13
Apa yang sudah aku lakukan?
Apa yang barusan aku lakukan?
Pertanyaan mengambang seperti bongkahan kayu yang terseret arus sungai dalam pikiranku. Sungguh, apa yang barusan aku lakukan?
Aku menyentuh bibirku. Memanggil kembali rasa dan aroma milik Bernadetta. Bibirnya yang merah, lembab, dingin, gigil... Bibirnya mengusap bibirku. Meninggalkan kecapan mint dari mouthwash-nya, dan memberikan perasaan utuh yang aneh. Tidak sepenuhnya utuh, ada yang hilang, namun tergantikan.
Jangan bilang kalau kenyataan yang kuhadapi tentang Elean sudah membuat sensor di otakku rusak. Bagaimana bisa aku berkomentar soal bibir lawan aktingku? Bagaimana aku menyebut diriku profesional? Dan Bernadetta, dia bahkan baru 18 tahun bulan ini!
Kami belum lama kenal. Kami dijodohkan atas nama strategi marketing. Dan bukan begini seharusnya yang terjadi.
Aku hanya bisa berharap, paling tidak hanya aku yang merasa teraduk-aduk di sini. Jangan sampai Bernadetta merasa keberatan dengan tindakanku. Dia bisa saja melaporkan tindakanku ke HRD. Mereka bisa memecatku karena tindak pelecehan.
Tapi, apa Bernadetta akan menjebakku dengan cara seperti itu? Dia masih polos dan dia tak akan berpikiran sampai sejauh itu.
Ya... Dia tak akan berpikir sejauh itu.
Sekali lagi, dering ponsel mengagetkanku. Aku mengambil ponselku dan membaca nama yang tertera di sana. Eleana. Aku mendengus dan mengabaikannya. Sudah malam. Aku akan keluar dari mobil ini dan segera ke kamarku.
Syuting seharian sudah cukup melelahkan. Di tambah kejutan Elean tadi. Aku layak mendapatkan mandi dan tidur yang tenang malam ini.
Sampai di depan pintu kamar, aku tidak berharap banyak. Elean sudah lama tidak datang. Sekarang mungkin ia sedang sibuk (asik) merobek-robek gaun mahal milik kliennya itu.
Salah.
Elean sudah ada di dalam sana. Menungguku dalam diam. Dengan rokok terselip di jari tangannya. Meski ia tahu kalau di kamarku tidak boleh merokok. Dia sengaja membuatku semakin kesal.
"Jangan merokok di dalam sini," gumamku ketika menggantung mantel dan tasku di belakang pintu.
Elean tidak bergerak. Tapi aku tahu dia bisa mendengarku. Hanya asap rokok yang menguar menyelubunginya. Aku menyalakan lampu karena siluet Elean mulai terlihat seperti salah satu Pokemon. Aku tidak boleh bercanda sekarang.
Aku mendekat padanya, memegangi tangannya dan merebut puntung rokok di tangannya. Ketika aku membuangnya ke wastafel, aku mendengar suara desis dari bara api dan air yang memuaskan telinga.
"Duduk di depanku. Ada yang ingin kukatakan padamu, Flowerita." Elean melipat tangannya dengan anggun. Aku tak habis pikir, ia masih bisa bersikap sombong di saat seperti ini. Ia tidak nampak bersalah sama sekali.
"Besok aku akan menemuimu di kantor. Aku lelah. Aku ingin mandi dan tidur, Elean," ujarku sambil berlalu. Aku memasuki kamar tidur untuk mengganti pakaian.
Elean tidak menjawab. Ia menunggu. Ia masih di sana ketika aku keluar kamar.
"Tidak ada waktu, Flo. Aku tidak ingin kamu mengacaukan semuanya."
Aku hampir tersedak air minum ketika mendengar kata-kata Elean. Dia yang berselingkuh, dan aku yang akan mengacaukan semuanya?
"Aku? Mengacaukan semuanya?" tanyaku. Di saat seperti ini, aku bahkan lebih percaya pada Elean dibanding telingaku sendiri. Aku percaya dia tidak bermaksud buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Level Up! GXG (FREENBECKY POV) (END)
Fanfiction18+ "Karena syuting akan mulai bulan depan, jadi aku ingin kalian menjalin hubungan yang lebih dekat. Maksudku, bukan dekat seperti... Ya kalian tahu sendiri. Tapi, sebagai teman. Kalian bisa mulai dengan pergi makan sushi berdua. Atau, jalan-jalan...