Chapter 8

1K 117 8
                                    

"Masuk"

Kim Seokjin berkata ketika sebuah ketukan lembut terdengar di pintu kantornya. Seorang gadis muda berusia awal dua puluhan berjalan masuk sambil memegang beberapa dokumen di dekat dadanya. Dadanya terlihat jelas saat ia membungkuk dengan hati-hati untuk meletakan dokumen di atas meja Seokjin.

"Berkas-berkas yang Anda minta, Tuan," katanya, sambil bersandar di samping meja dengan rok pendeknya.

Dia mencoba, dia benar-benar berusaha untuk mendapatkan perhatiannya tapi Kim Seokjin tidak meliriknya. Dia berdehem dan akhirnya Seokjin mengalihkan pandangannya dari desktop untuk menatapnya. Wajahnya tanpa ekspresi dan tenang.

Gadis itu melemparkan senyum kecil kepadanya, senyum yang sama sekali tidak dibalas oleh Seokjin.

"Kenapa kau masih disini?" Suaranya pelan dan jelas, tapi orang yang mendengarnya tak akan melewatkan nada dingin itu saat dia mengatakannya.

Dia segera membetulkan roknya, tangannya naik ke atas dadanya sambil membungkuk perlahan, "Umm, saya mengatakan berkas—"

"Dan saya mendengar Anda dengan sangat jelas, tutup pintu saat Anda keluar" dan dengan itu perhatiannya kembali pada pekerjaannya, sehingga ia melewatkan cemberut yang muncul di wajah gadis itu.

Pintu dibanting sedikit lebih keras dari biasanya ketika gadis itu akhirnya keluar dari ruangannya. Menghela napas, Seokjin mengambil teleponnya dari meja dan menekan sebuah nomor, pada dering kedua, sebuah suara kecil terdengar dari ujung telepon.

"Kau butuh sesuatu?" Orang tersebut berkata

"Pecat sekretaris yang baru dengan segera!"

Panggilan terputus secepat dia mengucapkan kata-katanya.

Beberapa menit setelah ia kembali bekerja, pintu kantornya terbuka. Karena tahu betul siapa orangnya, dia tak perlu repot-repot melihatnya.

"Apa maksudnya itu, Jin? Dia baru saja mulai bekerja di sini dan sekarang kau ingin aku memecatnya? Aku pikir kau ingin dia mendapatkan pekerjaan itu sejak awal?"

Kim Seokjin bersantai di kursinya, jari-jarinya mencubit batang hidungnya dengan sedikit keras saat dia menghela napas, dia seperti orang yang frustrasi, membuat pria di hadapannya tiba-tiba penasaran.

"Kau baik-baik saja?"

Dia menghembuskan napas, "Tidak. Apa aku terlihat baik-baik saja Jimin?"

Jimin menarik sebuah kursi dan duduk di hadapannya, "Apa yang dia lakukan? Apa dia membuatmu kesal sehingga kau ingin dia dipecat?"

Kim Seokjin menatapnya dengan bingung. Sejak kapan Jimin mulai berpikir bahwa orang-orang yang bekerja untuknya adalah masalah baginya? Dia bisa mengeluarkan mereka dari perusahaannya dengan menjentikkan jari jika mereka tak bisa diatur, tapi dia lebih suka Jimin yang menangani sebagian besar hal itu.

Seolah-olah dia mendengar pikirannya, Jimin menekan bibirnya menjadi satu garis tipis, "Orang-orang biasanya tidak akan mengganggumu, jadi pasti ada sesuatu yang salah, ada apa? Katakan padaku"

Seokjin duduk, tangan melipat di dadanya "Ini tentang Hyewon"

"Hyewonie? Istrimu? Ada apa? Dia adalah seorang malaikat. Aku telah bertemu dengannya di rumah lebih dari sekali dan dia sangat ramah"

Seokjin terus menatap Jimin. Kemudian berkata, "Dan apa dia terlihat seperti wanita yang sama dengan yang selalu kau kenal?"

Dia tak melewatkan tatapan bertanya yang diberikan Jimin padanya, "apa maksudmu? Tentu saja dia sama, kenapa?"

"Aku tidak tahu Jimin, mungkin karena dia terlihat sangat berbeda" ia menelan ludah sebelum melanjutkan, "Dia terlihat tidak terlalu ekspresif seperti biasanya, dia bukan tipe orang yang canggung dan tidak teratur, dia sebenarnya cukup tenang untuk ukuran wanita. Namun akhir-akhir ini dia hampir terlihat seperti orang baru, bersembunyi dariku di setiap kesempatan, berlari ke kamarnya setiap kali aku pulang kerja dan yang paling membuatku gelisah adalah matanya yang sangat berbeda dengan Hyewon yang kukenal. Lucunya, aku merasa aku telah menatap sepasang mata itu sebelumnya untuk waktu yang lama, aku hanya tidak ingat siapa atau di mana"

Jimin memberinya anggukan penuh pengertian seolah-olah mengatakan ini lagi. "Aku sudah mengenalmu sejak lama, Seokjin, kau bisa membaca makna dari hal-hal terkecil sekalipun. Orang-orang tidak cocok denganmu karena kau menilai mereka terlalu berlebihan, terkadang aku bertanya-tanya bagaimana sebenarnya dia menikahimu" Dia tertawa ketika Seokjin memelototinya. Melambaikan tangannya dengan meremehkan.

"Oke oke, apa yang ingin kukatakan adalah aku yakin itu hanya pikiranmu yang mengarang-ngarang dan mempermainkanmu. Tentu saja dia masih istrimu, mungkin kalian berdua hanya perlu lebih banyak waktu untuk mengenal satu sama lain dan kemudian mungkin semuanya akan sesuai pada tempatnya, maksudku kalian tak menikah dalam kondisi yang menguntungkan"

"Menurutmu begitu?"

Jimin mengangguk, "Aku tahu itu"

"Terserah" Seokjin kembali pada pekerjaannya, tapi tidak lupa menambahkan "Jangan lupa untuk memecat orang yang tidak kompeten itu"

Jimin mengusap wajahnya dengan telapak tangannya.

***********


Memasangkan celemeknya dengan benar di lehernya, Jisoo menatap mata Jungkook untuk kesepuluh kalinya.

"Bagaimana aku membuktikan padamu bahwa aku tidak berbohong? Kau telah menyuruhku untuk menatap matamu dan memberitahumu, nah ini aku melakukan itu lagi untuk waktu yang entah berapa lama, aku tidak tahu di mana Hyewon, Jungkook"

Kepalanya tertunduk pada sikunya yang diletakkan di atas meja sambil mengerang. Sudah lebih dari dua bulan dan setiap hari berangsur-angsur menjadi lebih buruk, dia merasa seperti menjalani kehidupan yang bukan haknya dan hanya dengan satu kesalahan saja, Kim Seokjin akan mengetahui semua yang telah dia lakukan.

Eommanya di sisi lain akan menjadikan kepalanya sebagai steak jika hal itu terjadi dan hal yang paling membuatnya takut, siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Kim Seokjin padanya? Pria itu adalah orang yang berkuasa baik di industri hiburan maupun dunia bisnis, memenjarakan seorang mahasiswa sepertinya selama bertahun-tahun tak akan berarti apa-apa baginya.

Pendidikannya juga terganggu, ujian akhirnya semakin dekat namun dia bahkan tak bisa menghadiri kelas dengan baik, dia terjebak di antara berganti-ganti pakaian setiap saat hingga membuatnya kelelahan di penghujung hari. Bahkan dia tak tahu lagi bagaimana kekasihnya terus menuntutnya. Jungkook benar-benar berpikir bahwa setelah ia memberitahunya, dia akan menjadi jauh lebih pengertian, namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya karena dia selalu ingin Jungkook kembali ke asrama mereka, tapi demi Tuhan, dia tak bisa lagi tidur di luar. Dia sudah menikah, ingat?

Apa dia membenci kakaknya? Ya, dia membencinya. Dia tak akan pernah bisa memaafkannya untuk ini, dia berjanji untuk kembali, dia bilang itu hanya akan memakan waktu beberapa minggu, tapi sekarang sudah lebih dari dua bulan. Kenapa dia harus menghancurkan hidupnya seperti ini.

Dia merasakan sebuah tangan hangat diletakkan di atas tubuhnya, membuatnya mengangkat kepalanya.

"Jungkook aku benar-benar minta maaf. Aku tahu ini bukan yang kau inginkan—"

"Ya, kau benar!" Dia mengertakkan gigi, "aku tidak menginginkan semua ini, aku tak pernah ingin menjadi bagian dari semua ini. Aku memiliki seluruh hidupku di depanku, tapi sekarang aku terjebak dalam fase ini, menikah dengan seorang pria yang bahkan tidak seharusnya aku nikahi"

Suara jepretan kamera dari kejauhan membuat keduanya menoleh ke arah itu. Sekelompok wanita berbisik-bisik di antara mereka, "bukankah itu istrinya, dia terlihat seperti istri Kim Seokjin, model yang tampan," sebagian terus mengambil gambar, sementara yang lain berpura-pura tidak melakukan apa-apa.

Saat itulah ia tersadar bahwa ia telah keluar dari rumah dengan pakaian wanita, lupa kembali ke asrama untuk berganti pakaian.

Jisoo sangat marah, berusaha menghampiri para wanita di kedai kopi untuk mengusir mereka, namun Jungkook menahannya dengan mencengkeram pergelangan tangannya, menggeleng-gelengkan kepalanya sementara air mata sudah berkumpul di matanya.





Kasian JK 😢

She's The Man | Jinkook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang