♛ Episode 4

8 2 0
                                    

Di ujung senja aku merindu
Di bawah gelap langit bertabur bintang aku merindu
Saat semua duniaku runtuh
Kamu hadir menopang aku yang rapuh
Tapi mengapa kini kamu hanya semu?

Rivany terbangun di sebuah dunia penuh putih. Dimana-dimana putih, seperti terkurung dalam kubus putih tanpa suatu apapun yang menyertai.

Ia berpikir sejenak, akankah dirinya terjebak di alam bawah sadar? Tapi seperti apakah alam bawah sadar itu sendiri?

Tiba-tiba cahaya yang seperti kumpulan kunang-kunang mendekati Rivany. Semakin dekat semakin menyilaukan. Lalu, muncullah tabir yang menayangkan adegan-adegan antara seorang gadis kecil dengan pria kecil seumurannya. Mungkin mereka berusia 8 tahun.

Pria kecil itu menunjukkan bakat sihirnya untuk pertama kali, saat keduanya terjebak di jurang sebuah bukit yang terletak tak jauh dari desa. Mereka hanya ingin bermain, namun naas mereka terjatuh dan hanya bisa menunggu bala bantuan datang.

Mereka terus menunggu, hingga malam tiba tanpa kedatangan seorang pun. Yang muncul di ujung penantian mereka justru seekor serigala yang mengaum, tengah memanggil kawanannya. Dan benar saja, kerumunan serigala mengepung keduanya.

Di bawah ancaman hidup dan mati, mereka berpelukan menerima akhir hayatnya. Namun, tiba-tiba pria kecil itu menguarkan kekuatan sihir yang meledak-ledak sesaat sebelum mereka menjadi mangsa kerumunan serigala. Pria kecil itu tak punya waktu untuk berpikir, ia hanya tahu bahwa Tuhan telah memberinya kesempatan dengan membantunya lewat kekuatan tersebut.

Tanpa pikir panjang, ia menggerakkan tangannya sambil merasakan energi yang mengalir di tubuhnya dan memusatkan kekuatan di tangan lalu mengarahkannya ke kerumunan serigala itu. Bingo! Dirinya berhasil.

Gadis kecil yang ketakutan itu begitu takjub pada pria kecil. Pria kecil yang keren! Mereka selamat. Dengan Isak tangis penuh haru, keduanya terus saling memeluk.

"Terimakasih, Arkan. Terimakasih! Kamu hebat sekali, kamu keren. Bukankah besar nanti kamu pasti akan jadi seperti 'Orang Besar Utara' yang warga desa bicarakan itu? Kita selamat, huwaaaa. Mereka sangat menakutkan..." rengek gadis kecil itu di pelukan pria kecil.

"Lyla ingin aku jadi Penyihir Agung? Ia berasal dari Utara hingga dijuluki 'Orang Besar Utara' karena menjadi manusia dari Utara yang pertama kali diterima oleh dunia. Mereka terkenal kasar dan buruk karena dekat dengan para monster dan tinggal di wilayah yang sangat dingin. Tapi Penyihir Agung dengan kekuatannya, mampu membuktikan pada dunia bahwa dia dan rakyat di Utara juga manusia dan berhak diperlakukan layaknya wilayah lain," jelas Arkan— pria kecil itu dengan antusias.

Lyla menatap Arkan dengan berbinar. Ia semakin takjub. Pria kecil di depannya begitu kokoh tak tergoyahkan. Ia keren, pintar, tampan, luar biasa. Lyla yakin, dewasa nanti pria kecil itu akan jadi orang besar wilayah timur— wilayah tempat mereka dilahirkan meski hanya rakyat biasa.

"Jadi apapun kamu, tetap jadilah orang yang berada di pihakku Arkan! Sepertinya jika bukan Arkan, tak ada lagi orang yang ku punya kan?" tanya Archalyla— gadis kecil dengan senyum lebarnya hingga menampakkan gigi.

"Aku janji! Lyla juga harus berjanji, karena aku tak akan bisa melanjutkan hidup di dunia tanpa ada Lyla," sahut Arkan sambil melepas pelukan mereka dan menyodorkan jari kelingkingnya pada Lyla. Janji kelingking...

PATS!
Cahaya yang menampilkan adegan itu memudar, berganti dengan cahaya lain yang kembali menampilkan adegan lain.

"NAGA HITAM TERKUTUK, TERNYATA KAMU ADALAH MAKHLUK HINA. AKU TAK SUDI MENGASUHMU.. KAMU BUKAN ANAKKU LAGI, PERGI SANA!!!" teriak seorang wanita paruh baya sambil mendorong seorang gadis muda dengan sayap dan ekor naga.

Gadis itu terjatuh, tubuhnya penuh lebam. Pipinya membengkak. Ia menangis sejadinya.

"Tidak, Ibu! Aku putrimu, aku tetap putrimu. Tolong jangan buang aku. Aku tak punya siapapun lagi. Tolong, Bu.. ku mohon" lirih gadis itu sembari bersimpuh di kaki Ibunya. Namun Sang Ibu tetap berkeras hati dan menendang jauh sang gadis.

Rivany seolah menyaksikan kehidupannya sendiri. Tak terasa pipinya memanas dan air mata mengalir begitu saja membasahi wajahnya. Mengapa seorang anak harus memohon untuk tak dibuang oleh ibunya sendiri? Mengapa ibunya tega mengusir dan menyakiti putrinya meski tahu hanya dialah yang dimiliki anak itu?

Warga desa berkumpul di rumah sang ibu. Ikut meneriaki gadis itu. Bahkan melempar batu dan kayu ke arahnya. Darah hitam mengalir. Gadis itu terpaksa melarikan diri, ke arah jurang sebuah bukit yang terletak tak jauh dari desa.

Jurang itu kan tempat Archalyla dan Arkan, bocah kecil tadi? Batin Rivany.

Gadis itu menangis. Ia terus meneriakkan nama Arkan.

"Arkan!! Aku benci dunia ini. Aku sangat benci. Dan ditengah kebencian itu, tak ada kamu di sini... hiks.."

DEG!!
Rivany merasakan perasaan gadis itu. Betapa pedih luka-luka fisik yang ia derita. Betapa tertusuk hatinya karena perkataan warga desa dan ibunya sendiri. Juga betapa ia merasa terhina hanya karena kelahiran yang tak diinginkannya.

AAAAAAAAAAAAAAAAA!
Aku akan gila..

Rivany menangis sejadinya. Terlalu menyakitkan. Dadanya terasa sesak. Ia kesulitan bernapas. Tak peduli seberapa mirip kisah mereka, rasa sakit gadis itu terlalu nyata Rivany rasakan saat ini. Mata Rivany kehilangan cahaya kehidupannya. Mungkin dalam benaknya mulai muncul kalimat bahwa lebih baik mati daripada merasakan sakit ini.

"Rivy, bangunlah... Buka matamu. Ini duniamu saat ini. Lupakanlah duniamu di masa lampau. Dan kembalilah ke masa kini. Carilah cahaya yang paling terang. Dan kemarilah. Kau tak sendiri lagi sekarang..." ucap sebuah suara yang muncul dalam kepala Rivany.

Ternyata Rivany masih punya segenggam harapan. Rivany meraih sebuah cahaya yang paling bersinar, lalu cahaya itu pun menelannya.

"H-hahh, hah, hah.." Rivany terbangun seolah tersadar dari mimpi buruk. Napasnya terseok-seok. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya.

"Rivy!!! Kamu udah sadar? Kamu gapapa? Aku panggilin dokter ya!" ucap Lynara panik.

"A-a-aku di rumah sakit?" tanyanya kebingungan.

"Iya, mama kamu bawa kamu ke sini. Aku kaget banget waktu Bu Chia kasih kabar kalau kamu ada di rumah sakit... Oiya Tante Leonora juga titip surat ini untuk kamu. Katanya malam nanti Tante pasti akan datang ke sini."

Rivany membaca surat tersebut.

————————∆∆∆————————
Sayang, Mama gagal mengajukan cuti dan harus keluar kota hari ini. Mama benar-benar bingung harus bagaimana padahal putri tercinta Mama sedang sakit.
Cepat sembuh ya。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。

Mama akan datang malam nanti, okay? Kamu harus minum obat dan makan yang suster berikan ya.
Mama sayang kamu ꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱⁠˖⁠♡
————————∆∆∆————————

Rivany tersenyum. Ia selalu saja terkejut dengan perbedaan sikap Ibu dan Mamanya. Ibunya membencinya, sedang Mamanya penuh cinta.

Padahal mereka orang yang sama. Tapi aku membencinya sebanyak aku mencintainya juga.

"Are u okay?" tanya Lynara membuyarkan lamunannya.

"Iya, aku udah mendingan kok Lyn. Makasih ya udah jenguk ke sini. Jadi ngerepotin kamu deh," ucapnya sambil terkekeh ringan.

"Masa aku ngga datang? Pssssstt,  padahal bisa lihat cogan di sebelah bilik rawat inap kamu. Sebenernya aku sekali dayung dua tiga pulau terlampaui aja sih, bwahahaha" Lynara geli sendiri dengan ucapannya.

"Ganteng banget ga?"

"Iya!"

Tanpa dirasa, pria rawat inap bilik sebelah yang mereka bicarakan tersebut tengah menggaruk tengkuknya meski tak gatal.

Jadi begini rasanya digosipin dari samping ya..

Rivany Athala, Ketika Dimensi BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang