu lagi jadi supir lu. Daaah!" kata Blizzard sambil berlalu. Ice menatapnya tak terima.

"EH! BLIZZARD! JANGAN TINGGALIN GUE! GUE MAU IKUT SAMA LU AJAA!!" 

Blizzard meringis sambil menutup telinganya. "Apaan? Kagak ah, entar gue telat! Bye!" katanya sebelum menghilang di balik pintu.

Kalau Ice bisa, Ice udah nangis-nangis sambil garuk-garuk aspal deh kayaknya. Tega banget sih Blizzard ninggalin Ice sama mahluk beginian ....

"BLIZZARDDD!!" teriak Ice sambil menatap mobil abangnya yang mulai menjauh.

"Ekhem...."

Ice berdecak, mendelik sinis, lalu berbalik menatap Blaze yang seperti biasa terlihat urakan, tapi entah kenapa penampilannya untuk hari ini agak-agak-agak mempesona. Kalau kata Solar, charming gitu deh.

"Ngapain lagi lu di sini?!" sapa Ice ketus.

"Kan gue pacar lu. Lu lupa?" balas Blaze dengan senyum dikulum. Kalau Ice adalah Solar saat ini, pasti Ice sudah lupa diri. Namun, sayangnya, ini Ice. Bukan Solar, dan bukan juga Runa.

"Ya emangnya kenapa kalau lu pacar gue?" ucap Ice. "Itu masih enggak menjelaskan kenapa lu harus ada di sini sekarang."

Blaze naik ke motornya lalu memakai helm, dan menyodorkan helm lainnya kepada Ice, bahkan tanpa berbicara apa pun.

Ice mengernyitkan dahinya. "Heh, lu bisu? Apa sakit gigi? Jawab gue!"

"Gue kan mau jemput pacar gue yang paling cantik," gombalnya.

Siapkan kantong muntah dalam tiga ... dua … saaa ….

"Ew. Omongan lu tuh ya, geli banget! Mending lu diam kalau enggak mau gue tendang." Ice berujar dengan galak. Sumpah demi apapun, omongan Blaze emang geli. Bikin enek dengernya.

Ice enggak tau aja, ini siasat Blaze. Blaze juga bisa tebak kali, kalau Ice tipe cewek yang enggak suka digombalin.

Makanya Blaze sok manis-manis, padahal mah dia juga geli ngomongnya. Like, hello, ini Blaze. Blaze yang enggak perlu ngomong apa-apa juga cewek-cewek pasti histeris. Tapi Ice? Boro-boro histeris. Ngeliatnya aja bawaannya mau nampol.

Dari awal, Blaze tuh sebenarnya penasaran sama Ice. Apa sih yang sebenarnya bikin Ice enggak suka sama Blaze? Apa sih yang enggak ada di Blaze menurut Ice?

Jawabannya, otak. Bagi Ice, Blaze itu satu dari sekian orang yang enggak punya otak. Enggak mikir bahwa apa yang dia lakukan selama ini buang-buang uang orang tua. Enggak mikir bahwa perbuatannya bodoh, dan apa yang dia perbuat itu mungkin aja nyakitin orang-orang.

"Cepat naik, kek! Entar kesiangan loh," ujar Blaze.

Ice hanya menatapnya. "Kata siapa gue mau berangkat sama lu?"

"Terus lu mau naik apa? Ini udah setengah tujuh," balas Blaze.

"Ya naik apa aja, asal enggak sama lu." Ice berusaha berjalan menjauh. Namun Blaze mencekal tangan Ice, membuatnya diam tak berkutik.

BAD ROMANCE [Blaze x Ice]Where stories live. Discover now