6 - Jatuh Cinta pada Pandangan Pertama?

267 38 1
                                    

Hari berikutnya sama saja. Sore membentang tanpa sentuhan getaran dawai-dawai biola Dirga. Kegelisahan sempurna merengkuh Mia dengan cara teramat sadis. Ia takut tak bisa lagi bertemu dengan pemilik alis tebal itu, dan banyak ketakutan lainnya. Semua itu hanya bentuk lain dari kerinduan yang bahkan telah menggunung meski baru dua hari tak bertemu, melihat lebih tepatnya.

Mia mencoba membunuh ketakutannya dengan membangun keyakinan bahwa Dirga akan muncul kembali di TPU itu. Karena jika tidak, entah bagaimana ia bisa ikhlas menjalani hari-hari selanjutnya. Hatinya telanjur tercuri oleh pesona violis yang baru ia tahu namanya. Alamat dan lainnya entah.

***

Hari yang melelahkan. Dirga tiba di indekos setelah bumi berlindung di bawah payung hitam Sang Pencipta. Dengan lesu ia membuka pintu kemudian melangkah ke kamarnya. Namun, sesuatu menarik perhatiannya.

Kok, pintunya terbuka? gumamnya dalam hati.

Penuh rasa heran, Dirga bergegas masuk. Ia menemukan Wawan dengan santainya rebahan di tempat tidur.

Dirga menghela napas lega sambil mengelus dada. Sementara Wawan senyum-senyum saja menyambut kedatangan tuan kamar.

"Kamu ngapain, sih, di sini? Bikin panik aja. Tadinya kupikir ada maling, tahu!" Dirga memasukkan tasnya ke laci meja komputer yang berada di pojok ruangan, kemudian mengenyakkan diri di atas kursi plastik tepat di depan meja tadi.

"Ya ampun, Man, jam segini mana ada maling? Yang lain juga pada belum tidur, kok!" Wawan bangun, kemudian bersandar di tumpukan bantal.

"Gimana caranya kamu bisa masuk? Perasaan, sebelum berangkat pintunya kukunci." Dirga tampak berpikir.

"Kan, bisa minta kunci cadangannya sama ibu kos," timpal Wawan sesantainya.

"Terus, kenapa? Kamu mau curhat lagi? Kamu jatuh cinta lagi?"

"Iya, nih, dan kali ini ceweknya benar-benar sempurna," ucap Wawan dengan sebentuk nada antusias.

"Kemarin-kemarin kamu juga selalu bilang gitu." Dirga membumbui sedikit penekanan di ujung kalimatnya.

"Tapi kali ini ekstra sempurna, benar-benar beda, Man," timpal Wawan lagi dengan nada meyakinkan.

"Pacar-pacarmu yang kemarin mau dikemanain?"

"Sudah kuputusin semua," tandas Wawan.

"Apa?" Dirga refleks meluruskan punggung yang sedari tadi melekat di sandaran kursi. "Kamu, tuh, ya, enggak ada kapoknya. Kapan, sih, kamu bisa sedikit saja menghargai cewek? Mereka bukan mainan, mereka juga manusia yang punya hati dan perasaan."

"Salah mereka sendiri. Terlalu ribet, banyak maunya."

"Udah tahu gitu kenapa masih dipacarin?"

"Aku, kan, dalam tahap pencarian seseorang yang nantinya akan mendampingiku selamanya. Jadi kalau ada yang lebih baik, kenapa enggak?"

"Terus, kapan kamu akan merasa menemukan yang terbaik?"

"Kapan-kapan aja, kali, ya? Selama wajah gantengku ini masih mampu memikat hati para cewek cantik di luar sana, nikmatin aja dulu." Wawan tersenyum lebar dengan dagu terangkat sedikit—gaya khas saat memuji diri sendiri.

"Ganteng dari mana? Capek, deh, ngomong sama kamu. Ujung-ujungnya malah narsismu yang kumat."

Wawan cengar-cengir.

Sejenak hening. Dirga kembali menjatuhkan punggungnya di sandaran kursi. Ia menjulurkan kaki ke depan dan membenturkan pandangan di langit-langit kamar. Sesekali terdengar embusan napasnya yang berat.

Calon Besanku Cinta Pertamaku [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang