18

0 0 0
                                    

Evelyn memanyunkan bibirnya. Wajahnya memerah menahan marah. Nafasnya naik turun. Dia memegang sendok dan garpu sangat erat. Dia berkali-kali menatap tajam Frans bersama mantannya, Mia yang bergelayut manja di pundak Frans. Frans nampak biasa saja. Bahkan seperti menikmati alih-alih menghindar. Padahal Evelyn rasanya ingin men-cakar kedua orang itu.

Apalagi melihat penampilan Mia yang keterlaluan. Bajunya sangat ketat hingga menampakkan lekukan bu-lat dibagian d-ada. Belahan gaunnya juga terlalu tinggi.

Dinda yang duduk disebelahnya, melipat bibirnya melihat sahabatnya khawatir. Dia tidak berani menegur Evelyn jika Evelyn sudah memasang wajah mode fire.

Padahal Evelyn bisa menghampiri Frans, kan jika dia tidak suka wanita itu merangkul Frans, ucap Dinda dalam hati. Apakah Evelyn cemburu? Yah, selama ini Evelyn masih cuek pada Frans. Antara benci dan cinta. Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mengambil sepotong kue didepannya menggunakan garpu.

Sedangkan Jeki, kepalanya tidak berhenti bergerak. Dia masih saja mengagumi pesta yang mewah itu. Karena pertama kalinya dia hadir di pesta para pengusaha kaya di kota ini.

Evelyn tidak tahan. Dia akhirnya berdiri dari duduknya lalu berjalan mendekati Frans. "Frans Antonio Aryares, bisa kita berbicara sebentar?" Evelyn mencoba berbicara setenang mungkin.

Frans menoleh. Dia menjauhkan tangan Mia lalu merapikan jasnya. "Hai, bai--"

"Oh, hai Evelyn! Kau juga diundang di acara ini?" Mia mengulurkan tangannya tapi tidak dihiraukan Evelyn.

Gadis itu menatap Frans tidak berkedip. "Siapa yang mengundang mu, Evelyn? Jangan-jangan kau menerobos masuk." Mia memiringkan bibirnya terkesan mengejek.

"Hentikan, Mia! Kau belum tahu siapa dia." Frans bangkit lalu menggandeng tangan Evelyn.

"Apa karena dia kau tidak mau kembali denganku? Memangnya siapa dia?" Mia memandang sinis Evelyn.

Orang-orang mulai menatap kami bertiga. Emma datang dan menarik Mia. "Mia hentikan, Evelyn adalah sahabat ku. Dan kau juga sahabat ku."

"Sahabat, kau bersahabat dengan bocah ingusan ini?"

Evelyn menggenggam gaunnya. Ingin rasanya dia men-ampar wanita didepannya itu jika dia tidak ingat sedang di pesta pertunangan Dylan dan Emma. Dia tidak ingin membuat masalah.

"Memangnya kenapa kalau cucuku gadis ingusan, hah?" Tuan James berjalan mendekati kami. Dibelakangnya tiga orang penjaganya berdiri.

"Cu-cucu? Di-dia cucu anda Tuan James?" Wajah Mia pucat. Tangannya yang menunjuk Evelyn bergetar. Kakinya mundur kebelakang.

"Kau jangan sombong, Mia. Jika aku menarik semua saham ku dari perusahaan papamu, saat ini kalian akan tidur di jalan." Suara Tuan James sedikit bergetar menahan marah. Tapi masih terlihat berwibawa.

"Ta-tapi--aku--"

Frans menarik tangan Evelyn menjauh dari sana. "Frans- tunggu! Tunggu aku Frans--!" Kedua tangan Mia dipegang asisten Tuan James.

Tuan James memandang benci pada Mia. Dia kemudian berlalu meninggalkannya, menemui sahabat-sahabatnya yang berada di pesta itu.

Evelyn menggigit bibirnya, menahan diri agar tidak menangis. Saat melintas didepan sebuah cermin besar, Evelyn melepaskan genggaman tangannya dari Frans. Dia memperhatikan cermin yang memantulkan bayangannya. Frans ikut berhenti, memperhatikan Evelyn yang menatap cermin itu.

Apa aku tidak pantas memakai gaun ini? Apa gaun ini terlihat biasa saja saat kupakai? Apa aku tidak pantas berada di pesta ini? Evelyn menyentuh pantulan dirinya di cermin. Sebenarnya apa yang salah? Apa dia yang terlalu sensitif?

Pesta pertunangan Dylan dan Emma. Akhirnya mereka berdua mendapatkan restu dari Tuan Aryares, papa Dylan dan Frans setelah kejadian menegangkan beberapa Minggu yang lalu.

"Apa aku tidak pantas berada di pesta ini, Frans? Apa aku terlihat kampungan?"

"Kenapa kau berbicara begitu, Evelyn kau--"

"Aku tidak suka menampilkan kemewahan ku. Aku tidak suka selalu berada dalam bayang-bayang kakekku. Aku ya, aku. Aku adalah Evelyn."

Frans memeluk Evelyn dari belakang. Mengecup lembut leher Evelyn. Air mata keluar membasahi pipi gadis itu. "Kau gadis yang hebat. Karena kesederhanaan mu itu aku menyukaimu."

"Kalau kau menyukai ku kenapa kau nyaman sekali berada di ketiak Mia?"
Evelyn berusaha melepaskan diri dari tangan Frans yang besar dan juga--berat.

Frans tercengang. "Kau--cemburu?" Frans mengerjapkan matanya lalu tersenyum lebar.

"Mana mungkin aku cemburu dengan nenek sihir itu." Evelyn menghentakkan kakinya dia berjalan kembali ke aula pesta.

"Aha--ha--. Kau tidak bisa berbohong, sayang." Frans kembali menggandeng tangan nonanya itu.

Pipi Evelyn memerah dia menundukkan wajahnya. Antara senang dan malu. Dia tersenyum sedikit.

"Jadi Evelyn apa status kita sekarang?"

"Ha, kalau aku sih online. Lihat!" Evelyn menunjukkan ponselnya. Frans menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Hai, Evelyn!" Seorang wanita cantik bersama dua asistennya menyapanya.

"Se-selamat malam." Evelyn meletakkan cupcake yang baru digigitnya.

"Ibu." Frans menggeser tubuhnya membelakangi Evelyn. Ada raut tidak suka di wajah Frans. Evelyn mengintip dari balik tubuh Frans.

"Kau tidak sopan. Aku hanya ingin menyapa Evelyn."

Nyonya Aryares menghembuskan nafas kesal lalu meninggalkan Frans dan Evelyn. Evelyn bingung dengan tingkah Frans. Sebenarnya ada apa dengan keluarga ini?

Kakek, Mengapa suamiku berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang