Chapter 19

1.1K 127 13
                                    

Jungkook terus menerus menekan nomor Daniel untuk kesekian kalinya, ia menggigit kuku jarinya saat ia mengitari ruang tamu penthouse.

Halo, ini Daniel, silakan tinggalkan pesan.

Jungkook mengerang, menjatuhkan diri di salah satu sofa karena frustrasi.

Dia sudah mengemasi sebuah tas kecil, mencoba melarikan diri sebelum Seokjin pulang kerja, namun semua usahanya sia-sia, karena kunci pengaman pintu itu sepertinya telah berubah secara tiba-tiba. Dia menatap pintu selama beberapa menit, masih mencoba mengingat atau lebih tepatnya memahami kenapa kunci pengamannya tidak lagi sama.

"Tidak mungkin dia, kan?" Dia mempertanyakan dirinya sendiri. Dia tahu Seokjin sering berangkat kerja lebih awal, jadi tak mungkin pria itu punya waktu untuk melakukan itu. Pikirnya.

Karena tak bisa meninggalkan rumah, bahu Jungkook merosot dalam kekecewaan. Dia melihat dari balik bahunya ke arah dapur saat perutnya menggeram. Mengabaikan jeritan minta makan yang jelas, ia membiarkan matanya hanya tertuju pada jendela geser yang dipasang tepat di atas area dapur. Dan sebuah pikiran langsung muncul di benaknya.

Jungkook buru-buru mengambil ranselnya, hampir berlari ke arah dapur dengan penuh semangat.

"Lemparkan tasnya dulu, sebelum aku melompat ke bawah." Dia berkata dengan strategis.

Jungkook memanjat ke meja dapur, mencengkeram tepi jendela untuk mendapatkan pegangan yang tepat. Dia akhirnya berhasil mengangkat dirinya dengan berjinjit, mencoba mengintip ke luar jendela untuk mengetahui seberapa jauh dia akan jatuh jika dia mencoba melompat.

Suara bip yang berasal dari pintu, membuatnya langsung membeku di tempat. Pikirannya langsung dipenuhi dengan bagaimana menjelaskan situasinya saat ini. Dia melompat turun begitu pintu berayun terbuka.

Dengan harapan mencoba untuk bertindak dan terlihat normal, dia menendang ranselnya di bawah meja makan, berdoa dalam hati agar Seokjin menutup mata akan hal itu.

Berjalan melewati ruang tamu dan masuk ke dapur, mata Seokjin tertuju pada anak laki-laki yang sangat gelisah dan tak dapat menahan kontak mata.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Dia bertanya, berjalan lebih jauh ke dapur, di mana Jungkook berdiri dengan kepala menunduk dan tangan terlipat rapi di depannya.

Jungkook tak bisa menjawab, takut suaranya akan mengkhianatinya, karena jantungnya berdegup kencang di dalam dadanya.

Memperhatikan anak laki-laki itu sebentar, Seokjin membiarkan matanya menyapu tubuh anak itu selama beberapa detik, sebelum dia berkata, "Kau terlihat terlalu rapi jika sedang memasak atau akan memasak, jadi apa yang kau lakukan di sini?" Dia bertanya lagi.

Kepala Jungkook tetap menunduk sepanjang waktu, matanya tertuju ke lantai karena dia merasa tak berani menatap mata pria itu.

Seokjin menghembuskan napas, mengangkat kedua tangannya dan melipatnya di depan dadanya, "Semua yang terjadi semalam masih sangat sulit untuk aku pahami, itu benar-benar tidak mudah bagiku. Aku tak bisa berkonsentrasi dengan baik di tempat kerja sepanjang hari, oleh karena itu aku pulang lebih awal dari biasanya. Jadi, daripada mencoba melarikan diri dari kekacauan yang kau dan seluruh keluargamu ciptakan selama beberapa bulan terakhir, aku pikir lebih baik kita berdua membicarakan hal ini dengan jujur dan apa adanya, bukankah kau juga berpikir demikian?"

Jungkook memejamkan matanya rapat-rapat saat perasaan bersalah yang luar biasa menghantamnya. Dia mencoba untuk berbicara, dia mencoba untuk mengatakan sesuatu, apa saja. Namun lidahnya kelu, kata-kata yang masuk akal terlalu berat untuk diucapkan.

Menghela napas untuk kesembilan kalinya, Seokjin menyapukan telapak tangan ke wajahnya "Ayo duduk, kita harus mengobrol dengan baik" katanya, berbalik dan berjalan kembali ke ruang tamu.

She's The Man | Jinkook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang