7

0 0 0
                                    

Evelyn mengerjakan ujian di ruang dosen. Dia absen sampai 5 hari. Beruntungnya dosen masih mentolerir dirinya. Jika tidak dia harus mengikuti ujian tahun depan. Dan itu artinya dia akan lulus lebih lama.

Evelyn mendengarkan berita di televisi dari ruangan sebelah. Diberitakan jika mansion keluarga Beverley di b-om oleh orang-orang yang sakit hati karena telah di keluarkan secara tidak terhormat dari perusahaannya. Dan anggota keluarga Bavelery melarikan diri. Polisi masih menyelidikinya lebih lanjut.

Evelyn segera menyelesaikan ujiannya dan keluar dari ruangan itu. Dia tidak mau mengingat-ingat lagi kejadian yang membuat Frans terluka. Kejadian yang paling mengerikan seumur hidupnya.

Frans membukakan pintu mobil untuknya. Sepertinya lukanya sudah sembuh. Mereka tidak bertemu beberapa hari karena Frans harus istirahat untuk memulihkan lukanya.
Dan Evelyn hanya tidur dikamar karena kakeknya sangat khawatir.

Evelyn memilih berjalan menjauh meninggalkan Frans. Mengabaikan Frans yang menunggu di mobil. Entah kenapa rasanya dia masih malas berdekatan dengan Frans lagi. Walaupun dirumah Dylan dia sangat mencemaskan asisten pribadinya itu.

Dinda dan Jeki melambaikan tangan kearahnya. Evelyn berlari kecil menghampiri kedua sahabatnya itu. Frans menutup pintu mobil lalu memilih berjalan di belakang mereka bertiga.

"Bagaimana kabarmu Evelyn."

"Baik. Apakah kau akan mentraktirku Jeki? Aku sangat lapar."

Jeki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana dia akan mentraktir sahabatnya itu sedangkan dia sendiri tidak memiliki cukup u-ang. Dia melirik Frans yang berjalan dibelakang.

Frans memberi kode dengan menempelkan jari telunjuk di bibirnya. Jeki mengangguk.

"Bagaimana dengan restoran langganan kita?"

"Yey, aku setuju!" Dinda bersorak kegirangan.

Evelyn tertawa lepas melihat sahabatnya itu menari-nari di depannya. Frans mengamati Evelyn, seperti tersihir matanya tidak lepas dari gadis dengan rambut coklat panjang yang dikuncir kuda itu.

Evelyn memanyunkan bibirnya. Frans duduk dihadapannya setelah mereka sampai di restoran keluarga yang menjadi langganan mereka. Dinda menatap Evelyn khawatir. Tapi Jeki masih asik membuka-buka buku menu.

"Kenapa kau mengikutiku? Aku hanya ingin makan. Aku tidak akan kabur kemanapun."

"Karena menjaga dirimu tetap aman adalah pekerjaanku. Jadi aku akan selalu berada di sisimu." Frans menatap Evelyn intens.

"Kau bisa mengawasi ku dari kejauhan."

"Lalu siapa yang akan membayar makanan yang kalian pesan?" Frans mengerlingkan matanya nakal merasa dirinya menang.

Evelyn baru tersadar jika dia sama sekali tidak membawa u-ang dan ATM. Ponselnya saja entah dimana. "Jeki bolehkah aku meminjam u-angmu dulu? Akan ku transfer setelah tiba dirumah."

Oh, Evelyn benci mengatakan itu. Dia harus satu mobil dengan Frans lagi karena kakeknya belum mengijinkannya untuk kembali ke asrama.

"Aku kira kau yang akan membayarnya." Suapan Jeki terhenti. Dia langsung menyuapkan sesendok penuh spaghetti setelah semua makanan terhidang di depannya.

Evelyn berdiri lalu berjalan menuju pintu keluar. Nafsu makannya hilang begitu saja. Frans segera meletakkan kartu kredit berwarna hitam di meja. Jeki dan Dinda, keduanya membelalakkan mata melihat kartu kredit itu.

"Apakah kau masih marah padaku?" Frans menarik pergelangan tangan Evelyn.

Gadis itu menghela nafas. Menatap tajam mata Frans. Sangat malas berdebat dengannya. Dia mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Frans.

Frans menarik tubuh Evelyn. Tubuhnya menabrak dada bidang laki-laki itu. Mata mereka bertemu. Jujur Evelyn merasa tersiksa dengan kedekatan mereka saat ini.

Evelyn masih sangat amat membenci Frans. Tapi disisi lain Evelyn mulai merasa bergantung pada Frans. Laki-laki itu membuatnya aman.

Tin! Tin!

Suara klakson mobil mengagetkan keduanya. "Dasar anak muda. Bisakah kalian bermesraan di pinggir jalan?"

Frans segera menarik Evelyn kepinggir. Pipi Evelyn memerah. Malu sekali rasanya.

===========================

"Halo, Dinda bisakah kau kerumahku sekarang?" Evelyn menaruh ponselnya setelah menghubungi Dinda. Kakeknya menyerahkan ponsel itu setelah dia tiba di mansion.

15 menit kemudian Dinda tiba. Dia diantar masuk oleh asisten kakeknya. Evelyn meletakkan ayamnya. Dia sedang makan didapur. Dinda merasa heran dan aneh melihat Evelyn makan sangat banyak. Seperti orang yang belum makan sebulan. Saat di asrama dan kampus dia makan seperti gadis normal lainnya.

Evelyn melongok keluar dari pintu dapur. Menengok ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa Frans tidak ada. "Duduklah!"

Dinda duduk dan memberikan kartu kredit milik Frans kepada Evelyn. "Tolong, sampaikan terima kasih kami pada Tuan Frans! Aku hanya membayar makanan di restoran tadi."

"Memangnya ada apa? Aku baru selesai mandi saat asisten kakekmu sudah berada di depan pintu kamar. Mereka membuatku takut." Dinda setengah berbisik sambil memastikan jika tidak ada orang yang mendengarnya.

"Apakah kau ingat aku pernah bercerita padamu kenapa aku sampai pindah SMP?"

"Ya, kau dibu-lly kakak kelasmu."

"Kau ingin tahu siapa orangnya?"

"Ya,ya." Matanya berbinar. Dinda mendekatkan wajahnya penuh semangat.

"Frans."

Dinda merengut. "Bercandamu tidak lucu."

Evelyn kesal. Dinda malah menganggap perkataannya hanyalah candaan. "Aku serius, Dinda."

"Aku tidak percaya. Mana mungkin laki-laki yang ganteng dan baik hati seperti Frans melakukan hal yang mengerikan seperti itu."

Evelyn menghela nafas. Bahkan sahabatnya sejak duduk di bangku SMA kelas tiga itu tidak mempercayainya. Padahal tujuannya memanggil Dinda adalah untuk mencurahkan isi hatinya yang berubah-ubah karena Frans datang di kehidupannya lagi.


Kakek, Mengapa suamiku berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang