Bagian 20

2 1 0
                                    

*****

pukul 4 pagi menjelang subuh ternyata Buya benar-benar memanggil, ngetok-ngetok pintu kamar ditemani Ummi Syiha. hari ini harii terakhirnya mengaji binnadzri. Tinggal beberapa surat pendek--Soraya berhasil mengkhatamkan Quran. Maka, pagi itu ia diminta mengaji di majelis keluarga.

Surat yang menjelaskan anak yatim selesai dibaca. Hatinya masih tenang fokusnya masih tetap menatap Quran. Pukul empat lewat lima belas menit Soraya sudah hampir sampai ke surah "tiga Qul". Buya menghentikan bacaannya sejenak. Menatap langit-langit majlis. Seolah melihat sesuatu. Sembari mengembuskan napas pelan Buya meminta Afnan dan Farhah juga turut datang kemari.
Hening, Soraya menunduk. Mau sampai kapanpun agaknya rasa canggung dan malu itu akan tetap ada. Buya membuka suara. Menjelaskan kaidah dan manfaat "surah tiga Qul" matanya menerawang jauh.

"Tidak ada ujung bagi penuntut ilmu dan tidak akan pernah ada kata puas dalam mencarinya." Beliau terdiam. Kembali menatap langit-langit sembari mengembuskan napas pelan.

"Gusti sudah punya rencana jauh ketika ruh-ruh makhluk-Nya masih berupa cahaya."

Soraya khusyu' mendengarkan. Ummi Syiha kembali diikuti Farhah dan Afnan.

"Nduk, Nak." Mata Buya menatap mereka bertiga. Tatapan yang memancarkan keteduhan dan bijaksananya pemikiran. "Sejak Soraya pertama kali datang kemari kalian sudah menjadi saudara. Masing-masing memiliki tanggung jawab yang berbeda. Hari ini--" Suara Buya kembali terhenti. Netranya kembali menatap langit-langit.

"Lihatlah, hari ini malaikat sedang bersiap mengantarkan rahmat. Salah satu makhluk-Nya sebentar lagi selesai mengkhatamkan Al-Qur'an. Ribuan malaikat hendak turun."

Farhah menitikkan air mata. Ia tahu betul karomah dan keistimewaan Alquran pun yang menjaganya. Janji-janji Tuhan juga siksa yang dijanjikan. Semuanya kembali dipaparkan. Hatinya bergetar. Takut.

"Ribuan malaikat turun. Menemani mereka yang telah mengkhatamkan Qur'an nya. Selama empat puluh lima hari lamanya malaikat bertasbih, memuji, memohonkan ampunan bagi mereka yang telah mengkhatamkan Al-Qur'an. Menjaganya mulai dari jasad membuka mata sampai jiwanya keluar dari raga. Sementara selama empat puluh lima hari lamanya tak ada keburukan yang dicatat, kebajikan yang terlewat. Bahkan untaian doa yang terpanjat diantar langsung oleh para malaikat menuju Arsy-Nya."

Bulu kuduk Soraya meremang. Hatinya bergetar. Belum pernah ia dengar untaian kata yang begitu indah namun menakutkan. Bagai dawai-dawai yang mengalunkan melodi lembut nan mematikan. Soraya cukup sadar siapa dirinya khawatir justru ganjaran buruk yang mengikatnya.

"Nduk," Suara Buya memanggil dengan penuh kelembutan.
"Setelah ini, ingatlah Abi, Ummi, kakak-kakakmu juga orang-orang yang kamu sayangi. Pintakan pada Gusti agar berkenan mengampuni dosa-dosa kami. Ridho atas apa yang kami lakukan dan apa yang kami kerjakan. Bacalah dengan segenap hati. Mulai sekarang kau adalah pribadi yang baru. Kenangan buruk yang pernah terjadi biarlah tersimpan rapi di dalam sanubari.

"Mulai sekarang satu tanggung jawab baru perlu kau pikul. Meski napas tercekat, diri bagai terikat, entah apapun yang terjadi nanti kamu harus tetap menjaganya."

Soraya mengangguk. Berat sekali tanggung jawab ini. Seberat siksa yang menunggunya apabila lalai menjaga amanat dari Buya nanti.
Buya menitah Soraya untuk meneruskan bacaannya. Maka Soraya kembali membaca basmalah dengan lisan dan hati yang bergetar. Dalam betul makna dari lafadz bismillah.
Allah, Tuhan yang mengasihi seluruh ummat-Nya. Baik mereka yang bertakwa pun mereka yang berpaling dari-Nya. Yang Maha menyayangi hamba-hamba yang senantiasa mengingat dzat-Nya. Tuhan, dzat yang sering terlupa kala kebahagiaan datang menerpa lantas kembali bila kemalangan datang melanda.
Soraya membaca surah yang menjelaskan keagungan Tuhan dengan lancar dan fasih. Sesekali berhenti, menangis. Merenungi kisah hidupnya yang kelam. Lihatlah, sebentar lagi babak baru dimulai. tepat saat ia menyelesaikan Surat terakhir yang berisikan firman Tuhan. Ia menangis. Bersujud simpuh pada Buya. Meminta ampun, meminta maaf. Mencium ta'dzim tangan beliau. Samar-samar terdengar sesegukan suara Afnan. Menjelang subuh keluarga istimewa itu menangis. Rahmat turun bercucuran. Soraya telah menuntaskan satu kewajiban yakni mengkhatamkan Quran.

Soraya Denata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang