Hari, bulan berganti, Jisoo semakin dekat dengan kekasihnya. Dan dia juga tidak berubah padaku, kami masih bersahabat dengan baik. Jisoo bukan orang yang tertutup padaku, dia menceritakan segalanya. Dia juga sudah bisa membalas perasaan kekasihnya. Itu katanya, aku pun ikut senang mendengarnya.
Sementara Jisoo dekat dengan kekasihnya, aku juga mulai dekat dengan Sunbae Irene dan teman temannya, tapi Irene selalu mengikutiku kemana mana seperti penguntit, kadang membuatku risih.
"Sunbaenim, aku tahu itu kau. Keluarlah." Aku memiringkan kepala menatap dirinya yang ada di balik pintu. Dia keluar dan menyengir bodoh disana.
"Hai Jen, kau Sedang apa?" Dia mendekatiku. Aku hanya mendesah lelah, kembali fokus pada tujuanku.
"Aku sedang masak Sunbaenim." Sahutku enteng. Dia mendengus, mengambil tempat duduk di sebelahku. "Sudah tahu aku sedang bermain piano, kenapa masih bertanya?" Dia menoyor kepalaku.
Aku mendengus.
"Jen, bagaimana hubungan Jisoo dengan manusia aneh itu?" Aku mengernyit heran, siapa yang dia maksud. Dia menyengir lagi. "Maksudku kekasihnya Jisoo." Katanya dengan ekspresi menyebalkan.
"Oh, baik sunbaenim. Mereka semakin dekat sekarang, aku senang mendengarnya." Aku tersenyum tulus, tanganku masih bermain di atas keyboard itu.
"Jen, apa kau tidak menyukai Jisoo sedikitpun?" Tanyanya pelan. Aku menghentikan kegiatanku dan menatap wajah Irene sangat dekat denganku, dia sangat cantik.
"Maksudmu Sunbae?" Tanya ku sewot, tidak suka dengan pertanyaannya.
"Kau tidak suka pada Jissoo? Dia sangat perhatian padamu, dia juga sangat manja padamu."
Aku terkikik. "Sunbaenim bicara apa. Aku menyayanginya tentu saja. Dia temanku. Kami sudah bersama setahun ini."
Wajahnya terlihat frustasi. "Jen! Maksudku menyukai selayaknya kekasih, Jatuh cinta begitu, Ku lihat kalian sangat mesra layak pasangan. Romantis!"
Aku menganga. Tersentak tentu saja. Apa yang baru Sunbae Irene katakan?
"Sunbaenim, kau bicara apa? Itu tidak mungkin."
"Apa yang tidak mungkin? Kau menawan loh." Aku melotot mendengar pujiannya. Dia tertawa.
"Cuci dulu otakmu Irene. Kau semakin mengawur."
"Ya! Berani sekali kau Jennie."
"Hehe. Kelepasan Sunbaenim." Aku menyengir lebar padanya. Ku lihat dia memutar matanya
"Ayo Jen kita duet. Kita Nyanyi terserah apa saja sampai bell pulang terdengar." Ucapnya enteng. Hampir saja aku menjitak kepalanya itu, tapi ku urungkan mengingat dia seniorku. Dia mau mengajakku bolos rupanya. "Aku bercanda. Kau tunggu disini aku ambil gitar dulu."
Aku mengangguk. Sunbaenim masuk kedalam ruangan lain tempat penyimpanan alat musik lainnya, sedangkan aku kembali fokus pada Piano. Disela permainanku, aku mendengar suara derap langkah kaki berjalan tergesah gesah kearah ku.
Aku menoleh mendapati Haein sunbae berdiri didepanku dengan wajah seriusnya. Aku menghentikan aktifitasku dan berdiri menyambut dirinya. Aku tersenyum dan sedikit menunduk hormat padanya.
"Sunbaenim.."
"Bisa kau menjauh dari pacarku?" Katanya langsung pada intinya. Aku bingung sampai wajahku mengerut. Dia seperti sedang marah. "Dengar, kedekatan kau dengan Jisoo sangat tidak wajar jika hanya sekedar teman ataupun saudara. Yah aku percaya kalian tidak memiliki hubungan melebihi teman, tapi tidak dengan teman temanku. Mereka menganggap kalian sepasang kekasih. Dan aku tidak suka mendengarnya. Mereka mengganggapku hanya mainan untuk Jisoo. Sedangkan kaulah yang kekasih aslinya. Aku muak Jen. Aku harus kalah hanya padamu. Dan aku minta padamu jauhi Jisoo mulai sekarang, aku tidak mau kau dekat dengannya."
