10. Rest in Peace

180 4 0
                                    

Saat ini kediaman keluarga besar Lee tengah di landa duka yang sangat mendalam. Lee Jaehyun dan Lee Taeyong tewas dalam perjalanan menuju bandara Soetta. Di ketahui mobil yang di bawa Jaehyun dan Taeyong tertabrak oleh truk yang sangat besar. Membuat mobil mereka hancur parah, dan nyawa mereka berdua tidak tertolong.

Mark yang mengetahui berita ini langsung datang ke tempat kejadian peristiwa untuk mengkonfirmasikan benar atau tidaknya berita ini. Dan ternyata benar. Kedua orang tuanya tewas di TKP, yang sudah banyak polisi untuk menyelidiki kecelakaan ini.

Supir sang pembawa truk juga sedang di periksa polisi. Namun jika di lihat dari rekaman cctv, mobilnya dia yang keluar dari jalur yang seharusnya. Jadi penyidikan masih berlangsung, sementara Mark langsung meminta jenazah kedua orang tuanya untuk segera di pulangkan ke kediaman keluarga besar Lee.

Dan Jaemin yang mendengar berita ini pun langsung membawa kedua anaknya menuju kediaman keluarga besar Lee. Ia tidak menyangka bahwa kedua mertuanya mengalami kecelakaan. Padahal sehari sebelum berangkat, mereka sempat bertemu. Taeyong dan Jaehyun sempat bermain dengan ketiga cucunya.

Tadinya Jaemin ini ingin menemani suaminya ke TKP, tapi suaminya langsung melarang dirinya. Suaminya kata, ia tidak mau membuat dirinya mengalami trauma karena melihat kecelakaan ini. Suaminya kata dia tidak tau keadaan orang tuanya itu masih utuh, atau sudah terpencar ke mana-mana. Jadi, daripada dirinya trauma? Lebih baik ia tidak usah melihat.

Jadi ya dirinya di suruh suaminya untuk membawa kedua anaknya saja, ke kediaman keluarga besar Lee. Dan di sini lah ia berada. Di kediaman keluarga Lee, tepat di depannya ada dua peti mati yang sudah di isi Jaehyun dan Taeyong.

Keadaan peti mati tertutup. Tentunya ia belum sempat melihat jenazah Jaehyun dan Taeyong, karena dari awal mereka berdua sudah di masukkan ke dalam peti. Suaminya melarang semua orang untuk membukanya, di karenakan wajah dan tubuh kedua orang tuanya di penuhi luka karena ketabrakan tersebut.

Jadi ya tidak ada yang bisa melihat jenazah Taeyong dan Jaehyun kecuali suaminya. Dan tugasnya saat ini adalah mendampingi suaminya yang sedang mengalami keterpurukan karena kehilangan kedua orang tuanya.

Kedua anaknya yang masih kecil, yang belum paham mengenai ini semua sedang di jaga oleh kedua baby sisternya.

"Mark, aku turut berduka cita ya." Ujar Haechan yang baru saja tiba di kediaman keluarga Lee, dan langsung memeluk temannya yang tengah menatap kosong pandangan di depannya.

"Terima kasih ya, Chan." Ujar Mark, yang tidak membalas pelukkan itu. Sedari tadi ia hanya diam, seraya memandangi kedua peti mati milik kedua orang tuanya.

Walaupun dirinya masih membalas semua ucapan bela sungkawa kepada semua orang, tapi tetap saja netranya masih setia menatap peti mati kedua orang tuanya dengan tatapan kosong.

Dan Jaemin yang melihat keadaan suaminya saat ini sungguh tidak tega. Sedari tadi ia terus berada di samping suaminya. Menggenggam tangan suaminya, tak jarang dirinya ini mengelus tangan suaminya secara perlahan, guma memberikan ketenangan kepada suaminya melalui usapan tangan.

"Nyonya Lee, aku turut berduka cita." Ucap Haechan kepada istri dari temannya ini, setelah melepaskan pelukkannya.

Dan tentunya Jaemin langsung membalas uluran tangan wanita ini. "Terima kasih ya, miss Haechan. Karena sudah menyempatkan datang kemari." Ujarnya.

"Anak-anak ada? Bagaimana keadaan anak-anak? Mereka tidak apa-apa?" Tanya Haechan, menanyakan keberadaan kedua anak muridnya.

"Mereka berdua tidak apa-apa, Miss Haechan. Mereka bertiga tengah di jaga oleh ketiga baby sisternya." Jawabnya.

"Ah seperti itu. Kalau begitu saya pamit ke sana sebentar." Ujar Haechan, yang langsung di balas anggukkan kepala olehnya.
---

"Sayang." Panggilan yang Jaemin kepada suaminya yang saat ini tengah melamun di pinggir ranjang.

Beberapa jam setelah di makamkan kedua jenazah milik kedua orang tuanya, mereka berdua memilih untuk kembali ke rumah mereka, karena anak-anak yang sudah sangat kelelahan.

Dan sudah beberapa jam juga suaminya ini tetap diam di kamarnya, tanpa ada niatan untuk keluar dan makan.

Ia khawatir, benar-benar khawatir terhadap keadaan suaminya saat ini. Sedari tadi suaminya ini belum memakan apapun. Dari pagi hingga malam hari.

Perlahan tapi pasti, ia berjalan mendekat ke arah suaminya. Di taruh-lah nampan berisi makanan serta minuman ke atas nakas samping ranjang mereka.

Setelah menaruh, ia langsung duduk di samping suaminya, dan memeluknya.

"Tumpahin semuanya, sayang. Jangan terus di pendam. Kau harus menangis untuk meluapkan emosi kamu. Menangis bukan berati kau lemah." Ujarnya yang saat ini tengah memeluk suaminya, seraya mengusap punggung belakang milik suaminya.

"Aku tau kau sangat kehilangan kedua orang tuamu. Aku pun sama halnya dengan dirimu. Aku juga merasa kehilangan kedua orang tuaku. Kau tau sendiri bukan? Ibu kamu dan ayah kamu sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri." Ujarnya, berharap suaminya ini menumpahkan isi hatinya.

Kalian tau? Sedari tadi suaminya ini tidak pernah menangis. Waktu suaminya ini datang di kediaman keluarga besar Lee dengan jenazah kedua orang tuanya, suaminya tidak menangis sama sekali. Ia hanya diam, dengan pandangan yang menatap kedua peti mati milik ibu dan ayahnya dengan tatapan kosong.

Ia sering kali memeluk suaminya agar sang suami menumpahkan segala isi hatinya. Namun yang di lakukan suaminya hanya diam. Dan tentu saja jadi khawatir mengenai keadaan suaminya akan tingkah suaminya. Ia tidak mau suaminya seperti ini. Ia mau suaminya ini menumpahkan segala isi hatinya. Entah menangis, meraung, atau apalah. Yang terpenting saat ini suaminya menumpahkan seluruh isi hatinya, daripada harus diam dengan tatapan kosong seperti ini.

"Sayang, menangislah kalau kau ingin menangis. Meraunglah kalau kau ingin meraung. Tumpahkan segala keluh kesah-mu kepadaku. Kau tau bukan kalau kau masih ada aku di sisi kamu?" Ujarnya dengan sangat lembut.

"Jaemin, ibu dan ayahku telah tiada." Ujar Mark dengan sangat terbata.

Dan ia langsung menganggukkan kepalanya. "Dia telah berada di surga, bersama dengan kedua orang tuaku." Ujarnya, membenarkan kalimat suaminya.

"Dia meninggalkan aku, di saat aku belum bisa menghasilkan apapun kepadanya. Dia meninggal karena aku, Na. Coba kalau aku tidak membuat masalah di perusahaan, mereka tidak akan pergi ke Paris, dan mereka tidak akan mengalami kejadian seperti ini." Ujarnya, yang mulai menyalahkan dirinya sendiri.

"Sssttt, sayang. Mereka meninggal bukan karena dirimu. Ini takdir sayang. Kau tidak bisa melawan takdir yang telah di tentukan Tuhan. Kau tidak akan pernah tau kapan kematian seseorang tiba, dan bagaimana cara kematian orang tersebut. Kalau kau tau ibu dan ayah kamu meninggal saat ini, kau tidak mungkin mengizinkan mereka pergi bukan?" Ujarnya, yang berusaha memberikan kalimat penenang agar suaminya ini tidak menyalahkan dirinya sendiri.

"Tapi Na, mereka pergi karena ingin membantu diriku. Membantu aku untuk memulihkan kembali perusahaan yang telah aku hancurkan. Coba kalau aku tidak menghancurkan perusahaan. Mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Ak---"

"Sayang, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kau boleh sedih, kau boleh menangis, dan kau boleh merasa kehilangan. Tapi jangan sekali-kali kau menyalahkan dirimu sendiri karena takdir yang telah di tentukan Tuhan."

HIDDEN - MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang