Chapter 5

17 6 0
                                    

ლ(・﹏・ლ)

"Eunseo?" Tanya Bu Sana heran. Ia bingung mengapa Eunseo datang sendiri tidak bersama dengan Juyeon. Ia juga bingung bagaimana cara nya berkomunikasi dengan Eunseo

Eunseo mengeluarkan buku tulis kosong dan mulai menulis kan sesuatu

"Maaf Bu aku mencari mu untuk menanyakan sesuatu. Bisakah kau membantuku menggunakan tulisan sebagai media komunikasi?"

Sana membacanya dengan teliti. Ia pun mengangguk dan membiarkan Eunseo melanjutkan menulis pertanyaan nya.

"Maaf Bu tapi boleh kah aku tahu tentang apa yang kau bicarakan dengan Juyeon terakhir kali? Semenjak hari ini ia selalu menjadi pemurung"

Sana membacanya dan menuliskan beberapa kata untuk bertanya kembali dengan Eunseo

"Kau tidak diberi tahunya? Sungguh?"

Eunseo menggelengkan kepalanya. Ia semakin bingung hal apa yang Juyeon sembunyikan dari nya

"Baiklah, aku akan menjelaskan semuanya. Sebenarnya hari itu aku memberitahu nya....

Sana menuliskan seluruh kejadian yang ia katakan kepada Juyeon. Ia juga menuliskan seluruh jawaban Juyeon yang masih ia ingat. Halaman demi halaman berganti mengingat obrolan mereka yang cukup panjang. Eunseo memperhatikan dengan teliti saat Sana sedang menulis

"Ini untukmu, bacalah" tulis Sana diakhir cerita panjang nya

Eunseo mengambil buku itu dan meminta izin pamit dengan Sana. Dengan segera ia melesat keluar sekolah. Saat ini akan sangat canggung jika ia memutuskan untuk pergi sekolah. Niatnya ia ingin menuju ke tempat yang selalu mereka berdua datangi yaitu taman bunga

Eunseo mengendarai sepeda nya cukup cepat. Ia melesat menuju taman itu. Sesampainya disana ia langsung mengambil spot tempat duduk dibelakang air mancur

"Baiklah aku akan menjelaskan semuanya. Sebenarnya hari itu aku memberitahu nya tentang pujian untuk nilai kalian. Jujur aku merasa bangga dengan prestasi kalian. Lalu aku mulai melontarkan ide-ide yang aku pikirkan setelah melihat peringkat kalian. Eunseo aku melihat keahlian mu dalam bidang seni lukis itu sangat bagus. Bahkan Bu Rose memujimu jika ia sedang tidak mengajar. Kau tahu? Saat aku menyarankan mu untuk masuk ke sekolah khusus seni Juyeon sangat bahagia. Ia tersenyum ceria sehingga matanya menyipit. Ya senyum yang biasa ia tunjukkan kepada mu. Ia berkata jika keahlian mu dalam bidang seni memang luar biasa Juyeon selalu membanggakan mu. Namun saat aku melontarkan ide ku tentang nya ia terdiam. Aku menyarankan nya agar masuk ke sekolah khusus olahraga terutama bola basket. Kau tahu sendiri bahwa keahlian basketnya diatas rata-rata. Ia seketika menunduk, ia menatapmu dan berkata "Aku sudah ingin masuk ke sekolah khusus olahraga namun sayangnya disekitar sini tidak ada sekolah khusus seperti itu" begitu ucapnya. Saat itu aku tidak tahu jika ia benar-benar merasa bingung. Dengan penuh semangat aku memberitahu nya untuk tetap mendaftar di sekolah khusus olahraga yang ada diluar negeri. Aku mengatakan bahwa akan ada beasiswa khusus yang membiayai seluruh kebutuhannya untuk mendorongnya lebih semangat untuk masuk ke sekolah khusus olahraga. Namun ternyata ia semakin bingung, ia menatapmu beberapa kali kau tersenyum manis semakin menambah rasa takutnya. "Aku ingin saja mengejar cita-cita ku ke negeri orang, namun aku tidak bisa meninggalkan nya. Bagaimana mungkin aku bisa mengingkari janji masa kecil yang kubuat dulu untuk tidak meninggalkan sendiri" ucapan nya menusukku. Ibu tahu kalian adalah dua anak yang selalu bersama sejak kalian kecil. Bahan beberapa orang menganggap kalian adalah kakak beradik. Namun ibu melihat pandangan lain dari tatapan kalian. Bukan, bukan hanya sekedar kakak beradik perasaan itu lebih dari itu. Juyeon pasti sedang bingung apa yang harus ia kejar cita-cita nya atau dirimu? Itu yang pasti ia pikirkan selama ini. Tentu ibu tidak mau memisahkan kalian tapi ibu berharap kalian dapat menentukan cita-cita kalian tanpa ada rasa penyesalan. Semuanya ku serahkan padamu Eunseo. Jika kau ingin Juyeon bahagia dengan mu dan melupakan cita-cita nya hentikan dia untuk keluar negeri. Namun jika kau ingin dia mengejar mimpinya, terimalah. Kau atau dia yang harus berkorban? Maafkan ibu sudah membuat kalian seperti ini. Jujur aku pikir ia hanya akan bingung sebentar dan akan melupakan dalam keesokan harinya. Namun salah ternyata ia masih memikirkannya sampai hari ini. Hingga membuatnya berubah perilakunya. Itu bukan niat Ibu. Sekali lagi ibu minta maaf pada kalian berdua. Eunseo ini untukmu bacalah. Dan kumohon maafkan Ibu"

Eunseo membaca tulisan itu. Dengan hati-hati ia membayangkan kejadian ekspresi kemarin. Tak butuh waktu lama ia sudah membaca seluruhnya. Air matanya tanpa ia sadari perlahan-lahan membasahi lembaran buku itu. Ia tak menyangka jika Juyeon masih mengingat semua hal yang mereka berdua ucapkan saat masih kecil. Itu sudah beberapa tahun lamanya.

Air matanya mengalir membasahi pipinya. Saat ini pikirannya benar benar sedang kalut. Ia tidak ingin menjadi penghalang Juyeon untuk mengejar impiannya. Namun ia tetap tidak menginginkan Juyeon meninggalkan nya. Saat tengah duduk menangis di kursi taman depan air mancur seseorang menghampiri nya

"Eunseo!" Ucap Juyeon setelah sampai dihadapan Eunseo. Ya Juyeon. Ternyata saat ia pergi menjadi Eunseo, ia pergi ke taman yang selalu mereka datangi ini. Juyeon ingat saat Eunseo mengatakan Jika dia merasa sedih atau bahagia dia akan kemari dan duduk di kursi ini. Dan Juyeon tidak salah. Eunseo benar-benar datang ketempat ini

"Apa yang kau lakukan? Mengapa kau menangis?" Tanya Juyeon dengan wajah yang sangat khawatir

Eunseo tidak membalas Juyeon. Ia segera berdiri dan memeluk Juyeon. Air matanya ia biarkan mengalir sampai membasahi seragam Juyeon. Juyeon pun semakin bingung lalu Ia mengelus kepala Eunseo

"Hei ayolah kau mengapa?" Tanya Juyeon setelah Eunseo melepaskan pelukannya

"..."

"Mengapa kau menangis?"

"Pergilah"

"Maksudmu?"

"Pergilah kejar mimpimu. Tinggal kan saja aku. Aku tak mengapa. Kejar saja mimpi mu hingga kau menjadi pemain basket impianmu. Aku disini tidak apa-apa, ada Ayahku yang membantuku"

"K-kau.."

"Aku sudah tau. Aku sudah tau semuanya. Mengapa kau berhenti mengejar mimpi hanya karena janji konyol mu saat kecil?? Kau menganggap ku beban mu hingga kau merasa berat meninggalkan ku?"

Juyeon menggelengkan kepalanya, namun matanya sudah berkaca-kaca melihat semua yang diucapkan Eunseo

"Pergilah. Aku tidak melarangmu. Terimakasih karena sudah mau menjadi penghubung suara dunia ku yang sunyi dan dunia luar yang ramai. Mungkin sudah saat nya aku berhenti membebankan mu. Aku tak marah. Justru aku bahagia bertemu dengan mu"

Eunseo kembali terduduk. Air matanya mengalir tanpa henti. Suara nya tertahan agar tidak menangis lebih kuat. Namun semua usahanya sia-sia. Juyeon yang melihat itupun merasa tidak tega, ia memeluk Eunseo dan membiarkan air mata Eunseo membasahi seragam nya. Hari terakhir sebelum ujian itu menjadi hari yang sangat berarti bagi keduanya.

// Bersambung //

Next >>>>>>>>>

Ang angg~

You're Voice in My Silent World || Juyeon [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang