Mahir Memberi Luka

87 7 0
                                    

Beruntung hari itu pekerjaan Bunga sudah selesai dan Olivia adalah pasien terakhirnya. Setelah cukup lama berdiam diri di dalam ruang prakteknya, Bunga keluar dari ruangannya dan segera pulang ke rumah.

Tak butuh lama bagi Bunga untuk sampai ke rumah karena ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bunga ingin sesegera mungkin sampai rumahnya.

Sampai di rumah, Bunga memarkirkan asal mobilnya di halaman. Tidak hanya mobilnya, tapi juga ada mobil Randi dan papanya yang sudah terparkir di garasi, namun Bunga tidak terlalu memperhatikannya.

Bunga masuk dengan tergesa-gesa ke dalam rumah tanpa menyapa keluarganya yang saat itu sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Tumben jam segini sudah pulang, Nak?" tanya Lita. Bukannya menjawab, Bunga langsung berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai 2.

"Kenapa dengan dia?" tanya Silvia.

"Ngga tau. Sebentar Mama susul adik kamu ke atas." Lita segera berjalan menyusul Bunga yang sudah masuk ke dalam kamarnya. Lita berharap kamar anak gadis bungsunya itu tidak terkunci.

Tiba di depan pintu kamar Bunga, Lita memegang handle pintu dan mencoba membukanya perlahan. Beruntung pintu tidak dikunci sehingga Lita bisa masuk ke dalam.

Lita mendorong pelan ke belakang pintu kamar Bunga. Ia memasukkan sedikit kepalanya dan melihat Bunga sedang duduk di lantai, dekat dengan ranjangnya. Bunga duduk dengan memeluk kedua lututnya.

Lita masuk perlahan, mendekati sang putri. Lita ikut jongkok di depan sang putri, dan ia mengusap kepala Bunga.

"Ada apa, Nak? Kalau kamu ada masalah, cerita sama Mama," ucap Lita pelan.

Bunga mengangkat kepalanya dan menatap pada Lita. Matanya sudah sangat merah dan berair.

"Mama," panggilnya lirih.

"Iya, sayang," jawab Mama Lita.

"Kenapa dia begitu jahat, Ma," ucap Bunga.

"Siapa, Nak?"

"Ma... Aku ngga tahu ternyata sangat sakit, Ma. Hatiku sangat sakit, Ma." Akhirnya runtuh sudah pertahanan Bunga selama beberapa hari ini. Dalam pelukan sang ibu, Bunga tumpahkan semua kesedihan dan tangisan yang ia pendam.

Mama Lita tidak berkata apa-apa. Wanita itu hanya terus memeluk sang putri sambil mengelus punggung Bunga.

"Dia yang meminta aku untuk membuka hati. Dia yang meyakinkan aku kalau dia berbeda dengan Fadi. Dia yang terus bilang kalau dia sayang dan cinta sama aku. Dia yang bilang kalau ingin menikah dengan aku, Ma. Tapi kenapa dia malah menikah dengan yang lain, Ma.

Apa ini karma buat aku, Ma karena tidak pernah terlalu memerdulikannya selama dua tahun ini. Apa ini balasan dia padaku, Ma. Tapi kenapa dia begitu kejam, Ma. Sakit, Ma. Ini sungguh sangat sakit.

Dia sangat tahu tentang traumaku memulai hubungan baru dengan pria. Tapi dia yang dulu sabar dan meminta aku menerimanya. Disaat aku sudah mulai menerima dan mencintainya, kenapa dia membuangku seperti ini, Ma. Sakit, Ma sakit."

Tangisan pilu yang keluar dari mulut Bunga sangat menyakitkan hati seorang Mama Lita. Ia tak menyangka bahwa sang putri menyimpan luka yang begitu dalam pada seorang pria. Tak hanya Mama Lita, Papa Bara, Silvia dan Randi yang berada di depan pintu juga ikut merasakan kepedihan Bunga. Silvia bahkan sampai tak kuat menopang dirinya dan kini ia dalam pelukan sang suami.

"Awalnya ku kira dia meninggalkanku karena sudah capek karena terlalu lama menungguku membuka hati untuknya. Dua bulan lalu dia melamarku, Ma. Dia berniat serius padaku. Tapi sekarang dia menikah dengan yang lain. Bahkan wanita itu sudah hamil dua bulan. Lalu untuk apa dia melamarku waktu itu?

"Setelah dia melamarku dia tidur dengan perempuan lain sampai wanita itu hamil, Ma. Sakit, Ma. Hatiku sungguh sakit sekali." Tangis Bunga semakin kencang setelah memberikan fakta yang baru ia ketahui tadi. Bunga semakin kencang memeluk tubuh sang ibu. Air mata dan emosi yang ia tahan selama seminggu ini Bunga keluarkan semuanya. Bunga menangis dengan suara yang keras. Siapa yang tak pilu mendengar tangis dari gadis yang selama ini terkenal ceria dan periang.

"Ya Tuhan, putriku." Tangis Mama Lita pun tak kalah kencang mendengar pengakuan akhir dari sang putri. Ia tidak menyangka ada pria sekejam itu memperlakukan putrinya ini.

Bara yang tak kuat akhirnya masuk ke dalam dan ikut memeluk istri dan putri bungsunya.

"Katakan sayang. Siapa pria itu? Siapa pria yang sudah menyakiti kamu sedalam ini?" tanya Bara lirih. Sungguh, di usia putrinya yang sudah memasuki kepala tiga ini, baru kali ini dia melihat Bunga menangis sampai seperti ini. Bahkan ketika masih SD dulu putrinya pernah jatuh dari sepeda dan mengakibatkan tangannya patah, Bunga tidak menangis sehisteris seperti sekarang.

Bunga tidak menjawab, wanita itu hanya terus menangis, mengeluarkan kesedihannya.

"Sayang, Papa minta kamu katakan siapa pria itu, Nak," ucap Bara sekali lagi ketika melihat Bunga sudah bisa menguasai dirinya.

"Malik," jawab Bunga lirih.

"Malik siapa?" tanya Bara.

"Malik, asisten Tuan Rendra dari Gama Corp," jawab Bunga.






BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang