1
P.O.V Flowerita
Ketika aku sampai, gadis itu sudah duduk di sana. Matanya terfokus pada layar ponsel yang terus bergerak dan membiaskan warna-warni di wajahnya.
Aku mendekat dan duduk di satu-satunya sofa yang tersisa di depan ruang CEO agensi yang baru beroprasi selama 3 tahun di kota Purasabha. Agensi Bintang-bintang. Meski, kami para artis lebih senang menyebutnya Stars Agensi. Seperti para penggemar yang hobi menamai sesuatu dengan sebutan yang lebih enak populer untuk didengar atau lebih mudah diucapkan.
Ketika gadis itu menyadari kehadiranku, ia menoleh tak lebih dari sedetik sebelum tersenyum, lalu kembali pada layar ponselnya.
Cih...
Anak jaman sekarang memang kurang mengerti istilah sopan santun dan basa-basi pada orang yang lebih senior. Mereka tidak begitu mementingkan perbedaan umur dan hirarki dalam kehidupan sosial. Mereka cenderung menitikberatkan penghormatan setelah mereka tahu berapa banyak follower seseorang di media sosial. Atau, bagaimana estetika warna yang digunakan setiap orang di setiap postingan media sosial. Bagaimana bisa anak-anak muda ini mengklasifikasikan orang-orang di sekitarnya seperti sekedar palet warna? Aku tidak pernah mau mengerti.
Aku yang mulai bosan menunggu kemudian memindai sekitarku. Keadaan kantor masih sepi. Ada satu atau dua tukang bersih-bersih yang lalu lalang dengan tong sampah kosong dan sapu yang dijepit di ketiak mereka. Setiap kali mereka lewat, mereka akan menunduk sedikit. Mereka tidak diperkenankan menyapa artis-artis di sini. Mereka hanya dibayar untuk bekerja. Bukan untuk menjalin pertemanan.
Kemudian, pandangan mataku tertuju pada gadis di sebelahku lagi. Aroma parfumnya lembut dan terkesan kekanakan. Ia memakai pakaian model jamsuit berwarna kuning terang yang menusuk-nusuk mata. Norak. Meski, aku akui warna itu tidak mengganggu warna kulitnya sama sekali.
Dia gadis berdarah campuran. Kulitnya terang kekuningan. Mulus dan nampak terawat. Bibirnya tidak terlalu tipis tapi ranum, membentuk simbol daun cinta dan kemerahan.
Aku memperkirakan umurnya yang baru menginjak 18 atau 19 tahun. Apa yang dia lakukan di sini sebenarnya?
Tunggu.
Aku menyipitkan mata saat mengenali gambar-gambar yang tertera di dalam layar ponselnya. Meski mungkin ia seorang pembaca yang cepat, aku mengenali akun yang sedang ditelitinya itu. Milikku.
Lalu, pintu ruang CEO membuka ketika pertanyaan menggantung di kepalaku. Sedang apa dia? Mengapa meneliti sosial mediaku? Apa dia salah satu penggemarku? Kenapa dia dan aku ada di depan ruangan CEO sepagi ini? Apakah kami dalam masalah? Tapi aku tidak mengenalnya. Jadi, apa yang ia lakukan? Apa dia melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian sehingga dia ada di sini? Kenapa aku tidak diberitahu sama sekali?
"Silahkan masuk. Bu Eleana Draw sudah menunggu."
Sekretaris CEO tersenyum padaku. Lalu aku bangkit dan berjalan ke dalam ruangan. Aku lega, karena ternyata aku dan gadis itu punya urusan lain.
"Elean..." panggilku pada wanita anggun yang sedang sibuk membaca dari tumpukan kertas di mejanya.
Sang CEO tidak menoleh padaku sampai aku duduk di seberang mejanya.
"Karena kalian berdua sudah ada di sini..."
Kalian? Aku menoleh ke belakang. Gadis berbaju kuning itu berdiri di belakangku dengan kedua tangan yang terjalin di depan perutnya.
"Silahkan duduk." Elean berdiri seolah menyambut gadis tak dikenal itu. Aku ikut berdiri karena alasan sopan santun. Aku membalik badan dan menunggu.
Mereka bersalaman. Lalu gadis itu menoleh padaku. Ia menyampaikan salam. Matanya berwarna biru, menimbulkan kesan dingin seperti telapak tangannya. Di sana, aku sadar kalau ia sedang menahan gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Level Up! GXG (FREENBECKY POV) (END)
Fanfic18+ "Karena syuting akan mulai bulan depan, jadi aku ingin kalian menjalin hubungan yang lebih dekat. Maksudku, bukan dekat seperti... Ya kalian tahu sendiri. Tapi, sebagai teman. Kalian bisa mulai dengan pergi makan sushi berdua. Atau, jalan-jalan...