Sejak bel istirahat berbunyi, Bayu tak bergerak menatap sang kakak yang terlihat tengah bercengkerama di pinggir lapangan. Di kepalanya muncul tanya, bagaimana cara menjadi Wil? Sedangkan semua yang dimiliki kakaknya itu benar-benar jauh dari genggaman.
Dilihat dari sisi mana pun sosok Wil memang sempurna. Dia kapten futsal, pintar dalam akademik, tampan, kaya apalagi, jangan ditanya. Satu-satunya yang tidak Wil miliki adalah sahabat seperti Arsen, Aries, Sabil, Naren, dan Hanin. Kebanyakan mendekat karena tahu kelebihan Wil, bukan karena ingin bersahabat dekat layaknya sahabat Bayu. Hal itu yang membuat Bayu unggul satu poin dari Wil. Sayangnya, sang bunda tidak akan melihat itu.
"Ngapain Yung?" tanya Aries seraya menyeret kursi, kemudian duduk di samping sahabatnya.
"Lo bukannya ke kantin?" Bayu justru balik bertanya.
"Iya, tapi sadar ada yang ketinggalan."
"Apaan? Dompet?"
"Sahabat gue."
Jangan berharap Aries mengatakan hal itu dengan senyum jahil atau menggoda. Wajahnya datar tanpa ekspresi, tetapi sanggup membuat seorang Bayu Sandiarsa Wildani mengulum senyum. Bayu normal, sungguh. Namun, tak bisa dipungkiri diperlakukan manis oleh manusia sedingin kutub seperti Aries membuat hatinya hangat.
"Gimana caranya jadi kakak, ya?"
Aries terhenyak mendengar pertanyaan Bayu. "Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa tiba-tiba?"
"Gue iri. Bunda selalu terlihat antusias kalau bahas kakak. Suatu hari gue juga pengin diceritakan ke orang-orang dengan wajah sebahagia dan sebangga itu."
Refleks Aries membuang pandangannya ke arah lain. Ada yang menyerang telak ulu hatinya. Ia pernah ada di fase itu dan Bayu yang membantunya mendapatkan apa yang dia inginkan; pengakuan, harapan, kasih sayang penuh, dan kebahagiaan, sedangkan saat ini Aries tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Bayu.
Sadar Aries tiba-tiba diam, Bayu lantas berkata, "Susul anak-anak, yuk. Gue lapar."
Aries yang semula sibuk berpikir langsung mengangguk, kemudian berjalan beriringan dengan sahabatnya menuju kantin.
"Mas Bayu!"
Bayu yang baru memasuki area kantin, langsung tengok kanan-kiri mencari sumber suara dengan wajah bingung. Sementara Aries sudah lebih dulu berjalan ke meja teman-temannya.
"Mas Bayu." Seseorang berlari tergopoh ke arahnya dengan senyum merekah. Ia bahkan menarik lembut tangan Bayu, mengajaknya menjauh dari keramaian. "Mas Bayu ulang tahun?"
"Hah?"
"Hari ini Mas Bayu ulang tahun?"
"Hah? Enggak. Emang kenapa, Bu?"
"Lho? Kata Mas Wil ulang tahun, jadi semua yang jajan istirahat pertama ini ditraktir."
Bayu tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. "Enggak, Bu. Ulang tahun saya masih lama."
"Waduh, Mas Wil gimana, sih, kok kasih informasi salah begini. Mana yang jajan udah banyak. Haduh, rugi bandar ini."
"Yang jajan berapa orang, Bu? Sama pesan apa aja? Nanti saya yang bayar, tapi langsung di-stop aja, ya, Bu. Kalau ada yang jajan lagi, bayar sendiri soalnya saya beneran enggak ulang tahun."
Bukan jahat, tapi Bayu tidak punya uang banyak untuk membayar tagihan selanjutnya.
"Duh, maaf, ya, Mas. Tadi Mas Wil udah kasih DP dua ratus ribu, sih, jadi Mas Bayu bisa bayar sisanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Untuk Bayu | JJK
Teen FictionDaun tidak dihadirkan untuk membenci angin yang menjatuhkannya. Tak pula menaruh dendam pada alam yang membuatnya mengering dan terinjak. Bersedia mengampuni kendati dicederai berulang. Begitupun Bayu. Bukan tak pernah patah setelah dilukai berkali...