6. Kebrutalan Di Bengkel

43.2K 487 222
                                    

Aku masih tidak menyangka bahwa hari-hari berjalan sangat cepat. Pada hari keempat aku menginap di kontrakan Bang Gunan, terdengar kabar bahwa truk Bang Gunan telah selesai diperbaiki. Orang-orang bengkel mengatakan hal itu kepada Bang Gunan lewat telepon. 

Aku mendengar seluruh percakapan keduanya dengan begitu jelas. Karena aku tengah duduk di atas pangkuannya, merangkul leher jenjangnya, berayun di atas gagah perkasanya Gunanku. Kabar itu merusak kebahagiaanku. Karena aku masih ingin bermanja dengan Bang Gunan, juga melakukan olahraga panas yang kini menjadi favoritku. 

"Nanti malam, abang akan pergi ke bengkel truk. Truk abang telah selesai diperbaiki," ucap Bang Gunan seraya mengelus rambutku.

"Yah... abang mau pergi, ya?" balasku cemberut, kemudian menyenderkan kepalaku ke dadanya yang lapang. 

"Abang janji bakal kembali lagi buat mungilnya abang," jawabnya memelukku. 

"Ngomong-ngomong..." ujarku yang terhenti. 

Aku jadi terpikirkan soal ini. Bang Gunan memiliki nafsu dan stamina yang sangat-sangat tinggi. Pertanyaannya, bagaimana cara Bang Gunan memenuhi kebutuhan biologisnya selama berada di jalanan? Tidak mungkin jika Gunanku hanya masturbasi karena kebrutalannya menggambarkan bahwa ia sangat berpengalaman dan tidak akan puas jika hanya dengan kocokan tangan. 

Haruskah aku bertanya pertanyaan yang sudah terjawab itu? Aku tidak sanggup mendengar jawabannya meluncur dari mulut Gunanku, menghancurkanku berkeping-keping. 

"Apa?" kata Bang Gunan sembari menatapku dengan tatapan penuh tanya. 

"Pasangan baru memang romantis," sahut Mas Edi, sopir muda sekaligus teman Bang Gunan, yang menggangguku bermesra dengan Bang Gunan. 

Mas Edi humoris. Awalnya, aku pikir dia adalah orang yang menakutkan. Ternyata, aku bisa lumayan dekat dengannya. Aku tidak lagi khawatir apabila bermesra dengan Bang Gunan di depannya.

"Oh, iya. Ed, sore nanti ikut ke bengkel, ya. Kata orang bengkel, truknya udah selesai diperbaiki," ujar Bang Gunan. 

"Aku ikut. Boleh, ya, bang," sahutku tak ingin tertinggal. 

"Dasar bucin," celetuk Mas Edi sembari berlalu dan menyeruput minuman yang ia bawa. 

"Boleh, kok," ucapnya buru-buru menimpali. 

Sore harinya, kami tiba di bengkel yang jaraknya lumayan jauh dari kontrakan Bang Gunan. Jarak antara kontrakannya dan bengkel itu mungkin sekitar 10 km. Sampai di sana, Bang Gunan, pak sopirku, segera menanggalkan jaketnya karena gerah dan menyisakan kaus tanpa lengan saja. Sial, pak sopirku itu terlihat sangat jantan. 

Bang Gunan, Mas Edi, dan pekerja bengkel berdiskusi, membicarakan tentang truk mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bang Gunan, Mas Edi, dan pekerja bengkel berdiskusi, membicarakan tentang truk mereka. Aku tidak terlalu mengerti tentang apa yang mereka bicarakan. Yang jelas, bengkel ini lebih luas dari yang ada di dalam pikiranku. 

Pelan-Pelan Pak Sopir [GAY LOKAL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang