[Part 4]

1.3K 139 28
                                    

Naya terdiam di pojok kantin sambil menatap bakso dengan asap mengepul di atas meja. Dia mendongak, mengedarkan pandangan dengan raut wajah yang sulit diartikan. Pandangannya tertuju pada salah satu meja yang cukup besar daripada meja kantin lainnya.

Meja yang selalu di tempati anak-anak ekonomi kelas atas. Lebih tepatnya anak-anak olimpiade, mereka punya otak cerdas dan kekayaan yang membuat mereka sempurna di tempat ini.

Mereka punya ruangan khusus di luar kelas, yang tidak bisa dimasuki siswa biasa. Anak olimpiade SMA Golden Zenith harus pintar dan kaya, jika tidak memiliki salah satu diantara keduanya, mereka akan tertindas, entah secara fisik ataupun mental.

Dan Regan adalah salah satu bagian dari mereka. Regan yang selalu Naya perhatikan diam-diam dari pojok kantin, Regan yang friendly, pintar dan kaya, sangat cocok bersanding dengan mereka.

Namun, mereka tampak bahagia walaupun Regan baru saja meninggal, seakan tak terjadi apa-apa, seakan Regan tidak pernah ada di antara mereka.

"HEH!" teriak Talia dari meja besar itu. Naya membulatkan mata, sepertinya cewek itu sadar kalau Naya memperhatikan mereka sedari tadi.

Naya segera bangkit dan bergegas pergi, namun Talia lebih dulu menendang belakang lututnya, Naya jatuh tersungkur, cewek itu menunduk, menghindari tatapan tajam cewek dihadapannya ini.

"NGAPAIN MATA LO LIATIN KITA, HA?" bentaknya, membuat seisi kantin tersentak kaget, "BITCH! LO SADAR NGGAK SIH LO ITU SIAPA?" sentaknya lagi sambil mendorong bahu Naya dengan kakinya.

"Cewek rendahan kayak lo itu nggak pantes sekolah disini!"

"LIA!"

Talia menoleh menatap Rafa yang kini berdiri di sampingnya, "Jangan sampe lo ngotorin tangan lo. Wajar aja kalo cewek rendahan kayak dia ngeliatin kita," Rafa menarik senyum tipis, "Karena dia nggak bisa ada di posisi kita."

Naya menunduk semakin dalam dengan tangan terkepal kuat, dia tak pernah bisa terbiasa dengan rasa sakit akibat ucapan mereka.

Talia berdecak sebal, dia menumpahkan bakso milik Naya di atas meja. Naya menjerit ketika kuah bakso itu tumpah di atas pangkuannya. Semua murid di kantin hanya terdiam, tak berniat membantu cewek itu sedikitpun, mereka bukan tidak mau, hanya saja mereka tidak bisa.

Cukup diam dan jangan berurusan dengan anak olimpiade. Hanya itu cara agar bisa lulus dengan tenang dari SMA Golden Zenith ini.

Naya segera bangkit dan berlari keluar dari kantin, cewek itu bergegas menuju toilet, dengan telaten dia membersihkan rok yang terkena tumpahan kuah bakso tadi.

Dia menatap cermin dan mendapati sosok cewek berwajah pucat dan bertubuh transparan menatapnya prihatin. Naya memejamkan mata, berusaha untuk berpura-pura tak melihat sosok itu.

***


Hari semakin sore, jalanan dipadati orang-orang yang bergegas pulang ke rumah. Mungkin beberapa menit lagi, adzan magrib akan berkumandang.

Naya turun dari taksi, dia baru saja menyelesaikan pekerjaan paruh waktunya di cafe, seperti biasa. Dia itu berjalan pelan memasuki pekarangan rumahnya, dia tertegun menatap Regan yang kini berjongkok di depan rumahnya dengan raut wajah takut. Berbanding terbalik dengan Regan yang disegani dulu.

"Re ..."

Regan mendongak, cowok itu langsung berdiri dan mengguncang lengan Naya, "Nay! Please usir pocong sialan itu! Gue nggak kuat serumah sama dia!"

"Nggak usah takut Re ... Kamu kan sama kayak dia...."

"NGGAK! NGGAK SAMA! JANGAN PERNAH SAMAIN GUE SAMA SETAN!"

Naya menghela napas pelan, agak susah juga berbicara dengan cowok seperti Regan.

"Bantuin gue kembali kayak dulu lagi Nay! Gue bakal lakuin apa aja buat lo! Gue mohon!"

Naya terdiam beberapa saat, harus berapa kali dia memberi tau cowok itu.

"CK! Kenapa sih, gue nggak inget kejadian malem itu? Kenapa gue harus kesiksa kayak gini sih!" ucapnya sambil memukul kepalanya sendiri, sayangnya tak ada rasa sakit yang dia rasakan, walaupun kepalanya dipukul berkali-kali.

Tangan Naya terulur menepuk pelan bahu Regan, cewek itu tersenyum kecil, "Aku akan bantuin kamu, seenggaknya kamu bisa pergi dengan tenang nanti."

Lagi-lagi Regan menampakkan raut wajah kecewa yang membuat Naya iba. Mereka tidak bisa apa-apa kini, mereka hanya bisa mencari alasan kenapa Regan tidak bisa pergi dengan tenang.

"Eh, Rok lo kenapa?"

Naya menunduk menatap rok seragamnya yang kucel terkena tumpahan kuah bakso tadi, cewek itu menggeleng pelan, sepertinya dia harus mencuci rok ini terlebih dahulu, entah besok bisa kering atau tidak.

"Udah, ayo masuk!" ajak Naya. Regan sontak menggeleng cepat.

"NGGAK! GUE NGGAK MAU MASUK SEBELUM POCONG ITU MINGGAT DARI RUMAH LO!"

"Dia emang tinggal disini Re," ucap Naya, pocong yang dimaksud Regan biasa tinggal di pohon belakang rumah, dan sesekali memasuki rumah Naya, "Kamu harus terbiasa."

"Gue nggak bisa! Gue--- AAAAAAAA!"

Naya tersentak kaget ketika Regan tiba-tiba berteriak, dia mengguncang lengan Naya dengan keras ketika melihat mahluk berambut panjang layaknya Rapunzel.

Naya menoleh menatap sosok yang kini memainkan rambut kusutnya, cewek itu tersenyum kecil, "Kenalin, dia mbak mawar, penghuni rumah sebelah."

Regan menggeleng, cowok itu bersembunyi di balik tubuh Naya, "Gue nggak mau kenal!"

"Halo ganteng~" sapa mbak mawar, hal itu membuat bulu kuduk Regan meremang seketika, sumpah. Ingin sekali dia berteriak sekencang mungkin.

"PERGI LO!"

"Wah ... Mas ganteng kul banget~" ujar mbak mawar sambil terus mendekati Regan.

"KAL KUL KAL KUL JIDAT LO! PERGI NGGAK DARI SINI!" bentak Regan, cowok itu menatap Naya dengan wajah memelas, "Naya ... Suruh pergi nih hantu ... Gue nggak kuat!" bisiknya. Lagipula siapa yang tahan melihat wajah pucat mbak Mawar? Pertama kali Naya bertemu mbak Mawar, cewek itu mendadak sakit 3 hari.

"Kok disuruh pergi? Mbak mawar ini ahlinya cari informasi. Dia bisa bantuin kamu cari kronologi kecelakaan kamu yang sebenarnya."

"Hihihi salam kenal ganteng~" mbak mawar mengulurkan tangannya yang ringkih ke arah Regan, cowok itu membulatkan mata lalu menyembunyikan tangannya kebelakang punggung.

Naya menarik tangan Regan agar mau menerima uluran tangan Mbak mawar, dengan berat hati mereka berjabat tangan, Naya tertawa kecil, dengan usil dia mendorong tubuh Regan, cowok itu reflek memeluk mbak mawar, aroma melati bercampur tanah memenuhi indra penciuman cowok itu.

"AAAAAA NAYAAA!"

Regan mendorong tubuh mbak mawar agar menjauh darinya, sementara mbak maaf tampak menatapnya heran.

"Oooo, saya inget sama kamu!" ucap mbak mawar sambil menjentikkan jari, "Kamu cowok yang pipis di pohon, waktu perkemahan itu ya?"

"HEH! SEMBARANGAN KALO NGOMONG LO!" pipi Regan mulai memerah, yang benar saja, semua ini membuatnya frustasi.

"Iyaa saya inget, sejak hari itu saya ngikutin kamu ... Saya nggak nyangka kamu akan dibunuh malam itu," ujar mbak mawar sambil cekikikan.

Regan dan Naya terdiam, mencerna baik-baik ucapan Kunti dihadapan mereka ini.

"Gue kecelakaan! Bukan dibunuh!"

"Iyaa memang ... saya lihat kamu masih hidup waktu kecelakaan itu, tapi seseorang dalam mobil mencekik mu sampai mati ... Yah manusia memang lebih menyeramkan daripada hantu ...."

"Ma-maksud lo ... Gue bukan mati kecelakaan, tapi mati dibunuh?"

Halo apa kabar hehe.... Maap baru muncul sekarang 🙏🙏🙏.... Saiya harap kalian masih setia sama cerita ini hehe 🥰.... Jangan lupa vote komennya ya, karena kita akan main tebak-tebakan lagi hehe😌😌

Gue Bukan Setan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang