Pertemuan

6 0 0
                                    

"Lyn, ada telepon dari kakekmu!" Teriak Dinda dari balik pintu.

Evelyn yang sedang merapikan kemejanya segera berlari dan menjawab telepon itu.

"Hallo, Kek!"

"Kau harus pulang sekarang juga! Kakek tidak mau tahu. Ini penting!"

"Ta--tapi kek--"

"Akan ada orang yang menjemputmu."

"Kakek--"

Tut--tuut!

Evelyn melempar ponselnya ke ranjang.

Dinda menatap sahabatnya keheranan.

Evelyn memasukkan bajunya kedalam ransel dengan kasar. Wajahnya memerah menahan marah. Kakeknya sudah berjanji bahwa Evelyn akan pulang kerumah jika libur semester 2. Tapi sehari sebelum ujian semester dia harus pulang.

"Ada apa Lyn? Bukankah kakekmu jarang menelponmu?" Dinda menyeruput cangkir tehnya.

"Aku belum sempat bertanya dia sudah mematikan teleponnya. Padahal aku sudah mengirim pesan padanya jika ujian semester dimulai besok." Evelyn memakai sepatu flatnya lalu membuka pintu depan.

"Kita akan bertemu dikelas. Kalau jam pertama aku belum muncul, hubungi Jeki, ok? Aku ak--" tenggorokannya tercekat. Matanya terbelalak melihat sosok dihadapannya. Tubuhnya seketika kaku. Tasnya meluncur dari pundaknya dan jatuh ke lantai.

"Evelyn, ada ap?" Dinda mendekati sahabatnya yang membeku. Dinda melihat laki-laki dengan tatapan membunuh berdiri didepan mereka berdua. Tubuhnya tinggi dengan jas hitam dan wangi yang aneh sekali.

Laki-laki itu juga kaget tapi dia bisa menyembunyikannya. "Selamat sore nona! Saya Frans asisten Tuan James yang ditugaskan untuk menjemput anda."

==========================

Evelyn menyeka keringat diwajahnya. Dia meremas perutnya, rasa nyeri yang tak kunjung hilang. Dia mengingat-ingat apa yang dia makan pagi tadi. Hanya nasi dengan telur goreng. Apakah makanan itu yang menyebabkannya sakit perut.

Dia masih memegangi perutnya sambil sesekali merubah posisi. Dia mencoba berjalan perlahan menuju ruang guru. Berharap masih ada guru yang piket hari itu. Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

Dia melewati beberapa kakak kelasnya yang akan bermain basket. Saat sudah beberapa langkah, tiba-tiba mereka tertawa terbahak-bahak.

"Hei, apakah kau keguguran? Kasihan sekali." Teriakannya diikuti tawa terbahak-bahak memenuhi koridor sekolah.

Deg!

Jantung Evelyn rasanya ingin melompat keluar. Apa salah dia sehingga anak laki-laki yang berjumlah 5 orang itu menertawakannya.

Dia meraba celana bagian belakangnya. Basah. Mata Evelyn melotot. Darah. Tubuhnya tiba-tiba lemas dan tidak sadarkan diri.

=========================

Evelyn mundur selangkah. Ingin rasanya dia menabrak orang yang pernah mempermalukannya hingga dia harus keluar dari sekolah. Tiga hari dia dibu-lly dan dia tidak sanggup. Akhirnya memilih pindah sekolah.

Frans kakak kelas yang sangat ke-jam. Setiap pulang sekolah dia selalu menangis karena ejekan-ejekan yang diterimanya.

Dia tidak mengatakan hal yang sebenarnya pada kakeknya. Karena keluarga Frans dan keluarganya sama-sama orang yang berpengaruh di kotanya. Dia memilih pindah ke kota lain bersama pamannya.

Dan sekarang, orang itu berdiri dihadapannya. Orang yang menghacurkan harga dirinya. Mempermalukan Evelyn yang masih lugu karena dia tidak paham apa itu menstruasi.

Nafasnya memburu. Kepalanya tiba-tiba sangat berat. Badannya masih kaku tidak bisa digerakkan. Dinda sangat khawatir melihat sahabatnya itu.

Tiba-tiba ponsel Frans berdering.

"Hallo, Tuan! Ya, saya sedang bersama nona. Saya akan membawanya pulang. Ada hal yang ingin anda menyetujuinya Tuan." Frans mengerlingkan matanya.

Dengan tangan besarnya Frans menyambar tubuh Evelyn dan menggendongnya. Evelyn pasrah dengan apa yang terjadi.  Karena melawan juga dia tidak mampu. Beberapa orang dengan pakaian serba hitam membawa tas Evelyn.

Dinda mematung melihat sahabatnya tiba-tiba sudah tidak ada dihadapannya lagi. Saat sudah tersadar, dengan panik dia mengambil ponselnya dan menghubungi Jeki.

Kakek, Mengapa suamiku berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang