03

93 13 1
                                    

Hari ini hari sialnya atau bagaimana? Luna hanya bisa terdiam berdiri dengan mematung di dalam kamar Rose. Rumah kekasihnya- mantan kekasihnya ini sangatlah hening.

Rose telah meninggalkannya, baru saja Luna mengantarkan jasadnya ke petugas pemerintah untuk diurus.

Merasa bahwa kedua kakinya lemah, Luna pun berjalan pelan untuk duduk di ranjang milik Rose. Dirinya kembali termenung lalu tak lama Luna pun menangis.

Sena sudah ia titipkan di unit Papah nya, dan tuan Walter langsung menyanggupi untuk mengurus Sena sebentar. Ia memaklumi perasaan anaknya yang sedang terpuruk begitu sedih. Sena juga memang dasarnya anak pintar, jadi anak kecil itu menurut dan tidak merengek pada Luna.

Rumah besar milik Rose hanya terdengar tangisan pedih yang berasal dari Luna, tidak ada lagi suara ataupun kehadiran pemilik rumah ini “Sa-sayang. Kamu bener be-bener ga b-bisa balik lagi ya?... Aku udah k-kangen lagi aja tauu"

Luna menatap pergelangan tangannya, disana ada gelang berwarna merah dengan lambang bunga Rose di tengah tengah nya. Itu gelang yang selalu Rose pakai, sekarang Luna yang akan menjaganya. Sebagai kenangan terakhir dari kekasihnya, walaupun sebenarnya Rose lah yang memberikan ini pada Luna sebelum nafas terakhirnya itu berhembus.

Srek!

Luna terperanjat kaget, tangisannya dengan terpaksa harus terhenti dan langsung menoleh ke sumber suara yang berasal dari luar kamar Rose.

Dengan berlari, Luna menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari dimana sumber suara itu berasal, tetapi kedua matanya tidak melihat apa apa.

Tap.

Pandangan mata Luna jatuh di sebuah pintu kamar yang selalu dijaga oleh Rose. Luna langkahkan kakinya ke arah kamar rahasia itu, dengan hati yang penasaran Luna akhirnya membuka pintu kamar rahasia itu yang ternyata tidak dikunci.

Ceklek~

Kedua mata Luna menelisik ke dalam ruangan itu, dengan kening yang mengerut bingung. Luna bergumam “Kosong?”

Kamar itu kosong!

Tidak ada barang satu pun yang Luna lihat, hanya lantai putih bersih dan juga dindingnya juga tidak ada satu pajangan pun yang tergantung disana.

Tap. Tap. Tap.

Kaki Luna melangkah lebih masuk ke dalam kamar itu, “Emang kosong sedari awal atau-"

“Atau sebelum gue kesini, udah ada orang yang beresin kamar ini. Kalaupun iya, berarti orang itu punya kunci cadangan rumah Rose? Fuck! Apa yang ga gue tau!”


















*
*
*




















Jalan sempoyongan Luna di lorong laboratorium mencuri atensi Alen. Laki laki dengan rambut hitam yang dikuncir itu pun berjalan mendekati Luna “Capt. u right?” tanya nya

Luna menggeleng, kepalanya masih menunduk. Respon dari kaptennya itu membuat Alen menghembuskan nafasnya “Hey! Life must go on. Ga usah terlalu difikirin ya"

“Huaaaa! Kak Lunaaa!”

Dari dalam laboratorium, Carlina berlari dan langsung memeluk Luna. Si paling bungsu di Ad. Time 2.0 itu sedang menangis tersedu “Aku sedihh. Kak Luna harus kuat ya! Kalo Kak Luna nangis terus nanti Kak Rose juga nangis disana"

Luna tersenyum tipis, ia mengangguk lemah dan membalas pelukan dari Carlina. Kasihan bocah ini jadi mengeluarkan ingus.

Mereka bertiga pun berjalan memasuki lab. dan disambut oleh raut wajah melas dari Ezra yang langsung menghampiri Luna dan memeluknya “Ga papa kok kak. Gue yakin Kak Rose juga bahagia di atas sana"

Love, Travel with Us. (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang