21 - Mekar untuk Kembali Layu

17 1 0
                                    

Perlahan-lahan matahari senja mulai menyelam ke dasar laut. Mia meletakkan lukisan itu di belakangnya, disandarkan pada kaca depan mobil. Untuk sesaat mereka terkesima dengan semburat keemasan yang menyepuh permukaan laut. Sangat menawan.

Hingga malam menghadirkan bulan separuh yang pucat, banyak kebisuan yang tercipta di antara mereka. Obrolan yang coba dibangun keseringan berakhir kaku dan hambar.

"Eh, katanya kita mau makan malam. Kok, malah ke pantai?" Akhirnya Mia menemukan kalimat paling efektif, di antara sederet usahanya sedari tadi.

Evan malah menanggapi dengan senyum basa-basi, sebelum akhirnya menunjuk ke arah selatan.

Tatapan Mia mengikuti arah telunjuk Evan, tetapi tidak ada apa-apa di sana selain kegelapan yang dilatarbelakangi deru ombak.

Melihat Mia mulai kebingungan, Evan menepuk tangan tiga kali. Kemudian, sekitar lima puluh meter dari posisi mereka, tiba-tiba pertalian lampu-lampu kecil menyala dan berpendar bersama. Seperti bintang-bintang gemerlapan di bawah terpaan cahaya bulan. Namun, jelas tidak ada rasi bintang seperti itu, menyerupai tirai terbuka dengan belahan meruncing.

Ada empat tirai yang terbentuk dari pertalian cahaya. Keempatnya masing-masing pada sisi yang berbeda, membentuk semacam ruangan bermandikan cahaya. Meski tak begitu jelas, Mia bisa melihat di sana ada sebuah meja bertemankan dua buah kursi. Tak hanya itu, beberapa bola lampion yang berpendar kemerahan tergeletak di sekitar tempat itu, seperti matahari senja kecil yang terbenam di permukaan pasir. Mia takjub. Di sanakah tempat makan malam yang dimaksudkan Evan? Luar biasa!

Belum sempat Mia menanyakan bagaimana Evan menyiapkan semua ini, seorang lelaki berpakaian senada dengan Evan menghampirinya. Dalam posisi setengah membungkuk, lelaki itu menyodorkan seikat mawar merah dalam rangkulan pita warna-warni kepadanya. Mia antara bingung dan tak berdaya menerima buket bunga itu.

Belum lagi Mia sempat mengatakan apa-apa, Evan sudah meraih jemari tangannya. "Yuk!" ajak lelaki berambut cokelat legam itu dengan senyum bersalut cahaya bulan.

Mia terperanjat, setengah melompat turun dari kap depan mobil.

Mereka berjalan beriringan menuju tirai cahaya itu sambil bergandengan tangan. Ketakutan itu kembali menyeruak dalam diri Mia. Tak peduli suasananya seromantis apa pun, mereka hanya teman. Mia mengulang kalimat itu berkali-kali dalam benaknya, sambil berusaha tetap tenang. Ia berusaha meyakinkan diri, ini hanya cara Evan menghargai kedekatan mereka, atau wujud permohonan maaf atas sikap-sikap kurang mengenakkan selama ini.

Pikiran tak menentu mengiringi langkah Mia hingga tiba di balik tirai-tirai cahaya itu. Bahkan saking kerasnya ia berpikir, sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa dirinya sudah duduk di salah satu kursi dan berhadapan dengan Evan. Mereka dipisah meja bundar yang dilapisi kain taplak merah bermotif garis-garis putih. Meja itu masih kosong, sebelum kemunculan beberapa orang pelayan yang masih berpakaian senada dengan Evan membawa serangkaian menu makan malam yang langsung disajikan dan ditata dengan rapi.

Mia meletakkan buket bunga tadi di pangkuannya. Ia merasa jadi ratu sehari diperlakukan Evan seperti ini. Ia berusaha menikmati momen, tetapi sulit. Jiwanya tidak tenang. Dan semakin keras saja ia berpikir, apa sebenarnya maksud semua ini?

"Kok, tampangnya seperti orang kebingungan? Lagi mikirin apa?" Evan menangkap ketidaktenangan Mia.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Dirga dan Mia, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Calon Besanku Cinta Pertamaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang