Chapter 02 : Blame

13 2 0
                                    

ℍ𝕒𝕡𝕡𝕪 ℝ𝕖𝕒𝕕𝕚𝕟𝕘!! ☺

🦗🦗🦗

Dan setelah kepergian Rina, air mata perlahan luruh dari sudut mata Lily. Ia merindukan ayahnya, tapi ia tidak ingin menemui pria itu, apakah ia egois jika berpikir kalau penyebab kepergian Ibu dan adiknya adalah karena pria itu yang tidak bisa menjaga mereka dengan baik?

****

Lily menatap datar boneka panda besar yang dipegang oleh kedua tangan kekar Adam, bahkan ketika pria itu memunculkan kepalanya dari balik tubuh boneka dengan senyuman lebar, Lily tidak menunjukkan reaksi apapun.

"Ini boneka panda yang Lily mau kan? Papah sudah belikan untuk Lily, buat nemenin Lily tidur" ucap Adam berjongkok didepan putrinya.

Lily melirik wajah boneka panda itu, kemudian kembali menatap ayahnya. "Jadi panda ini pengganti Mamah?" tanyanya tanpa ekspresi.

Dan pertanyaan itu sontak membuat senyum Adam meluntur, namun hanya sebentar karena pria itu kembali menerbitkan senyumnya. "Bukan pengganti, karena tidak akan ada yang bisa menggantikan Mamah. Hanya saja panda ini bisa jadi teman baru Lily biar Lily tidak kesepian"

Lily tidak menjawab, namun perlahan kedua tangannya bergerak mengambil boneka ditangan Adam, memeluknya hingga tubuh mungilnya hampir tertutup. "Terima kasih Pah"

Bibir Adam semakin melengkung, pria itu kemudian mengecup dalam puncak kepala putrinya. "Sama-sama sayang, kalau begitu ayo Papah antar Lily kekamar"

Lily tidak menolak, ia berjalan lebih dulu menaiki tangga menuju kamarnya, disusul Adam yang mengikuti dari belakang. Dan ketika tiba dikamar, Lily menaruh boneka yang Adam kasih dipinggir ranjang, lalu baring dengan posisi miring, memunggungi ayahnya. Dan ketika merasakan gerakan ayahnya yang duduk diranjang, Lily segera menutup mata, berpura-pura untuk tidur.

Adam yang melihat sikap putrinya hanya tersenyum masam, ia paham bagaimana perasaan putri kecilnya itu. Ditinggalkan sosok Ibu diusia yang masih sangat muda tentu akan meninggalkan luka yang dalam, putrinya belum sanggup menerima kenyataan dan masih terlalu kecil untuk menerima semua ini. Pun dengan perasaan sedih Adam menyelimuti putrinya.

"Selamat tidur sayang" gumamnya setelah mengecup dalam kepala putrinya, mengelus sejenak kepala Lily sebelum bangkit dari duduknya dan kemudian berlalu pergi.

Setelah kepergian Adam, isakan tertahan keluar dari bibir mungil Lily, gadis muda itu menangis. Jauh didalam lubuk hatinya, sebenarnya ia sangat ingin memeluk ayahnya ketika hampir satu minggu lebih ia tidak melihat pria itu. Ia ingin menangis dengan keras didalam pelukan hangat ayahnya, mengadu pada pria itu jika dirinya sangat merindukan Ibunya, mengadu jika ia sedang sangat terluka. Namun entah kenapa, ketika ia melihat wajah ayahnya lagi setelah kejadian naas itu, bayangan Ibunya berlumur darah tiba-tiba muncul didalam kepala yang membuatnya hilang tenaga walau hanya untuk membalas pelukan dan senyuman yang ayahnya berikan. Ia seperti hilang kendali atas dirinya.

Sementara disisi lain, didalam ruangan kerjanya yang tampak remang, Adam yang terduduk diatas kursi kembali menegak wine didalam botol, kedua maniknya yang memerah menatap sendu bingkai berisi foto wanita cantik yang tengah tersenyum bahagia, wanita itu mencium pipi gadis mungil didepannya yang tak lain adalah putrinya sendiri. Dengan jemarinya, Adam mengusap lembut wajah cantik istrinya, menelusuri lekukan wajah yang begitu sempurna itu.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang