Episode Dua [S.4]

400 60 7
                                    

"Langit Jingga"

•••

"PADAHAL ABANG SENDIRI YANG BILANG JANGAN MINUM MINUM! TAPI SEKARANG APA?! Ice kecewa dengan Bang Upan."

"Sungguh, bu-bukan aku, itu bukan aku."

"PEMBOHONG! ABANG ITU PEMBOHONG!"

"Mau mengelak?! Sudah jelas jelas kau yang membully mereka! Blaze! KAU MAU DIKELUARKAN DARI SEKOLAH HAH?! KAU BISA BERPIKIR JERNIH GAK SIH?! KAU ITU CUMA BEBAN YANG HARUS BANG HALI TANGGUNG TAU GAK!"

"Kenapa? hiks ... kenapa tidak ada yang percaya denganku?"

"KARENA KAU ITU TIDAK BISA DIPERCAYA! SEMUA UCAPAN MU ITU HANYA KEBOHONGAN BLAZE!"

Seorang pemuda mencengkram erat pagar besi yang berada di rooftop sekolah. Matanya menatap ke bawah, di mana para siswa-siswi berhamburan keluar pagar untuk pulang ke rumah masing-masing.

Nafasnya tercekat, bukan karena ketinggian yang ia lihat, namun karena memori kelam yang terus menusuk jantungnya berkali-kali.

"Aku tidak pantas dimaafkan." Ia bergumam pelan.

Ia tidak menangis, bahkan matanya tak sedikitpun mengeluarkan air. Namun entah kenapa, rasanya sakit, sakit sekali.

"Harusnya aku memang pantas dibenci." Ia mendongak, menatap langit jingga yang sangat indah.

Helaan nafas berat terdengar, mengalun di udara entah sampai ke mana. "Blaze, gue minta maaf," monolognya pada angin lembut yang menerpa wajahnya.

"Maafin gue atas rasa sakit yang lo terima." Ia meminta, walaupun ia tau pintanya tak akan pernah sampai pada Blaze.

"Lo pantas benci sama gue, karena ini semua salah gue."

Ice mengeratkan cengkeramannya pada pembatas rooftop. Matanya menatap ke arah pagar sekolah yang sudah mulai sepi.

"Bang Ice?" Panggilan itu membuat tubuh pemuda itu dengan cepat berbalik. Matanya menatap sosok pemuda yang berdiri di ambang pintu rooftop.

"Thorn?" gumamnya pelan. "Kenapa belum pulang?" Ice menyenderkan tubuhnya pada pagar pembatas, menatap adiknya itu dengan ekspresi biasanya.

"Thorn ada tugas di kebun sekolah. Bang Ice kenapa belum pulang?" tanyanya balik sembari menghampiri Ice.

"Cuma lagi mau di sini dulu," jawabnya pelan.

Thorn terdiam sejenak, ia yakin Ice menyembunyikan sesuatu, pemuda hijau itu sangat peka terhadap saudara-saudaranya walau kadang ia bersikap seolah tidak tau apa-apa.

Pemuda dengan jaket hijau daun itu merogoh tasnya, mengeluarkan sebotol air minum dari dalam sana lalu menyerahkannya ke Ice. "Abang mau? buat nenangin diri," tawarnya.

Ice melirik lalu menggeleng kecil. "Gak usah, Abang gak haus." Ice menjawab sembari melirik ke arah minuman yang Thorn genggam. Air itu bukan air mineral atau air yang biasa Ice lihat, entahlah mungkin Thorn membelinya di warung.

"Bang Ice kenapa?" Thorn nampak khawatir, ia meletakkan botol minumnya kembali ke dalam tas.

"Gue kenapa?" Ice kembali bertanya, seolah ingin mengetahui jawaban Thorn tentang dirinya.

Pemuda yang ditanya seperti itu terdiam sejenak. "Bang Ice keliatan sedih, apa karena bentakan bang Blaze kemaren?" tebaknya.

Sekali lagi, nafas Ice kembali tercekat ketika memorinya lagi-lagi menampilkan sosok Blaze di dalam otaknya. Ia tak tau harus merespon seperti apa, pemuda dengan jaket biru laut itu hanya berbalik, memandang jalanan yang sangat ramai walau sekolah sudah sepi beberapa saat tadi.

I'm Tired #Season4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang