"Miss, Miss, Miss Shita, Miss nggak apa-apa?"
Toelan yang aku dapatkan di bahuku dengan panik tersebut membuat perhatianku pada mobil hitam yang kini melaju meninggalkan komplek sekolah tersebut teralihkan.
Tidak, aku pasti salah lihat. Ya, benar. Pasti karena Mbak Risa membahas mantan pacarku tersebut kini tiba-tiba saja aku melihatnya muncul begitu saja di depan mataku, terlalu mustahil rasanya di 33 provinsi yang ada di negeri ini, aku harus bertemu kembali dengannya, apalagi mengajar anaknya yang pasti sekarang seusia anak Tk, anak didikku, terlalu sinetron jika itu benar terjadi.
Dunia ini begitu lebar dan luas, bukan seperti daun kelor dalam diksi yang seringkali dipakai para penyair. "Miss, are you okay, Miss?"
Kembali pertanyaan yang sama aku dapatkan tapi kali berasal dari Dylan, anak laki-laki menggemaskan campuran Jawa Surabaya dengan chinesse tersebut menatapku tidak kalah khawatirnya dengan sosok Om-nya karena pertanyaannya tidak kunjung aku jawab. Aku menggeleng pelan, mengenyahkan sosok Rama Farid yang mengusik kepalaku dan mencoba tersenyum meski senyumanku pasti tampak ganjil.
"Nggak apa-apa, Om-nya Dylan. Saya cuma seperti melihat seorang yang saya kenal di Solo dulu."
Fadlan mengikuti arah pandangku, meski pun dia tampak sangat penasaran namun sepertinya dia memutuskan untuk tidak memperpanjang rasa ingin tahunya, apalagi saat aku menarik Dylan untuk naik ke atas motorku dan berpamitan kepadanya untuk masuk ke sekolah. Pagi itu, apa yang aku lihat ingin segera aku lupakan namun nyatanya bayang-bayang pria yang pernah mencampakanku tanpa penjelasan tersebut begitu sulit untuk aku enyahkan.
Sosok yang aku lihat tadi pagi terlalu nyata untuk sebuah halusinasi belaka.
Sosok itu masih sama seperti yang aku ingat, namun sekarang dalam versi yang dewasa dan lebih matang, waktu sudah berlalu begitu lama, tapi nyatanya aku masih mengenalinya, berbeda dengan dia yang melewatiku begitu saja, seolah aku memang tidak pernah ada di dalam hidupnya."Ya Tuhan, Shita! Apa yang kamu pikirkan! Ingat, dia itu suami orang, emang bener kampret kamu ini ya, bener yang dibilang Mbak Risa, kamu ini manusia gagal moveon paling menyedihkan yang ada di dunia ini."
Kuketuk-ketukan dahiku ke atas meja kerjaku, frustrasi sendiri karena keingetan mantan yang sialnya terlalu membekas hingga membuat pria disekitarku menjadi buram.
"Shit, kamu itu ngapain, hah? Frustrasi gegara temen-temen udah nyebar undangan apa gimana? Kon nggak usah iri, nikmati saja masa muda, aku loh kalau bisa pending nikah, aku pending 20 tahun lagi. Nikah bikin kerjaan nggak mari-mari."
Seseorang menarik rambutku dengan kejamnya, menghentikanku yang tengah membenturkan kepalaku ke meja dengan kalimatnya yang pedas, perempuan berkantung mata tebal karena seringkali begadang mengurus anaknya yang masih berusia 4 bulan dengan satu toddler yang aktif-aktifnya ini bertolak belakang dengan Mbak Risa yang memintaku untuk cepat menikah, Flara, itulah nama perempuan cantik ini yang berkata jika menikah adalah hal terakhir yang seharusnya dia lakukan sebelum kiamat. Miris memang, Flara seorang pendidik di PAUD dan TK, namun anak-anaknya justru diurus oleh Mbak di rumah.
"Itu salah satunya, Ra. Tapi yang bikin ganggu pikiran itu aku barusan lihat seorang yang seharusnya nggak aku lihat......." Dimulai dari sana, perbincanganku mengenai perdebatan kepalaku mengenai halusinasi atau realita tentang aku yang melihat sosok Rama Farid, dimulai. Bersyukur, Flara adalah pendengar yang bijak, dia membiarkanku bercerita tentang apa yang membuatku pening seharian ini hingga rasa sakit kepalaku sedikit berkurang, "menurut kamu apa yang aku lihat tadi beneran orang atau cuma halusinasi, sih? Sumpah, bukan aku pengen orangnya balik lagi, Ra. Tapi rasa marah karena dia ninggalin aku tiba-tiba nggak pakai alasan apapun itu yang bikin aku nyesek sampai sekarang."
"Dan itu alasan kenapa sampai sekarang kamu masih sendiri, Ta? Kamu takut kalau kamu buka hati kamu akan dikecewain lagi? Aku nggak tahu kamu sadar atau nggak, tapi kamu memang gagal moveon dari masalalu, Shita. Kepercayaan dirimu hilang karena kamu dikecewakan."
Aku ingin menampik apa yang Flara katakan namun semua kalimat yang terucap tersebut seakan menohokku tepat sasaran tidak ada yang keliru sedikitpun. Benar, kepercayaan diriku lenyap saat aku ditinggalkan begitu saja, aku merasa diriku begitu kerdil saat berhadapan orang lain, dalam benakku aku selalu berpikiran jika pada akhirnya aku akan ditinggalkan begitu saja saat pasanganku nanti menemukan seorang yang lebih baik.
"Mantanmu pergi ninggalin kamu buat menikah dengan orang lain, itu sudah cukup menjadikannya sebagai pria brengsek yang tidak semestinya kamu ratapi selama 7 tahun ini. Jadi saranku, entah kamu tadi halu atau beneran nyata, dia bukan seornag yang harus kamu pikirkan untuk sekarang ini. Jadi berhenti pusing-pusing mikirin orang yang bahkan nggak mikirin perasaan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang Belum Usai
RomanceShita mengira kisah miris putus cinta karena pasangannya dijodohkan itu hanya ada di dalam novel saja, tapi ternyata di dalam kehidupannya pun Shita mengalaminya. Dua tahun Shita bersama, dicintai dan diistimewakan seorang pria yang begitu luar bias...