"Lo ikut bokap lo lagi, Yung?" tanya Hanin sembari menempelkan punggung tangannya di dahi pemuda itu.
Bayu yang tengah tidur dengan posisi tengkurap mengangguk samar. Sabtu malam ia memang sering menemani sang ayah—yang berprofesi sebagai sopir travel—melakukan perjalanan antarkota dan pulang Minggu sore atau malam. Tidak selalu memang, hanya dua sampai tiga kali saja dalam satu bulan, tetapi tetap saja berakhir tumbang seperti sekarang.
Arsen yang muncul membawa sebuah obat herbal kemasan saset berwarna kuning langsung menimpali,"Jangan terlalu sering, Yung. Bukan enggak boleh berbakti, tapi sadar batasan. Badan lo kayak kerupuk anjir. Kena angin sedikit langsung sakit. Dua kali okelah. Misalkan lo enggak tega Om Fahmi jalan sendiri, gue sama anak-anak bisa gantian nemenin."
"Kecuali Hanin," sambar Aries. Ia tahu isi kepala sahabat perempuannya. Hanin selalu ingin ikut-ikutan semua yang mereka lakukan.
Mendengar itu, Hanin melotot.
"Apa lo melotot-melotot? Kayak mata lo bagus aja," lanjut Aries dingin.
Naren terkekeh geli. Hanin memang satu-satunya perempuan di antara mereka yang harus dijaga. Jadi, mana mungkin mereka berlima mengizinkan anak itu melakukan sesuatu yang hanya boleh dilakukan laki-laki.
"Yung, minum dulu."
Bayu bangun dan mendapati Arsen berjongkok di sampingnya sembari menyerahkan obat herbal saset berwarna kuning. Ia menerima obat tersebut, kemudian meminumnya dalam sekali teguk. "Makasih."
"Pulang aja, Yung."
Tegas Bayu menggeleng. Jika ia pulang cepat, sang bunda pasti mempertanyakan. Apalagi dia sekelas dengan Wil yang tidak lain adalah kakak tirinya. Sudah bisa dipastikan Bayu akan dimarahi habis-habisan. Lebih buruknya lagi ... dibandingkan.
Selang berapa menit, bel berbunyi. Mereka kompak duduk ke bangku masing-masing. Di saat bersamaan orang yang tidak ingin Bayu temui—untuk saat ini—masuk beriringan dengan murid lain. Pemuda itu hanya meliriknya sekilas, kemudian duduk di bangku yang berseberangan dengan Bayu, tepatnya di samping jendela.
Wil memang selalu bersikap dingin terhadap sang adik. Sekalinya bicara, mencari gara-gara, dan ujungnya pasti bertengkar dengan anak Fortius yang lain, terutama dengan Naren si sumbu pendek.
Naren tak melepaskan pandangannya dari Wil. Takut jika anak itu tiba-tiba menjahili Bayu.
Merasa diperhatikan, Wil menoleh dan mendapati Naren tengah menatapnya. "Apa lo lihat-lihat? Mau gue colok mata lo?"
Refleks Naren berdiri mendengar celotehan Wil, siap jika harus menghajar anak itu, tetapi Arsen menahan pergerakannya.
"Pelajaran pertama, Ren, anjir. Jangan banyak tingkah dulu," ujar Arsen.
Sebagai ketua kelas mengemban tanggung jawab besar untuk membuat kelas selalu kondusif, terutama di jam pelajaran.
"Dia mau nyolok mata gue!"
"Enggak! Udah duduk. Bentar lagi Bu Lani masuk, kalau bikin ulah, mata lo dicolok beneran."
Jangan lupa Naren paling bungsu di antara mereka. Dia juga anak tunggal. Jadi, selain sumbu pendek, manja, kadang bloon plus-plus juga.
Naren terpaksa menuruti perintah Arsen. Bagaimanapun, ia tidak ingin memberatkan tugas sahabatnya. Arsen ketua kelas, tidak mungkin Naren jadi pembuat onar.
Bayu sendiri tak banyak bicara. Bayu yang satu bangku dengan Arsen hanya duduk diam, walaupun keributan itu dialah penyebabnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Untuk Bayu | JJK
Teen FictionDaun tidak dihadirkan untuk membenci angin yang menjatuhkannya. Tak pula menaruh dendam pada alam yang membuatnya mengering dan terinjak. Bersedia mengampuni kendati dicederai berulang. Begitupun Bayu. Bukan tak pernah patah setelah dilukai berkali...