A/n ; haloo, Berries-ku yang maniiss. Aku mau ingetin buat vote dan follow dulu yaa sebelum bacaa! Biar aku semangat buat update cepet🌷 tengkyuuu
This part kinda 16+ bijak dalam membaca ya😾
Happy Reading!!
•••
"Kamu gak kesurupan, kan?"
"Enggak lah. Nala tiba-tiba pusing," ucap gadis itu sambil memegangi pelipisnya.
"Banget?" tanya Ehsan. Nala menggeleng pelan.
Bella kembali ke ruang tamu setelah bermenit-menit lamanya. "Sorry ya agak lama, tadi ada urusan penting."
"Duh, jadi gak enak banget ninggalin kalian." Mata Bella tidak sesembab yang tadi Nala lihat.
"Gak apa-apa, Bell." Jina menjawab.
Suasana canggung, tidak ada yang mengeluarkan suara. Makanan pun sudah tidak tersentuh lagi, padahal masih tersisa banyak.
"Ehm, kenapa kok gak dihabisin. Gak enak, ya?" tanya Bella pelan.
"Eh engga kok, Bell. Ini kita malah ngerasa gak enak kalo bertingkah seenaknya di sini. Secara kan kita belum terlalu lama kenalnya, hehe," ucap Rere canggung. Tumben banget, biasanya kan dia yang paling barbar.
"Nah iya ... terus ini juga udah lumayan malem, bentar lagi kami izin pulang, yaa." Jina bersuara.
"Eh tapi kan ... ini belum habis." Bella mencegah mereka pulang. Kalau mereka pulang sekarang, pasti ibunya belum tidur. Dan tentu kemarahannya akan berlanjut.
"Udah gak bisa nampung lagi ini," ucap Dhamar. Sembari tangannya menumpuk piring kotor menjadi satu, dan piring yang masih ada sebagian isinya ditata Jina.
"Bella, ayah atau ibu lo di mana? Biar kami pamit pulang," tanya Reno.
"A-ayah aku ... masih di luar kota. Ibu aku udah istirahat." Bella menjawab. "Iihh kalian jangan pulang sekarang dong ... please."
"Maaf banget ya, Bell."
"Eh coba semuanya diem." Dhamar menginterupsi, terdengar suara gemuruh langit yang tandanya sebentar lagi akan turun hujan.
"Nah, daripada kami semua kehujanan di jalan nanti. Mending pulang sekarang aja," ucap Dhamar.
Bella panik, tak tau harus berbuat apa untuk mencegah mereka tetap di sini. Ya Tuhan, Bella cuma gak mau kemarahan ibunya berlanjut. Bisa memar tubuh dia kena pukul terus.
"Ehsan, Nala. Kalian mau kan di sini dulu sebentar. Kan kalian udah janji tadi katanya mau bantuin aku, sekalian aku mau ngomong sesuatu." Bella memohon, "Please, Nala." Kini ia memegangi lengan Nala seakan gadis itu adalah kunci dari persetujuan Ehsan.
Nala ragu, dia gak menjawab. "Nanti kalo udah terlalu malem tapi hujan masih deres, kalian dianter supir aku. Motor Ehsan dititip di sini aja, besok baru diambil, ya?" bujuk Bella.
"Gimana? Mau 'kan, Na?" Bella masih memohon.
Nala tersenyum hangat, "Okey," jawabnya.
Ehsan menghela napas lelah. Entah apa lagi rencana yang mau diperbuat Bella, pikirnya.
"Nah semuanya boleh pulang, kecuali Ehsan sama Nala."
"Udah kak, ga usah diberesin lagi. Biar aku, Ehsan sama Nala nanti yang beresin. Kalian pulang aja. Takutnya nanti kehujanan di tengah jalan kalo gak cepet-cepet pulang," ucap Bella dengan entengnya. Padahal dia sendiri tadi yang ngemis biar pulangnya ditunda dulu.
"Ya udah deh, kami pamit pulang dulu, yaa. See you di sekolah nanti," ucap Dhamar.
"Makasih banyak ya buat hari ini, nanti di sekolah harus ke kantin bareng lagi pokoknya!" Jina berseru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna-Warni Putih Abu
Fiksi Remaja[HIATUS] Gak ada yang spesial dari seorang Adzkia Nala. Dia cuma siswi biasa, menjalani hari-harinya dengan normal seperti remaja pada umumnya. Namun semenjak dia ingin mengetahui tentang sesuatu, tiba-tiba hidupnya jauh dari kata normal. Semakin b...