Maaf

113 8 0
                                    

Sudah cukup buat Bunga menangisi kehidupannya. Kemarin entah berapa banyak yang tumpah dalam pelukan Mama Lita. Dan ia berjanji pada dirinya kemarin adalah terakhir kalinya ia menangisi pria.

Tak mau ada Fadi dan Malik yang lain yang akan mengganggu hidupnya. Fokusnya saat ini adalah pekerjaannya dan memajukan rumah sakit milik kakeknya. Sang tante yang tidak memiliki anak, selanjutnya nanti kepemilikan akan diwariskan padanya yang memang menjadi satu-satunya keluarga yang mengambil kedokteran, mengikuti sang kakek, sedang Papa Bara tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan rumah sakit, dan fokus dengan perusahaan yang ia dirikan sendiri sejak dulu.

Kembali pada Bunga, pagi itu ia turun dan bergabung dengan anggota keluarganya yang lain. Tadi malam Randi dan Silvia juga memutuskan untuk menginap di rumah keluarga Bara, takut hal yang tidak diingkan terjadi pada Bunga.

Tak ada yang aneh pada diri Bunga pagi itu. Ia turun ceria, seperti biasanya. Walaupun mata sembab masih terlihat, tapi mereka semua tau Bunga berusaha melupakan semuanya, dan mereka akan membantu Bunga.

"Pagi semua," sapa Bunga. Ia mencium pipi Mama Lita dan Papa Bara. Tak lupa ia juga mencium pipi Silvia dan menyalami abang iparnya.

"Pagi juga, sayang," jawab Mama Lita.

"Hari ini kamu bisa pulang cepat tidak, sayang?"

"Belum tau, Ma. Untuk operasi jadwalnya pagi ini semua ada 3. Ada apa emangnya?"

"Mama rencana mau minta temanin sama kamu. Mama mau ambil pesanan Mama di toko kue Tante Rita, setelah itu Mama mau kita we time bareng. Kan sudah lama kita tidak jalan bertiga sama Kakak kamu," jelas Mama Lita.

"Selalu Papa yang ditinggalin," rajuk Papa Bara.

"Tenang, Pa. Nanti kita main golf bareng. Randi udah booking tadi pagi untuk kita berdua," ujar Randi. 

"Nah ini enaknya punya anak laki-laki, ada temannya. Selama ini Papa selalu sendiri diantara mereka. Jadi apa-apa harus mengalah demi ikut maunya ketiga perempuan ini," adu Papa Bara.

Canda tawa menyertai sarapan mereka saat itu. Terjadi kesepakatan tadi malam tanpa diketahui oleh Bunga, bahwa tidak akan ada yang menyinggung masalah Malik lagi. Mereka sepakat untuk menganggap tidak pernah ada hubungan sebelumnya antara Bunga dan Malik. 

Namun tidak dengan Randi. Laki-laki itu berniat untuk menemui Malik, pria yang selama ini ia kenal adalah pria baik dan tidak pernah terlihat bersama dengan wanita, ternyata menyakiti terlalu dalam adik ipar yang ia sayangi seperti adik kandung itu. Ia mengenal Bunga sejak masih di bangku SMA. Tak hayal ia menganggap Bunga sebagai adik kandungnya.

Di tempat lain, Malik juga tengah sarapan dengan Olivia. Tidak ada obrolan sejak awal kegiatan sarapan mereka, sampai akhirnya Malik pamit untuk pergi ke kantor.

Wajahnya tampak begitu lelah. Hal ini akibat semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan Bunga. Malik berfikir sepertinya ia harus menemui Bunga untuk menjelaskan kejadian sebenarnya dan meminta maaf pada wanita itu. Syukur-syukur Bunga mau memaafkannya, namun Malik sendiri tahu bahwa itu adalah hal yang sulit.

Ia sangat mengenal Bunga. Sekali dikecewakan, perempuan itu tidak akan pernah melihat ke belakang lagi. Tapi Malik tidak ingin menjadi lelaki pengecut, ia harus menemui Bunga. Namun ia bingung bagaimana caranya menemui Bunga.

Nomor ponselnya telah di blokir. Apakah ia harus menemui Bunga di rumah sakit atau di rumahnya? Bagaimana jika wanita itu menolak untuk menemuinya?

Karena sibuk memikirkan Bunga, tak terasa Malik telah sampai di kantornya. Baru saja ia tiba, pekerjaan sudah menunggunya. Menjadi asisten dari Direktur sangat menyita waktunya.

"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Tuan Rendra yang baru saja masuk ke dalam ruangan Malik.

"Tidak apa, Tuan. Saya hanya kurang tidur saja," jawab Malik.

"Ada masalah dengan istri kamu?"

"Tidak ada, Tuan. Semuanya baik-baik saja."

"Kalau kamu butuh waktu untuk libur, tidak apa. Kamu ambil cuti saja. Kamu juga jarang ambil jatah cuti kamu, nikahan kemarin juga kamu tidak ambil cuti," kata Tuan Rendra. Malik langsung masuk kerja setelah sehari sebelumnya melangsungkan pernikahan. Rendra sudah memaksanya, namun Malik menolak. Menurutnya tidak perlu sampai cuti karena pernikahannya ini.

"Tidak, Tuan. Saat ini pekerjaan kita sedang banyak. Nanti saja setelah sudah sedikit senggang akan saya ambil jatah cuti saya.," ucap Malik.

"Baiklah, terserah kamu." Rendra tak akan memaksa. Ia tahu bagaimana cerita bagaimana Malik harus menikahi Olivia.

"Ada perlu apa sebelumnya, kenapa Tuan datang ke ruangan saya?" tanya Malik.

"Oh iya. Meeting dengan Pak Heru diubah jadi makan siang. Nanti kita langsung ke restoran tempat biasa."

"Baik, Tuan."

Tok... Tok... Tok...

"Permisi, Tuan. Ada Tuan Randi di luar. Ingin bertemu dengan Tuan Malik," ucap sekretaris Tuan Rendra setelah membuka sedikit pintu ruangan.

"Suruh saja beliau masuk," perintah Rendra.

Tak lama tampak Randi masuk ruangan Malik. Pandangannya langsung tertuju pada Malik yang saat ini berdiri persis di belakang tubuh Rendra.

"Ada apa, Randi? Tumben pagi-pagi kamu kemari. Rasanya tidak ada jadwal temu kita hari ini," kata Rendra yang memang berteman cukup dekat Randi.

"Aku kesini bukan untuk menemuimu, tapi aku ingin bertemu dengan asistenmu itu," ujar Randi sambil menunjuk Malik.

"Malik? Ada apa?"

Randi melangkah dua langkah ke depan. Ia menunjukkan wajah tegasnya. Untung saja ada Rendra disana. Kalau tidak mungkin ia akan merengsek maju dan mengahajar wajah batu Malik.

"Aku tidak tau kapan dan bagaimana kalian memulai hubungan itu. Tapi yang jelas dan yang aku minta, jangan pernah menunjukkan wajahmu dan istrimu di depan Bunga lagi. Sudah cukup kalian berdua menyakitinya," tegas Randi.

"Tunggu, ini ada apa sebenarnya?" tanya Rendra yang mengalihkan pandangannya ke Malik dan juga Randi secara bergantian. Rendra hanya tau kalau Malik dulu memiliki kekasih, tapi tidak tau siapa nama kekasih asistennya itu.

"Cukup tadi malam untuk pertama dan terakhirnya aku melihat air mata Bunga, apalagi itu karena laki-laki brengsek kayak kamu!" kata Randi lagi tanpa memedulikan perkataan Rendra sebelumnya.

"Saya minta maaf," kata Malik.

"Saya tidak perlu maaf kamu. Saya hanya perlu kamu menjauh sejauh mungkin dari Bunga. Minta juga istri kamu untuk mencari dokter lain. Masih banyak dokter kandungan di kota ini!" tegas Randi lagi.

"Baik nanti akan saya katakan pada istri saya." Malik tidak menolak. Ia bahkan juga memikirkan hal ini. Ia tidak mau membuat perasaan Bunga semakin hancur. Harus menjadi dokter bagi istri dari mantan kekasihnya. 

"Oke. Aku balik dulu." Randi langsung pamit dan keluar dari ruangan Malik. 

Rendra langsung menatap tajam Malik yang masih berdiri dengan wajah yang kian kusut. Bahkan kini Malik juga sudah mengendorkan dasi yang terpasang rapi dilehernya.

"Mantan kekasih kamu itu,  Bunga?" tanya Rendra langsung.

Malik hanya menggangguk tanda sebagai jawaban.

"Ya Tuhan." Rendra mengusap kasar wajahnya.





BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang