006

741 55 10
                                    


Setahun setelahnya...

Hubungan persahabatan kami benar benar hancur sejak pertengkaran hebat itu. Jisoo benar benar marah padaku saat ini. Aku bahkan tidak semangat menjalani hati hariku tanpa kehadirannya.

Sejak hari itu aku benar benar menjadi orang asing baginya. Dia semakin mesra dengan manusia bajingan itu. Meskipun aku ingin sekali menghancurkan hubungan sialan itu, tapi aku tidak bisa. Aku takut itu akan menyakiti Jisoo juga. Tapi jika di biarkan, Bagaimana dengan nasib Jisoo nanti? Dia menjalin hubungan dengan bajingan itu. Aku tidak terima. Aku bingung harus bagaimana lagi.

Sejak hari dimana dia menamparku, dia semakin memperlihatkan kemarahannya padaku, dia mulai merundungku di sekolah. Dia membullyku habis habisan. Dia juga sudah menemukan teman baru yang selalu membantunya melancarkan aksi jahatnya padaku. Awalnya aku marah. Tapi setelah tahu alasannya, aku diam dan menerima perlakuan menyakitkan itu. sampai sekarang Jisoo masih melakukannya.

Tidak apa apa jika Jisoo melampiaskan kemarahannya padaku. Aku bisa menerima perlakuannya.

"Sampai kapan? Mau sampai kapan akan seperti ini terus Jennie!" Suara lantang itu mengagetkanku. Aku menoleh ke belakang dengan wajah basah akan kotoran dan bau entah apa itu. Dia mendekat dan menarik kasar bajuku. Dia membersihkan wajahku dengan handuk kecil di tangannya.

"Kau harus bisa melawannya. Dia terus melakukan ini padamu, tapi kau masih saja diam. Tidak bisakah kau melawannya sekali saja? Jika kau tidak mau, biarkan aku yang melakukannya. Aku akan menghajar wajahnya itu sampai hancur!" Marahnya sambil terus membersihkan kotoran yang menempel padaku.

Aku hanya menatapnya dengan senyum geli. Dia terus mengomel. Dan aku senang menikmati wajah marahnya yang imut itu.

"Berhenti menatapku Jennie. Aku tidak akan tergoda. Aku sudah memiliki kekasih." Ketusnya. Aku tersenyum.

"Terimakasih." Kataku padanya. Kami berjalan beriringan.

"Kau mendengarku tidak?"

"Dengar apa?"

"Ya! Kau ini benar benar yah, aku sudah bicara panjang lebar tapi kau tidak mendengarkanku? Dasar!"

Aku menyengir lebar. "Aku mendengarnya tapi aku tidak akan mendengarkanmu!"

"Jawaban apa itu Kim Jennie!"

"Iya Nancy!"

Plakk

"Aduh. Kau ini bar bar sekali sih. Marah marah terus, main pukul lagi. Sakit tahu."

"Bodo."

Dia masih dan aku hanya memasang wajah cemberutku.
Kami berhenti di depan mobil Nancy. Jemputannya sudah datang. Kami berpamitan diluar gedung sekolah. Kami juga saling melambai saat Nancy sudah didalam mobil dan meninggalkan area sekolah. Setelah itu akupun meninggalkan sekolah dengan jalan kaki. Kost ku lumayan dekat dengan sekolah jadi aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk menaiki bus atau semacamnya.

"Semangat untuk diriku sendiri!!" Teriakku seraya meninju udara lalu berlari dengan kencang menuju kost.

Setelah membersihkan diri, aku mengambil tas kecilku yang hanya muat untuk ponsel dan uang saku itu lalu keluar. Aku akan berangkat bekerja. Sudah setahun aku bekerja paruh waktu di salah satu tempat makan, dan aku juga bisa membeli apapun yang aku mau. Itu sangat menyenangkan.

Suara ponselku berbunyi. Aku merogoh tas kecil sambil mengunci pintu. Dengan wajah mengerut, aku melihat nama yang tertera di ponsel kecilku itu sebelum akhirnya menerima panggilan itu.

M I A N H A ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang