Chapter 1

34 4 1
                                    

Fajar terbit dengan perlahan, menggantikan kegelapan malam dengan sinar yang merambat di sepanjang langit gelap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fajar terbit dengan perlahan, menggantikan kegelapan malam dengan sinar yang merambat di sepanjang langit gelap. Di sebuah kota kecil yang terletak di atas bukit, cahaya pertama itu membelai jendela kamar Aghniya Maulida. Gadis berusia 16 tahun ini sudah bangun lebih awal, bahkan sebelum waktu subuh, dia penuh semangat untuk memulai harinya yang baru.

Rumah Aghniya adalah rumah yang sederhana dengan atap merah dan kebun kecil di depannya. Kebun itu penuh dengan bunga-bunga yang mekar dengan indahnya, menciptakan suasana yang nyaman dan menyejukkan. Di sudut kebun, ada sebuah pohon tua besar yang menjadi tempat kesukaan Aghinya. Di bawah pohon itu, ia sering menghabiskan waktu membaca buku-buku dan menulis dalam buku catatan kecilnya. Pada pohon itu pula, Aghniya sering menemukan inspirasi untuk mimpinya.

Aghniya adalah sosok remaja yang penuh dengan tekad dan semangat. Ia memiliki mata coklat yang selalu berkilauan ketika ia berbicara tentang impian besar yang selalu ia dambakan. Pagi itu, ia duduk di meja kecilnya di sudut kamar yang dipenuhi oleh buku-buku. Ia membuka buku catatan dan mulai menulis dengan pena tinta hitam yang telah menemaninya sejak dulu.

Saat jari-jari Aghiniya menyentuh halaman putih buku catatannya, ia merasakan getaran kecil dalam hatinya. Ini adalah saat yang ia tunggu-tunggu, saat untuk mengejar impiannya. Aghniya bermimpi untuk menjadi seorang penulis, dan ia tahu bahwa setiap kata yang ia tulis adalah langkah kecil menuju impian itu.

Saat ia menutup buku catatannya, kumandang adzan subuh terdengar dari kejauhan. Aghniya bergegas ke kamar mandi untuk mencari kesegaran bagi tubuhnya sekaligus mengambil wudhu guna menunaikan shalat Subuh. Shalat adalah bagian penting dari rutinitas hariannya yang selalu mengisi hatinya dengan ketenangan. Setelah selesai, ia kembali ke kamar dan memakai seragam sekolahnya yang rapi.

Setelah shalat, Aghniya turun ke dapur, di mana ibunya sudah sibuk memasak. Ibu Aghniya adalah seorang wanita yang ramah dengan senyuman yang selalu menenangkan. Hari ini, ia memasak sarapan khusus untuk Aghniya.

"Selamat pagi, Nak," kata ibunya sambil menyiapkan sepiring nasi goreng yang wangi. "Hari ini kamu akan menghadapi tantangan baru, Sayang. Sarapan dengan baik agar energimu selalu terjaga."

"Iya, Bu!" Aghniya tersenyum dan duduk di meja makan, penuh dengan perasaan campuran antara rasa lapar dan gugup.

Ayah Aghniya, seorang pria bijaksana dengan kacamata telah pulang dari masjid, ia bergabung dengan istri dan anaknya di meja makan. Ia memandang putri semata wayangnya dengan bangga.

Ayah Aghniya berkata dengan suara hangat, "Aghni, hari ini kamu pertama masuk ke sekolah kan? Jangan lupa bawa semangatmu yang penuh dan jadilah dirimu sendiri."

Ibu Aghniya menambahkan, "Jika ada masalah atau sesuatu yang buat kamu bingung, jangan ragu tanya atau bicara ke temen atau guru kamu nanti."

Aghniya membalas nasihat kedua orang tuanya dengan senyum manis dan anggukan lembut. Dia gadis yang tidak banyak bicara, sedikit pemalu, bahkan di depan orang tuanya.

AQLAMWhere stories live. Discover now