Aku Bukan Untukmu

81 7 0
                                    

FLASHBACK

"Sorry, I'm late," kata Bunga. Ia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Malik.

"Tidak, aku hanya kecepatan datangnya dari jadwal janjian kita," ujar Malik. Laki-laki itu juga menyodorkan menu makanan agar sang kekasih bisa memesan makanannya.

Setelah melihat dan menetapkan pilihannya, Malik segera memanggil pelayan dan memesankan makanan untuk Bunga.

"Katanya ada yang mau kamu omongin," kata Bunga setelah pelayan pergi dari meja mereka.

"Iya nanti saja kita bicarainnya. Aku yakin kamu pasti belum makan, kan."

"Hmm, bahkan sejak siang aku belum sempat makan karena ada banyak pasien hari ini yang lahiran secar, dan salah satu dari kami juga ada yang cuti. Kami terpaksa membagi tugas yang cuti itu," keluh Bunga.

"Semangat kerjanya. Bukankah ini cita-cita kamu dulu?"

"Iya memang benar. Rasanya begitu menyenangkan bisa membantu wanita-wanita hamil itu untuk melahirkan anak-anak mereka. Kamu tau Malik, bayi-bayi baru lahir itu sangat lucu dan menggemaskan," cerita Bunga dengan semangat. Tampak dari wajahnya selalu bersemangat jika bercerita tentang bagaimana ia menjadi orang kedua yang menggendong bayi-bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia.

"Sabar, nanti kita akan punya bayi kita sendiri," ucap Malik.

"Apaan sih, ngelantur ngomongnya," ujar Bunga.

Tak lama pesanan mereka datang, dan tanpa menunggu lama Malik dan Bunga langsung menyantap makanan mereka. Di sela-sela makan mereka membicarakan mengenai pekerjaan mereka masing-masing.

Hari itu kebetulan Malik menemani atasannya yang seorang direktur sebuah perusahaan besar. Mereka sedang ada lawatan ke Singapura, dan hal ini dimanfaatkan oleh Malik untuk mengunjungi  wanita yang ia cintai.

Bunga dan Malik sudah menjalin hubungan jarak jauh sejak awal hubungan mereka, yakni selama 2 tahun. Terkadang di sela-sela kesibukannya yang seorang asisten direktur, Malik menyempatkan dirinya untuk mengunjungi sang kekasih.

"Kamu mau ngomongin apa?" tanya Bunga ketika mereka telah siap makan malam.

Malik kemudian mengambil sesuatu dari dalam saku celananya dan meletakkannya di atas meja.  Pandangan Bunga menatap heran pada benda yang ada diatas meja itu, dan kemudian ia memandang ke arah Malik.

"Apa maksudnya ini?" tanya Bunga.

"Izinkan aku untuk membahagiakan kamu selama sisa umurku. Jadilah istriku, Bunga. Jadilah ibu untuk anak-anakku," ucap Malik bersungguh-sungguh.

"Bukankah kita sudah pernah membahas ini sebelumnya?" tanya Bunga lagi.

"Dua tahun ini, apa kurang usahaku untuk meyakinkan kamu kalau aku benar-benar mencintai dan menyayangi kamu?

"Malik..."

"Apa kamu tidak bisa melihat ketulusan aku, Bunga?"

"Kamu tau bukan kalau aku belum siap untuk menikah," ujar Bunga.

"Bukankah sebentar lagi masa residen kamu akan selesai? Kamu juga akan kembali ke Indonesia? Setelah itu kita akan membicarakan mengenai pernikahan kita," jelas

"Malik, kamu tau bukan itu maksud aku."

"Apa sampai saat ini kamu belum bisa membuka hati kamu sepenuhnya untuk aku? Apa kamu masih belum bisa melupakan dia?" tanya Malik dengan suara lirih. 

Sebelum memulai hubungan dengan Bunga, Malik tau bahwa wanita ini belum bisa membuka hati untuknya karena trauma yang disebabkan oleh orang masa lalu Bunga. Namun Malik selalu berusaha meyakinkan Bunga bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai dan menyayangi Bunga dan kini ia ingin menjadikan Bunga wanita satu-satunya untuk hidupnya.

"Namanya sudah lama mati di hatiku, Malik," jawab Bunga tegas.

"Lalu kenapa kamu menolakku?" tanya Malik lagi.

"Aku tidak menolakmu."

"Jadi, kamu menerima lamaranku?"

Bunga mengangguk pelan.

"Haruskah aku benar-benar membuka hatiku untuk Malik? Sepertinya Malik bersungguh-sungguh. Dua tahun bukan waktu yang sebentar baginya menungguku, dan dia tidak pernah sekalipun mengecewakanku, padahal dia mempunyai kesempatan yang besar untuk curang karena kami yang berjauhan," batin Bunga.

"Kamu melamunkan apa?" tanya Malik yang melihat Bunga sedang melamun.

"Tidak ada."

Malik mengambil cincin dari dalam tempatnya, kemudian ia mengambil tangan Bunga yang ada di atas meja. Malik memasangkan cincin sederhana namun begitu indah ke jari manis Bunga. Setelah terpasang, tidak lupa Malik mencium tangan Bunga.

"Cantik," pujinya.

Bunga menundukan kepalanya karena malu mendengarkan pujian Malik. Pipinya yang putihpun kini berubah kemerahan.

"Kamu semakin cantik ketika pipimu merona seperti itu," gombal Malik.

"Aku tidak menyangka kalau kamu ternyata bisa gombal juga. Padahal kamu terkenal sebagai asisten Tuan Rendra yang dingin seperti kulkas 2 pintu. Si kaku yang selalu tegas, serius, dan tidak pernah tersenyum."

"Senyumku mahal, dan hanya aku berikan pada wanitaku."

Bunga tertawa mendengarkan ucapan Malik.

"Lalu kapan aku bisa menemui keluargamu?" tanya Malik.

"Nanti setelah aku selesai disini, aku akan mengenalkanmu pada mereka," kata Bunga.

Selama ini baik keluarga Malik maupun Bunga tidak ada yang mengetahui hubungan mereka. Hanya seorang sahabat Bunga saja yang mengetahuinya. Itu semua karena permintaan Bunga. Menurut Bunga, ketika suatu hubungan yang sudah pasti barulah pantas untuk dibagikan pada orang lain.

"Padahal aku lumayan sering bertemu dengan Tuan Randi dan beberapa kali bertemu dengan papamu. Mulutku gatal sekali ingin memberi tahu mereka kalau aku ini kekasihmu," keluh Malik.

"Nanti kamu tidak perlu memperkenalkan diri sebagai kekasihku, tapi kamu bisa memperkenalkan diri sebagai calon suamiku."

FLASHBACK OFF

"Dua bulan. Hanya dua bulan dan kini aku mencintaimu. Tapi kenapa rasa sakitnya seperti ini, Malik? Malah melebihi rasa sakit yang diberi oleh Fadi dulu padaku. Apa ini hukuman untukku karena membiarkanmu cinta sendiri selama dua tahun? Tapi mengapa harus sekejam ini kamu padaku?" batin Bunga.






BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang