Bab 1. Meet Again.

1K 104 27
                                    

Dia hanya masa lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia hanya masa lalu.

Eveline pikir memang seperti itu. Hari ini, kurang lebih sudah tujuh tahun ia tak bertemu dengan pria itu. Meski sejak tadi sibuk mendoktrin diri agar terlihat tak peduli, nyatanya hati kecil wanita pemilik nama lengkap Eveline Carolina itu sedikit mengharapkan kehadiran Abraham Bahi—pria yang hingga sekarang tak bisa ia lupakan.

Katanya kisah cinta saat SMA hanya kenangan yang mewarnai masa remaja, tapi kenapa Eveline belum bisa membuka hati pada laki-laki lain hanya karena masih kecewa diputuskan begitu saja. Sialnya, Eveline rasa cuma dirinya yang begini karena Bahi seperti tak menyimpan rasa apa-apa lagi. Pria itu terlihat baik-baik saja setelah putus darinya.

Dan Eveline benci tiap kali memikirkannya.

Obrolan basa-basi yang terus terjadi membuat Eveline mengalihkan sedikit perasaan menggelikannya saat ini.

Di sana, di dalam restoran mewah pilihannya, dua meja panjang yang masing-masing berisi 15 kursi sudah nyaris penuh ditempati teman-teman masa SMA-nya.

Malam ini, acara reuni yang direncanakan sebulan lalu akhirnya terjadi. Reuni bertema 'Sapa Aja Dulu' itu sudah sering diusulkan, tapi baru kali ini bisa terwujud meski sepertinya para alumni tak semuanya bisa hadir. Alasannya pun bervariasi, ada yang tempat tinggalnya jauh, sudah sibuk dengan keluarga masing-masing, juga yang tak memberi alasan apa-apa alias tak bisa dihubungi sama sekali.

Memakai jumpsuit berwarna biru muda yang disesuaikan dengan dress code acara, Eveline duduk di antara dua sahabatnya yang hingga saat ini masih berhubungan baik dengannya. Rambut sepunggungnya dibiarkan terurai, wajahnya pun hanya berpoles liptint merah muda dengan sedikit eye brown untuk mempertegas garis alisnya. Namun, riasan sederhana tersebut tak bisa menghilangkan aura konglomerat dari barang-barang branded yang menempel di tubuhnya.

Seperti jam tangan dari Panerai, cincin bermata berlian yang berada di jari telunjuk, sepatu dengan merk terkenal, serta tas kulit yang jika ditotal memiliki harga setara dengan satu unit Audi r8. Meski begitu, Eveline bukan sosok wanita sombong yang sulit didekati teman-temannya. Justru ia adalah orang yang mudah berbaur dengan berbagai kalangan dan disenangi banyak orang.

"Kira-kira setengah jam lagi makanannya siap." Eveline berseru santai. "Siapa lagi yang belum dateng atau mungkin gak bisa dateng?"

"Ridwan, anaknya tiba-tiba demam jadi gak bisa dateng. Luna, dia lagi tugas di Bali gak bisa ambil cuti soalnya baru naik jabatan. Kalo Umar, katanya sih lagi otewe ke sini tapi nomornya gak bisa dihubungi sekarang."

Eveline mengangguk, begitu pula dengan orang-orang yang mendengarkan ucapan Dira—salah satu sahabatnya—yang baru saja menyebutkan beberapa teman sekolahnya.

"Kalo si Bahi, Dir? Lo bilang katanya dia oke kan, mau dateng?" timbrung Mona yang baru sampai 15 menit lalu.   "Eh, gue baru tahu si Bahi udah gak tinggal di jalan Permata Indah."

What's Wrong?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang