Chapter 18

1K 114 8
                                    

Jungkook menguap saat terbangun dari tidur panjangnya, meregangkan anggota tubuhnya dan berbaring dengan gelisah di tempat tidurnya selama beberapa menit. Dia kemudian secara bertahap mulai memperhatikan lingkungan yang sangat familiar di sekitarnya, dan dia tersentak bangun karena terkejut, duduk dengan takut-takut di tengah tempat tidur dengan mata terbuka.

"Kenapa aku masih di sini? Kenapa aku masih hidup?" Dia bertanya terus menerus, detak jantungnya semakin cepat dan meningkat dengan setiap pertanyaan yang belum terjawab.

"Dia tak melukaiku?" Dia bertanya pada dirinya sendiri, matanya menyapu tubuhnya untuk setidaknya menemukan goresan, luka, atau apa pun yang mengindikasikan bahwa dia telah terluka. Namun sama sekali tak ada, dia baik-baik saja, bahkan tak pernah sebaik ini.

Dia telah tidur dengan sangat nyenyak dan damai. Sebagai catatan, ini adalah pertama kalinya dalam waktu yang lama sejak seluruh sandiwara ini dimulai, dia benar-benar mendapatkan tidur malam yang nyenyak, yang berlangsung hingga dini hari.

Jungkook meraih ponselnya dan matanya semakin melebar. Saat itu hampir pukul dua siang, dan dia masih berada di kamar tidurnya di penthouse Kim Seokjin, sama sekali tak tahu kenapa atau bagaimana.

Kenangan malam sebelumnya, tiba-tiba datang membanjiri pikirannya dan membuatnya sangat gelisah.

Hal terakhir yang dapat ia ingat adalah Kim Seokjin memberinya handuk kering dan secangkir kopi hangat.

***********

MALAM SEBELUMNYA

"Siapa kau?" Seokjin memanggil.

Orang di luar pintu, bergerak lebih dekat ke monitor keamanan sehingga wajahnya terlihat jelas, dan mata Seokjin langsung membelalak saat menyadari.

"Ya Tuhan, Hyewon?" Dia bertanya hampir tak percaya, dan dengan cepat memasukkan kode sandi, lalu membuka kunci pintu. "Hyewon, dari mana saja kau?" Dia bertanya.

Hyewon hanya menundukkan kepalanya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Menyadari bahwa ia terus menerus gemetar, Seokjin mengantarnya ke ruang tamu. "Masuklah, kenapa kau tidak membuka pintunya? Apa kau lupa kata sandinya?" Dia bertanya.

Namun, ia disambut dengan keheningan.

Baru pada saat itulah Seokjin membiarkan matanya menyapu tubuh wanita itu dengan baik. Jari-jari bertato yang terpampang, rambut pirang pendek yang basah dan wajah pucat, seketika membuat matanya melotot keluar dari rongga matanya.

"A-apa kau adik Hyewon?" Napasnya bergetar saat ia bertanya, mencoba untuk memahami kenapa adik iparnya yang berdiri di ruang tamunya, bukan istrinya. Itu bukan satu-satunya hal yang ia coba pahami, fakta bahwa Jungkook terlihat persis seperti orang yang sama yang telah tinggal bersamanya selama beberapa bulan ini, membuat sakit kepala yang tiba-tiba dan menyakitkan seperti ada batu bata yang menghantamnya.

Seokjin mencengkeram kepalanya dengan meringis keras, dan melangkah mundur sedikit, cukup untuk memberi jarak antara dia dan anak itu. "B-bisakah kau memberitahuku apa yang terjadi? Dimana istriku? Apa ibumu mengirimmu padaku?"

Begitu pertanyaan itu meluncur dari lidahnya, Jungkook berlutut, meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha, dan menggigil.

Kim Seokjin dikenal sebagai orang yang sangat cerdas, dia tak pernah menjadi tipe orang yang kalah atau kehilangan kata-kata dalam situasi apa pun. Namun, dalam menghadapi situasi yang muncul di hadapannya, dia benar-benar tercengang. Kalimat yang benar dan bermakna terasa sangat sulit untuk dibentuk di lidahnya, saat ia menatap anak laki-laki yang berlutut di hadapannya.

Seokjin menghembuskan napas, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal-sengal. Kopi panasnya sudah lama terlupakan, "Apa yang terjadi? Kau membuatku takut. Apa terjadi sesuatu pada Hyewon?"

Jungkook menggelengkan kepalanya. Dia berdoa agar tanah terbuka dan menelannya dengan informasi mengerikan yang akan dia berikan pada pria itu. Jari-jarinya mengepal dan membuka, pikirannya memikirkan cara terbaik untuk keluar dari kekacauan yang telah ia ciptakan selama ini. Pada titik tertentu, pikirannya melayang ke temannya Daniel, Jungkook merasa agak bodoh karena pernah mendengarkan kata-katanya dan menerima nasihatnya.

Dia menghirup udara dalam jumlah yang banyak, yang hampir tak ada gunanya untuk menenangkan hatinya yang bergemuruh, sebelum dia berkata, "Ini aku, aku Hyewon"

Mungkin karena dia sedang menderita flu berat, atau karena takut mengatakan yang sebenarnya, atau mungkin juga karena keduanya. Tapi, entah bagaimana, hal ini membuat suaranya terdengar sangat pelan, sehingga kata-kata yang keluar dari bibirnya, hanya berupa bisikan.

Kim Seokjin mengernyitkan dahi, memutuskan untuk berjalan lebih dekat ke arah anak laki-laki itu lagi, "Aku tak mengerti, apa yang kau katakan?" Dia tidak terdengar marah sedikit pun saat berbicara. Suaranya masih terdengar jelas dan tajam seperti biasanya.

Air mata kecil mengalir di sudut mata Jungkook, dan dia jatuh tertelungkup di tanah, hampir membungkuk kepada pria itu seolah-olah dia adalah seorang raja. "Maafkan aku, maafkan aku, tolong maafkan aku, aku tidak bermaksud semua ini terjadi," ratapnya.

Jika ditanya, Jungkook bahkan tak tahu kenapa ia meminta maaf, ia tidak mengatakan pada Kim Seokjin secara keseluruhan. Dia bahkan tidak mengatakan sesuatu yang cukup masuk akal, tapi dia merasa ingin meminta maaf pada pria itu sebelumnya, walaupun dia merasa putus asa.

***********

Suasana hati Seokjin terasa tidak enak dan pikirannya dipenuhi dengan berbagai pikiran saat ia menjatuhkan diri di kursi kantornya. Sambil menghela napas panjang, ia menekan dua jari ke pelipisnya dan memijat dengan lembut, mencoba dengan segala cara yang diperlukan untuk menghidupkan kembali segala bentuk ketegangan.

Ketika Jimin masuk ke kantornya, dia mengamatinya dengan tajam selama beberapa menit sebelum menutup pintu di belakangnya, dan berjalan masuk ke dalam ruang kantor yang besar.

"Apa kau mau menceritakannya, atau aku yang harus membuatmu bercerita?" Dia bersuara, masih menatap tajam ke arah Seokjin.

Sayangnya, Seokjin tak dapat mendengarnya karena dia terlalu tenggelam dalam pikirannya. Jadi Jimin harus menggebrak meja kantor untuk menarik perhatiannya, sehingga membuat Jin tersentak seketika.

"Untuk apa itu?" Jin mengerang frustrasi.

"Katakan padaku" kata Jimin sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

Menatap Jimin dengan tatapan penuh tanya, Seokjin berkata, "kau mau aku katakan apa sebenarnya?"

Pernyataan ini langsung membuat Jimin memutar bola matanya, "Jangan bertingkah bodoh denganku, aku tahu ada sesuatu yang terjadi. Dari rapat dewan tadi sampai sekarang, kau sudah melamun sepanjang pagi. Jadi apa sebenarnya yang ingin kau lakukan? Jangan beralasan, aku tak akan percaya." Dia bersuara, "Aku tahu ada sesuatu yang terjadi, jadi akan lebih baik kau katakan saja daripada mencoba berbohong padaku, Seokjin."

She's The Man | Jinkook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang