Episode Empat [S.4]

385 68 8
                                    

" Mangsa Baru. "

•••

Ice baru saja sampai di rumah beberapa menit lalu. Ia izin pulang lebih dulu dengan alasan ingin mengerjakan tugas sekolah yang tertumpuk.

"Kesalahan lo fatal, Ice," monolognya di depan cermin kamarnya.

Pantulan wajahnya terlihat begitu sendu. Tangannya mencengkram erat sudut meja, mengeluarkan emosinya yang sedari tadi ditahan olehnya.

"Cowok boleh nangis gak sih?"

Ia sadar kesalahannya fatal, tapi tak bisakah Blaze memaafkannya seperti pemuda itu memaafkan Solar? bukankah yang bersalah di sini bukan hanya dirinya?

Tangan kanan Ice menarik kursi belajarnya ke belakang. Mendudukkan tubuhnya pada kursi itu lalu menghela nafas sejenak. Matanya menatap ke langit-langit kamarnya. Hening, tanpa suara sedikitpun.

Ice memejamkan matanya, merasakan perutnya yang sedari tadi berbunyi minta diisi. Helaan nafas lagi-lagi ia keluarkan. Tubuhnya segera bangkit dari duduknya, berjalan menuju tempat tidur miliknya.

Tangannya mematikan lampur kamarnya sebelum akhirnya tubuh pemuda itu terhempas ke kasur. Ya, lebih baik ia tidur saja. Malam ini, ia sama sekali tak ingin melakukan apapun lagi.

"Blaze ... maaf mengganggumu," gumamnya di tengah dinginnya malam. Tubuhnya meringkuk di bawah selimut, matanya terpejam dengan sempurna namun rasa kantuk belum juga menghampirinya.

"Lain kali ... aku akan menjenguk mu saat kau tertidur saja ...."

Ice membuka matanya. Menatap ke arah depan dengan tatapan sendu. "Biar kau tidak terganggu," bisiknya pada angin malam.

Suara pintu diketuk membuat Ice tersentak, tubuhnya yang tadi meringkuk di dalam selimut kini bergerak untuk bangun. Keningnya berkerut, matanya menatap lekat ke arah pintunya yang tertutup rapat.

"Siapa? bukankah hanya aku yang pulang?" gumamnya heran.

"Tok! Tok! Taufan di sini, apa di dalam ada orang?" Suara milik salah satu saudaranya membuat jantungnya kembali normal.

"Ah, Bang Taufan–" Kalimatnya terpotong ketika ingatannya berjalan mundur.

"Tok! Tok! Blaze di sini, apa di dalam ada orang?"

"Berisik!"

"Hei cepat bangun, kita sudah hampir telat loh Ice! Aku tau kau suka tidur tapi tolong pikirkan masa depanmu juga!!"

"Masa depanku adalah tidur."

"Ah! Cepatlah bangun!!"

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Ice terangkat, membentuk bulan sabit yang begitu indah di malam hari. Matanya sedikit berkaca-kaca ketika ia mengingat momen-momen ia dan Blaze yang masih akur.

"Hei Ice, apa kau sudah tidur?" Lagi, suara Taufan menyadarkannya. Ia segera menyibak selimut biru miliknya.

"Belum, Bang." Tangannya menggapai gagang pintu untuk segera membukanya.

I'm Tired #Season4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang