Episode Enam [S.4]

531 71 18
                                    

" Rencana Membujuk Blaze. "

•••

Seorang pemuda mengerutkan keningnya ketika melihat reaksi kedua saudaranya yang nampak panik, tangannya dengan cepat menyentuh salah satu lukanya yang sudah diperban.

"Basah," gumamnya pelan. Matanya sedikit melebar ketika ada darah yang menempel di tangannya.

"Ah! tunggu dulu, jangan disentuh. Aku akan mengobatinya." Taufan nampak panik, ia segera berlari menuju lemari yang tak jauh dari sana, mengambil kotak p3k milik mereka.

"Sini Bang Ice, duduk," ajak Solar.

Ice mendudukkan dirinya tepat di samping Solar. Tangannya berusaha untuk membuka perban miliknya.

"Sini Solar bantu." Solar dengan pelan membuka perban Ice. Tangannya sedikit berhati-hati agar tak melukai wajah abangnya itu.

"Sini." Taufan duduk di sofa, membuka kotak p3k nya, lalu mengambil peralatan yang ia butuhkan untuk mengobati adiknya.

Pemuda dengan mata biru shappire itu meringis ketika melihat wajah Ice yang mengeluarkan darah di beberapa bagian lebamnya.

"Bang ... kenapa Ice bisa ada di rumah?" Ice bertanya ketika abangnya itu mulai mengobati wajahnya.

"Solar yang menemukanmu."

"Iya Bang. Waktu Solar mau ke laboratorium, Solar gak sengaja liat abang pingsan di dekat sana," jelas Solar. Tangannya mengambil gunting untuk memotong perban yang akan digunakan.

"Abang ... habis berantem?" Pertanyaan Solar membuat Ice terdiam. Ia tidak mungkin bilang jika ia dihajar oleh geng Medusa.

"Tidak, aku hanya terjatuh- arkh!" Ice memekik ketika Taufan dengan sengaja menekan lukanya.

"Bang Pan kena-" Kalimatnya terhenti ketika matanya melihat Taufan yang menatapnya dengan wajah serius.

"Jujur, Ice." Dua kata itu penuh dengan penekanan. Sorot mata abangnya mampu membuat jantung Ice hampir berhenti berdetak.

Solar menyenggol lengan Ice. "Jujur aja Bang, bang Pan serem kalo marah," bisiknya.

Ice terdiam sejenak ketika Taufan kembali mengobati wajahnya dengan perlahan. "Ice dipukuli karena bantuin siswa yang dibully ...." Ia berbicara dengan nada pelan.

Taufan menatap Solar begitupun sebaliknya. Tatapan keduanya menyiratkan sesuatu. Bingung hendak percaya atau tidak.

"Gak mungkin lo sampe babak belur." Taufan menatap masuk ke dalam mata Ice, melihat netra biru laut itu.

"Mereka mainnya keroyokan, Ice juga kehabisan tenaga. Tangan Ice ditahan begini, trus satu orang mukulin Ice." Ice menjelaskan secara detail. Kali ini dengan percaya diri karena ia tidak berbohong sama sekali. Ia merentangkan sedikit tangannya, memperagakan bagaimana kedua tangannya ditahan tadi.

Solar menutup mulutnya tak percaya. "Ini termasuk pembullyan, laporin aja ke guru, Bang," usulnya.

Taufan menghela nafas. "Benar kata Solar, Ice. Laporin aja."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Tired #Season4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang