Bayu jadi banyak melamun setelah perbincangannya dengan Wil tempo hari. Meski terang-terangan membantah semua yang sang kakak katakan, hati kecilnya mengaku kalah. Perayaan ulang tahun sang bunda adalah hal terakhir dan terbaik yang bisa Bayu lakukan sebelum benar-benar pergi.
Wil benar, terlalu erat menggenggam sesuatu hanya akan melukainya lebih dalam. Rasanya tidak tahu diri, di saat banyak orang berusaha mati-matian membahagiakannya, ia justru melukai dirinya sendiri sedalam itu, setiap hari. Jadi setelah acara, menjauh seperti keinginan sang bunda adalah yang terbaik. Bayu bisa menjalani hidup baru bersama ayah, ibu, dan kedua adiknya. Kesembuhannya sendiri adalah bonus, tetapi jika Tuhan memintanya untuk pulang pun Bayu tak keberatan. Dia sampai di titik itu.
Asyik melamun, Milly tiba-tiba masuk ke kamar rawat Bayu bersama seorang perempuan.
"Pagi Anak Ganteng tante."
"Pagi, Tante."
"Kamu sendiri? Yang lain ke mana?"
"Ayah sama ibu pulang dulu jemput adek. Teman-teman sekolah, terus tante sama om yang lain juga lagi keluar dulu."
Milly mengambil kursi kecil samping tempat tidur Bayu, kemudian meminta perempuan yang datang bersamanya duduk.
"Sayang, tante datang bawa teman. Namanya Dokter Lula."
"Halo, Dok," sapanya.
"Halo, Bayu. Gimana perasaan kamu hari ini?"
"Baik, alhamdulillah."
"Dokter ke sini buat jadi teman cerita Bayu. Ada yang mau Bayu ceritain enggak sama dokter?"
Semula Bayu tampak bingung, tetapi Milly berusaha meyakinkan agar Bayu berterus terang jika ada yang mengganggu pikirannya.
"Bunda."
"Bunda kenapa?"
"Aku pengin sama bunda, tapi bunda malah mau aku hilang."
"Hilang gimana?"
"Ya, hilang ... sampai bunda enggak bisa lihat aku lagi."
"Sayang, apa menurut kamu itu benar?"
Bayu mengangguk. "Aku harus selalu nurut sama bunda, Dok. Aku udah janji sama bunda. Dulu, janji kelingking itu janji yang serius, jadi aku enggak boleh ingkar."
"Apa janji Bayu sama bunda?"
"Aku harus selalu nurut sama bunda dan ngalah sama kakak karena kakak dari kecil udah ditinggal ibunya."
Dokter Lula mulai mengerti inti dari masalah Bayu. "Bayu, kakak orang tuanya berpisah, kalau orang tua Bayu?"
"Ayah sama bunda pisah juga."
"Berarti apa?"
Pemuda itu menggeleng.
"Berarti Bayu dan kakak sama-sama pernah ada di posisi sulit. Jadi, kebahagiaan kakak bukan tanggung jawab Bayu. Suka atau enggak kakak harus berdamai sama masa lalunya, begitupun Bayu. Bayu tau boundaries? Bayu harus punya batasan, mana yang boleh Bayu terima dan mana yang enggak."
"Tapi aku sayang bunda, dan aku juga sayang kakak. Kakak itu sumber kebahagiaan bunda, jadi kakak harus bahagia biar bunda bahagia."
"Dengan Bayu hilang, apa kakak bahagia?" tanya Dokter Lula lagi.
Cukup lama anak itu terdiam. Bingung harus menjawab apa. Jika dulu Wil mungkin senang, tetapi sekarang sang kakak justru ada di pihaknya. Bayu jadi tidak yakin kakaknya akan bahagia dengan kepergian Bayu.
"Bayu yakin kakak bakal bahagia kalau Bayu hilang?" ulangnya.
Akhirnya, Bayu menggeleng.
"Kalau kakak enggak bahagia, bunda juga enggak bahagia dong. Dokter benar enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Untuk Bayu | JJK
Novela JuvenilDaun tidak dihadirkan untuk membenci angin yang menjatuhkannya. Tak pula menaruh dendam pada alam yang membuatnya mengering dan terinjak. Bersedia mengampuni kendati dicederai berulang. Begitupun Bayu. Bukan tak pernah patah setelah dilukai berkali...