♛ Prolog

57 7 6
                                    

Jika aku berkesempatan
memilih posisi ini atau dirimu...
Maka akan kubuang jauh mimpi untuk
jadi seonggok sampah yang bahkan tak
bisa menyelamatkanmu


-Pegunungan Arsha di wilayah timur Bratagini, Tahun 294 Kalender Kekaisaran-

Aku Arkan. Di usiaku yang menginjak 28 tahun, menara sihir resmi menjadikanku Kepala Menara sekaligus Penyihir Agung di Abad 3 Kalender Kekaisaran. Orang-orang memanggilku master muda. Karena Penyihir Agung di Abad 2 masih hidup, sehingga jika diibaratkan dengan singgasana kekaisaran maka aku seperti seorang putra mahkota yang akan segera mewarisi takhta. Bukan sebagai Baginda Kaisar tentunya, melainkan Penyihir Agung.

Aku mengabdikan masa mudaku untuk mengejar mimpiku. Menjadi orang hebat yang dapat melindungi orang-orang yang kusayangi dan menjadi andalan bagi mereka. Hingga setiap kali mereka membutuhkanku, aku dapat memenuhi harapan dan keinginan mereka. Namun, hari ini aku berdiri di tengah sebuah pertempuran yang berlumur darah.

Hatiku berdenyut, muncul takut dan cemas akan seorang gadis yang berada di dalam peperangan ini. Pasukan kami semakin terhimpit, aku yang terlambat mengetahui berlangsungnya perang ini karena tertidur saat kebangkitan hanya bisa mengerahkan kekuatan semaksimal mungkin. Tapi akankah dia baik-baik saja? Aku harus segera mencari, membantu, dan melindunginya!

Lyla, aku telah menjadi penyihir agung seperti yang kau inginkan. Kau harus hidup untuk dapat memuji dan memberiku ucapan selamat, jadi bertahanlah. Aku pasti akan datang padamu.

Di penghujung senja, langit nampak bersinar kemerahan. Seolah mengatakan pada dunia, lautan darah telah tumpah di tanah timur. Aku telah membunuh begitu banyak pasukan musuh, tapi tak kunjung berjumpa dengan Lyla. Aku memutuskan pergi ke arah bukit, dan di bagian barat bukit terlihat pasukan musuh tengah menyerbu dengan ribuan panah ke arah seseorang di hilir sungai tak jauh dari bukit. Oh, Tidak! Lyla dalam bahaya-

"MATI KAU!!"

"LYLA BERHATI-HATILAH!!" mataku membelalak saat melihat mata pedang itu mengarah pada siapa. Tidak! Kau tidak boleh terluka!!

Suara pedang yang saling beradu terdengar begitu sengit. Wajah yang penuh peluh itu mulai nampak pucat. Bukankah gadis itu sudah mencapai batasnya? Sial- kekuatanku masih harus aku gunakan untuk membuat perisai besar yang menahan banyaknya panah musuh yang mengarah padanya. Lyla yang menyadari gelombang sihir menengok ke arahku dan kehilangan konsentrasinya, lalu-

JLEB!!!
Pedang itu akhirnya menembus tepat di jantung Lyla. Ia pun jatuh terkulai lemah, darah segarnya mengalir membasahi tanah dengan pedang yang masih menancap di dada. Melihat itu, amarahku membuncah. Ku kerahkan segenap kekuatanku untuk meledakkan pegunungan di sisi Barat Bukit tempat mereka melancarkan serangan. Banyak prajurit musuh berjatuhan. Namun, Lyla?

"Arkan.. Aku.. Haaah" ia menoleh ke arahku. Aku bergegas menghampirinya lebih dekat. Air mataku mengalir begitu saja. Tubuhku gemetar menyaksikan betapa genangan darahnya membasahi tanah tempat kakiku berpijak.

"Akhirnya, akhirnya aku berhasil membunuhmu Archalyla! Ahahahahaha sekarang kamu akan segera mati.." seringai pemilik pedang itu. Aku menatap tajam ke arahnya. Kekuatan sihirku meluap bagai amarah yang menyala-nyala. Aku ingin membunuhnya saat ini juga- orang yang telah melukaimu! Tapi tiba-tiba saja Lyla mengeluarkan rintihan dengan nafas yang tersengal seolah ia tak lagi mampu bertahan.

"Tidak, kumohon Lyla bertahanlah!!!" Dengan tangan gemetar, aku menaruh kepala Lyla dalam pangkuanku. Ia semakin kesulitan bernapas dan gurat wajahnya yang kesakitan telah menyiratkan perpisahan dengan wajah manisnya yang tersenyum getir.

"... A-aku akan mengerahkan seluruh kekuatanku untuk menyembuhkan dirimu. Jadi, jangan pejamkan matamu Lyla! Bukankah aku menjadi seperti sekarang demi kamu? Jadi jangan pergi disaat kita seharusnya merayakan tentangku bersama-sama?"

Aku tidak akan membiarkanmu mati. Akan aku lakukan apapun yang ku bisa, asalkan hal itu mampu menyelamatkanmu. Saat aku tengah mengerahkan seluruh kemampuanku, Lyla menahannya dengan menggenggam tanganku. Aku bahkan belum sempat mencabut pedang yang menancap di tubuhnya yang rapuh itu.

"Jang.. an... aku sudah.. tidak.. mam- pu. Hentikan... saja... pe..perang.. ini. Ka-karena... aku, aaaaaarrrggghhh... se..lamat tinggal... Ar..kan.." begitulah akhir hidup gadis kecil yang kucintai.

"TIDAAAAAAAAAKKKKKK!!!"

Haruskah ku hancurkan saja dunia?
Gadis yang akan ku lindungi dengan kekuatan ini baru saja menghembuskan napas terakhirnya di pangkuanku.

𖤐𖤐𖤐

Rivany Athala, Ketika Dimensi BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang