Episode Tiga [S.4]

422 63 7
                                    

"Don't Talk Me, I'm Angry"

•••

Suara ketukan pintu terdengar dua kali, membuat dua orang yang kini tengah mengobrol ringan menoleh. Salah satu pemuda dengan jaket biru shappire bangkit dari duduknya, berjalan ke arah pintu yang tertutup rapat.

Taufan menggenggam gagang pintu lalu membukanya. Tepat ketika pintu itu sudah terbuka lebar, beberapa saudaranya terlihat di matanya.

"Kalian sudah makan? gue bawa makanan." Halilintar yang pertama kali membuka suara sembari melangkah masuk ke dalam ruangan Blaze namun segera dihadang oleh Taufan.

"Ah, tunggu, tunggu!"

Ekspresi bingung terpampang jelas di wajah kelima saudaranya. Taufan menarik nafasnya dalam-dalam, bersiap untuk mengomeli saudara-saudaranya itu.

"Ah, enak sekali ya kalian, bersenang-senang di luar sana tapi lupa sama gue dan Blaze yang ada di sini." Itu adalah kalimat pertama yang akan mengawali kekesalan Taufan.

"Ha? gak Bang Pan, tadi kita–" Solar hendak membela namun Taufan segera mengangkat tangannya agar adiknya itu berhenti berbicara.

"Sthh! lihat, Blaze sampai tidak berdaya karena kalian melupakannya." Taufan menunjuk ke arah Blaze yang ikut mengerutkan keningnya ketika namanya disebut.

"Tapi bang Blaze keliatan baik-baik aja kok?" Thorn menyahut, membuat Blaze dan Solar serempak tertawa karena kepolosan saudara mereka itu.

Taufan mengibaskan tangannya. "Ah dia hanya bersandiwara, dia kan tidak suka dikatakan lemah." Taufan berjalan menuju Blaze setelah ia merebut dua kantong plastik yang berada di tangan Halilintar.

"Maksud lo?" Blaze memprotes, namun ia kembali terdiam ketika melihat makanan yang baru saja Taufan buka.

Satu-persatu saudaranya masuk ke dalam ruangan Blaze terkecuali Ice yang masih berada di luar. Mencoba menyiapkan hati ketika nanti Blaze memarahinya.

"Bang Blaze, apa Abang sedih karena Thorn telat?" Thorn menghampiri Blaze, berdiri di samping pemuda yang kini masih berada di kasur rumah sakit.

Blaze mengangkat alisnya, sudut bibirnya terangkat sedikit seolah bermaksud ingin menjahili adiknya itu. "Ya, Abang sangat sedih sampai rasanya ingin mati," balasnya jahil.

Wajah Thorn memucat. "Abang beneran mau mati?" kagetnya.

Taufan melirik. "Dia mah nangis dikit aja dibilang bakal sekarat," sahutnya sembari menatap makanan untuk mereka santap bersama-sama. Tentu dibantu oleh Halilintar.

Solar menoleh ketika Taufan mengatakan sesuatu yang mengingatkannya pada kejadian di rooftop tadi.

"Bang Upan," panggilnya.

"Nape?"

"Tau gak, ternyata Bang Hali suka nangis di toilet loh!" adunya dengan wajah yang benar-benar serius.

Taufan serta Blaze serempak menoleh menatap Halilintar yang berdecak kesal. Hening sejenak hingga keduanya tertawa bersamaan.

"Oh! pantes lo lama kalau lagi di toilet, nangis toh!" ejek pemuda shappire itu.

"Serius? Bang Hali bisa nangis juga?" Blaze ikut menyahut, ia menyeka sudut matanya yang sedikit berair akibat terlalu banyak tertawa.

"Lo pikir gue gak bisa nangis?" sarkas si sulung. Wajahnya sedikit memerah akibat malu ditertawakan.

Hal itu sontak membuat tawa Taufan semakin lepas. Bahkan pemuda itu sampai terduduk akibat tak kuat berdiri lagi.

Halilintar berdecak kesal, ia memasukkan sebuah cupcake kecil yang ia beli sebelum ke sini ke dalam mulut Taufan.

I'm Tired #Season4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang