Bagian 15

1 1 0
                                    

Sehabis sholat ashar para santri mulai mengaji kembali. Kali ini pelajaran yang diberikan perihal akhlak sehari-hari. Soden memang benar-benar mengikuti kajian, malah dia duduk paling depan. Banyak santri lain yang tidak percaya, tapi Soraya mengalami kendala ia tak begitu mahir menulis Arab. Dan juga belum tahu arti sebenarnya dari kajian yang ia tulis. Soden baru mengangguk saat pengajar menerangkan tentang pelajaran yang sedang diulas tadi. Tak jarang saat santri lain sibuk mendengarkan ia masih harus berkutat dengan tulisan. Jadilah sore itu menjadi pelajaran yang menyenangkan sekaligus merepotkan bagi Soden.

"Yu, nanti ajarin gue nulis Arab, ya. Soalnya tadi nulis banyak yang ketinggalan."

Sembari berjalan ke arah kamar Tiur memandangnya tak percaya, "Mba Soden serius mau belajar?"

"Kenapa emangnya?"

"Ya enggak apa-apa. Nanti Yuyu kasih pinjam catatan pelajaran tadi."

Soden bergumam, "Sekalian ajarin baca Iqro. Malu gue udah gede belum bisa baca Qur'an."

Kalimat terakhir yang Soraya ucapkan membuat Tiur berhenti sejenak. Membiarkan perempuan itu mendahuluinya. Terbesit di hati rasa syukur melihat perubahan sifat temannya itu secara perlahan. Soraya benar-benar beruntung jika niatnya memang benar memperdalam ilmu agama.

Baru saja hendak melangkahkan kaki tiba-tiba kerudung milik Tiur penuh dengan terigu. Membuat tubunya menegang secara tiba-tiba. Dari belakang riuh santri putri yang menyerukan nama seseorang.

"Tiur awas!"

Baru saja hendak menoleh telur setengah busuk itu sudah pecah di atas kepalanya. Santri putri yang menjadi target temannya sudah lebih dulu lari.

"Maaf, Yu. Bukan salahku."  Mulya kembali berlari berusia menghindari kejahilan teman-temannya.

"Lo pada ngapain, sih?" Soden melempar pandang ke arah Tiur yang sedeng menggigit bibir bawahnya.

"Tingkah model Lo begini ngerugiin tahu gak! Lo pada bikin lantai kotor, uang keluar percuma, ujung-ujungnya orang yang gak tahu apa-apa ikut kena imbasnya. Tuh, liat si Tiur. Gak tahu apa-apa malah ikut kena getahnya. Emang Lo pikir ngilangin bau telor calang gampang apa?"

"Yakan kita cuma bercanda," elak salah satunya.

"Tahu. Mentang-mentang dekat sama Gu--"

Soden berang. Ia hampiri orang yang menyahut tadi dengan tatapan tajamnya. "Kalau Lo punya masalah sama Gue gak perlu bawa-bawa orang lain!"

Melihat Soraya yang bersiap lepas kendali buru-buru Tiur menengahi. Berusaha keras menarik lengan Soraya menjauh dari tempat perkara. Sebelum mereka benar-benar pergi  Tiur mendengar jelas Soraya mengancam lawannya.

"Mba nanti kena masalah lagi, loh."

"Kesel gue liat orang modelan kayak gitu."

Tiur tersenyum kecut. Untungnya Feera sudah balik ke kamar lebih dulu.

"Sampe ke kamar lo buru-buru keramas ya, Yu."

"Nggih, Ndoro Ratu."

*****

Tiur keluar dari kamar mandi untuk yang ketiga kalinya. Sembari mengidu rambut apakah masih berbau telur busuk atau tidak.

"Mba Soraya gak pernah begitu, ya?" ucapnya disela-sela kegiatan mengeringkan rambut.

"Ogah. Udah gak bermanfaat, ngabisin duit lagi."

Tiur tersenyum, "Pantas. Aku malah kadang pengin digituin." Mendengar itu Soraya memicingkan mata.

Soraya Denata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang