♛ Episode 1

47 9 8
                                    

Aku merindukan seseorang yang bahkan tak bisa ku kenali
Sebuah rasa akan kerinduan menggebu yang tak terbendung dan begitu meluap
Tapi, pada siapa rasa ini tertuju?

-SMK Tirai Angin Jakarta, Tahun 2018-

"Dengan ini kami umumkan, peraih nilai tertinggi Ujian Akhir Semester 2 - Tahun Ajaran 2017-2018 diraih oleh... Kelas XI-AKL II atas nama Rivany Azkara. Kepada ananda Rivany dipersilakan naik ke atas panggung, beri tepuk tangannya!"

Sorak sorai bergemuruh. Haru biru mewarnai begitu banyak wajah ditempat itu. Bak dewi kemenangan, Rivany mendapat banyak kasih dari teman-teman sekelasnya.

"Akuntansi, akuntansi!!" semua orang berbangga terhadap peringkat 1 tahun ini!

Setelah rangkaian penerimaan piala, sertifikat, hadiah apresiasi, dan swafoto Rivany baru merasa bahwa semuanya adalah nyata. Namun, sejujurnya di hatinya yang bermekaran bunga itu tumbuh rasa cemas. Berbeda dengan pelajar lainnya, dirinya memiliki beberapa situasi yang membuatnya mau tidak mau merasa takut akan hari esok.

Ah, tapi mengapa harus merusak kebahagiaan saat ini dengan rasa takut dan cemas yang belum terjadi? Rivany bertekad untuk menikmati harinya saat ini. Dan berlapang dada untuk apapun yang terjadi esok harinya.

"Congrats Rivy!! Kyaaaaaaaa sahabat aku keren bangeeeeeettttt," gemas Lynara sembari mencubit kedua pipi Rivany.

"Swaakiid, Lyn.." dengan sebilah senyum yang susah payah ditampakkannya, ia mencubit balik pipi Lyn membuat mereka berbicara dengan saling melebarkan pipi masing-masing.

"Aaaaww awww gavava akwu swoalnya senawng aangeeett," balas Lynara.

"Hahahahhaha." keduanya tertawa setelah saling mendengar gaya bicara keduanya yang jadi aneh.

"Ke kantin yuk, sebagai perayaan traktir aku Mie Ayam ya Vy hehehe," cetus Lynara sambil mengangkat tangannya dengan gaya dua jari.

"Okelah," jawab gadis itu dengan santai.

Sesampainya mereka di kantin, tentu saja mereka langsung memesan mie ayam seperti yang Lynara minta. Namun... sesaat setelah makanan akhirnya datang ke meja mereka—

"Woy Rivanyol, jangan sok keren lo ya. Awas aja kalo lo berbangga diri sekarang. Gua jamin semester depan, gua yang bakal diumumin sebagai juaranya. Lo lihat aja!" teriak Ardhan pada Rivany disaat Rivany bahkan belum sempat menyuap sesuap pun Mie Ayam yang menggiurkan dan telah tersaji di depannya itu.

Geram, Lynara yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua dicelup ke air lalu langsung hancur itu seketika meledakkan amarahnya. Ia meletakkan satu tangannya di atas kepala Ardhan sembari melebarkan kelima jarinya lalu sebelah tangan lainnya mengepal dan segera memalu kepala cowok ga peka macam makhluk di depan mereka dengan tangannya yang mengepal itu.

"Woyy AMOEBA, lo kalau mau rebut posisi orang rebut aja. Tapi jangan banyak bacot ngapa, action dulu bro! Dan, plis banget yaaaa bocah prik. Kalo ngomong tuh lihat situasi. Gua kesel setengah mampus gegara Mie Ayam yang bikin ngiler ini ketahan masuk mulut gue cuma karena omongan ampas lo cuy. Jadi lo duduk sini, diem. Jangan banyak gaya, jangan banyak tingkah, oke? Gue pesenin mie ayam juga biar lo ga ngiler," ucap Lynara sambil menepuk pelan kepala Ardhan setelah tadi jurusnya melayang di kepala itu.

"BWAHAHAHAH, gua ketawa dulu aja ya Dhan" sarkas Rivany yang melihat Ardhan ternganga atas perlakuan gadis di depannya yang di luar nalar. Sementara Lynara mulai menyantap makanannya.

"LYN!! GUA GA LEBIH MENARIK DARI MIE AYAM SUMPAH? Gila, ganteng begini kalahnya bukan sama sultan tapi mie ayam?!" tanya Ardhan sembari meletakkan dua tangannya di pipi dan mendekatkan wajahnya. Kaget dengan Ardhan yang terlalu dekat, Lynara tersedak dan menyembur Ardhan dengan mie ayam yang belum selesai dikunyahnya.

"ANJIR!" pekik Ardhan.

"Ardhan bego, maapin gua huwaaaaa..." ucap gadis itu panik sambil berusaha menyeka wajah Ardhan.

"AHAHAHAHAH CAPEK GUA KETAWA" kikik Rivany menyaksikan keduanya.

"Kalo gua harus milih mie ayam atau Lo, ya jelas gua pilih mie ayam lah! Mie ayam bikin gua ngiler, lu bikin gua mual. Ini aja Lo sampe kesembur hahaha," ejek Lyn. Ardhan hanya cemberut menanggapinya.

"Betewe Riv.. Lho gapapa?" tanya Ardhan disela kesibukannya membersihkan wajahnya dengan tisu. Nampak Lynara menyaksikan dengan seksama ekspresi wajah keduanya yang seolah bicara tanpa kata. Apa-apaan ini, sepertinya ada hal yang tidak diketahuinya diantara mereka berdua. Memangnya ini permainan rahasia?

Rivany terkejut mendengar pertanyaan tersebut. Namun, dengan senatural mungkin wajahnya kembali menampilkan senyum sumringah seolah dunia begitu indah.

"Gapapa apanya sih, gada apa-apa gini ya ngga kenapa-kenapa kali Dhan. Lo aneh aja haha" meski hati berkata lain, Rivany hanya tidak mau merasa sedih di depan teman-temannya. Kalaupun ia hancur, biar saja dirinya hancur tanpa perlu orang lain tahu.

"Ya gua sih emang pengen lo kalah dari gua, makanya tahun depan lo ngalah aja. Oh iya! Ini nomor baru gua para cewek cantik, lu pada pasti butuh kan kapan-kapan. Disimpan ya. Jangan sampe ilang~" ujar Ardhan dengan tampang tengilnya.

"Kalo ada masalah, hubungi gua aja. Gini-gini gua bisa jadi dokter segala permasalahan lho? Punya masalah itu dibagi-bagi, biar ngga berat. Terus itu otak lu juga, kalau keenceran oper dikit cairannya bisa ngga biar ketularan pinter?" sambung Ardhan lagi.

"Keknya otak lu keburu keenceran sampai menguap deh cairannya dhan," sambung Rivany menimpali.

"BWAHAHAHAHA SETUJU SIH GUA..." sahut Lynara mengiyakan Rivany.

Meski menangkap sinyal aneh diantara keduanya, Lynara pura-pura tidak tahu dan berusaha mengabaikannya saja. Namun, jauh dalam lubuk hati sebenarnya Lynara terus bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.

Pria tampan yang akhlaknya seperempat ini memang seolah menjadi musuh bagi sahabatnya. Tapi melihat interaksi keduanya barusan, Lynara yakin Ardhan menaruh perhatian. Ada kekhawatiran dan perlindungan dibalik sikap kasar cowok tengil itu.

Meski berulang kali dipikirkannya, Lynara hanya bisa menunggu Rivany menceritakan sesuatu padanya. Bagaimana bisa ia mengorek sesuatu yang bahkan tidak ingin diperlihatkan ke permukaan oleh sahabatnya? Apakah ia pantas disebut sahabat?

Ia rela meski hatinya terus terganggu. Hari-harinya berlalu dengan terus berharap bahwa Rivany baik-baik saja dan mendoakan yang terbaik.

Jika aku bukan tempatmu bersandar, ku harap kamu tahu kalau pelukanku akan selalu menyambutmu kapanpun kamu membutuhkannya. Sungguh, aku tak akan memaksa untuk membuka sesuatu yang kau tutupi. Tapi ketahuilah namamu tak pernah luput dari harap kebahagiaan yang ku langitkan, sahabat!

Selesai mereka menyantap mie ayam, tak berselang lama bel masuk berbunyi dan mereka pun kembali ke kelas masing-masing.

Ardhan bukan siswa dengan jurusan yang sama. Jika Rivany dan Lynara merupakan siswa jurusan Akuntansi, maka bocah tengil itu merupakan siswa jurusan Multimedia. Yah, memangnya kenapa jika saling bersaing? Toh kejuaraan yang Rivany menangkan memang mengadu semua jurusan yang ada bahkan berapapun tingkatan kelasnya.

"Oke, gua balik dulu. Jangan kangen para gadisku—"

Lynara melepas sepatunya dan melemparnya ke arah kepala Ardhan.

"ANJIR! Lari ada cewek galak.."

"BWAHAHAHAHA" Rivany hanya tertawa melihat keduanya.

Rivany Athala, Ketika Dimensi BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang