Chapter 4

157 4 0
                                    

Aristya pun jadi kalang kabut, ia segera menggendong Maudy. Lalu ia berjalan secepat yang ia bisa, untungnya tak ada anak-anak yang melihat mereka. Bisa-bisa makin lama Maudy diobati, sesampainya di UKS Aristya dengan perlahan menidurkan Maudy di brakar milik UKS. Tak lama petugas PMR pun datang.

“kenapa Aris?” tanya petugas PMR bernama Feby.

“gue juga gak tahu Feb, tiba-tiba aja pas gue lihat Maudy udah dalam keadaan kayak gini” jawab Aristya dengan nafas yang tersengal-sengal.

“bentar, gue panggil dulu dokter sekolah” Feby dengan panik pun berlari untuk memanggil salah satu dokter sekolah.


“Maudy” panggil Aristya, Maudy menoleh namun ia tak sanggup untuk membuka matanya.

“tahan sebentar ya” ucap Aristya, entah ada angin apa Aristya menaruh jari telunjuknya di kening Maudy. Ia mulai mengelus pelan kening milik Maudy, alhasil Maudy sedikit rileks akibat perbuatan kakak kelasnya itu.

Dan tak lama kemudian, dokter sekolah pun datang. Aristya dengan mengerti segera minggir dan memberi jalan untuk dokter sekolah.

Setelahnya dokter sekolah mulai mengecek keadaan Maudy, ia menyuruh untuk membawa roti dan teh hangat manis. Tak lupa dengan obat asam lambung.

“Maudy terkena maag, sepertinya dia belum makan dari kemarin” ucap dokter itu, Aristya menghela nafas.

“biarkan dia istirahat terlebih dahulu yaa” Aristya mengangguk mengerti, setelahnya dokter sekolah pun pamit pergi.


“kenapa gak makan?” tanya Aristya.
Sontak satu ruangan UKS hawanya menjadi dingin, Maudy bergidik ngeri.

“g—gue gak nafsu makan, terus t—tadi pagi gue telat. Jadi gue skip sarapan gue” jawab Maudy dengan kepala ditundukan. Takut.

Aristya menghela nafas. “lain kali kalau pun gak nafsu makan, tetep harus ada asupan” peringat Aristya, Maudy mengangguk pelan.

“kak Ris, kakak bisa keluar gak? Kasian anak-anak pasti bakal cari-cari kita terus” ucap Maudy, Aristya terbelalak.

“bisa-bisanya lo yaa, udah tahu lagi sakit. Masih aja mikirin anak-anak” Aristya menggeleng, ia tak mengerti dengan jalan pikiran Maudy.

“gue kasihan kak” jawab Maudy.

“okay fine gue keluar!” Aristya pun memutuskan untuk memenuhi keinginan Maudy.

Aristya dengan bangganya berjalan di koridor, toh waktunya juga hanya tinggal 3 menit lagi pikirnya.

“KAK ARISTYA” Aristya langsung menoleh, tentu saja ia kaget dengan suara teriakan yang nge-bass dan super duper kencang itu.

“kak, minta tanda tangan dong please. Capek nih udah keliling sekolah nyariin kakak sama kak Maudy” ucap anak lelaki itu, Aristya melihat kondisi anak lelaki itu. Benar saja kondisinya benar-benar penuh dengan keringat, ah ia jadi ingat Maudy.

Jika saja bukan Maudy yang minta, pasti ia tidak akan keluar dan malah membiarkan anak-anak itu kelelahan.

“sini” anak lelaki itu tersenyum lebar, Aristya pun mulai menandatangani kertas bergaris itu.

Antara KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang