Bab 1. Ketahuan

2K 62 0
                                    

Airin menatap nanar pemandangan di hadapannya. Bukan pemandangan laut lepas yang membuat tenang, bukan juga pemandangan pegunungan yang membuat takjub. Tapi, pemandangan suaminya yang tengah mencumbu seorang wanita di dalam ruang kerjanya.

Lelehan air mata tidak bisa ia cegah saat melihat sang suami yang begitu menikmati permainannya tanpa merasa terganggu dengan pintu yang terbuka olehnya.

Tubuh Airin bergetar hebat menahan isakkan yang ingin keluar dari bibirnya. Tapi tidak, dia tidak akan membiarkan lelaki yang telah mengkhianatinya itu melihat kehancurannya.

Airin memejamkan matanya sejenak dan menghela nafasnya dalam untuk menenangkan hatinya yang bergejolak. Dihapusnya air mata yang membanjiri pipinya dengan kasar. Lalu, tangannya mengayun melempar sebuah rantang yang sejak tadi ada dalam genggamannya kepada wanita yang tengah duduk dipangkuan sang suami hingga membuat kedua makhluk menjijikan itu terkejut.

Atar, lelaki yang merupakan suami Airin itu terkejut melihat keberadaan sang istri di ruangan kerjanya, terlebih wanita itu telah menyaksikan sendiri kegilaan yang telah dia lakukan.

Atar mendorong tubuh Diana dari pangkuannya dan segera menghampiri sang istri. Namun saat hanya tinggal dua langkah, Airin mengangkat tangannya ke hadapan lelaki itu bertanda dirinya tidak ingin didekati.

Airin menatap sinis kepada suaminya dan wanita yang tengah berdiri di samping meja Atar dengan tatapannya yang sama sekali tidak merasa bersalah justru memperlihatkan seringai di bibirnya. Benar-benar menjijikkan.

Airin melangkah duduk di sofa abu-abu yang biasa digunakan untuk menjamu tamu. "Duduklah, Mas." Airin menatap Atar, memintanya untuk duduk.

"Dan kamu," Airin menunjnjuk Diana yang menatapnya menantang.

"Keluarlah, tempat ini bukan bar yang bisa kamu gunakan untuk melacur," lanjutnya penuh penekanan membuat wajah Diana memerah menahan amarah.

"Sayang, Diana bukan pelacur." Atar memprotes perkataan Airin. Dia tidak terima Diana dianggap serendah itu, walaupun oleh istrinya sendiri.

Airin terkekeh mendengar pembelaan Atar pada Diana. Dia tidak percaya lelaki itu bahkan berani membela gundiknya di hadapan istri sahnya sendiri.

"Lalu, apa namanya untuk seorang wanita yang mau dicumbu oleh laki-laki yang sudah beristri kalau bukan pelacur. Atau ... kamu lebih suka aku manggilnya sebagai gundik?" tanya Airin dengan seringainya yang mengerikan.

"Tunggu apa lagi? apa perlu aku panggilkan security untuk menyeretmu keluar?" tatapan Airin semakin tajam pada Diana.

Diana dan Atar saling menatap. Entah apa arti dibalik tatapan keduanya namun hal itu jelas membuat hati Airin semakin meradang.

Airin beranjak dari duduknya, menarik lengan Diana dengan kasar dan menyeretnya keluar dari ruangan suaminya. Atar yang ikut beranjak hendak memprotes tindakan sang istri mengurungkan niatnya begitu mendapati tatapan istrinya yang semakin tajam.

Setelah menyeret gundik dari suaminya, Airin lekas menutup pintu dan menguncinya lalu kembali duduk di sofa menghadap suaminya yang duduk di seberangnya.

"Aku tidak akan bertanya alasan kamu berselingkuh, aku juga tidak akan bertanya apa kurangnya aku." Airin berkata dengan tenang namun tegas. Wajahnya datar dengan tatapan menghunus tajam membuat Atar terkesiap.

Atar berdehem pelan untuk mengurangi kegugupannya. Tiga tahun menjalani mahligai rumah tangga dengan Airin, tak pernah sekalipun lelaki itu melihat istrinya menatap dengan seberani itu. Airin yang ia kenal, adalah wanita bersahaja dengan tutur kata lembut.

"Sayang ... Aku bisa jelasin, tadi..."

Ucapan Atar yang ingin menjelaskan terhenti ketika Airin mengangkat sebelah tangannya menandakan kalau wanita itu tak ingin mendengar apapun dari suaminya.

"Tidak perlu menjelaskan, aku tidak ingin mendengar apapun dari mulut busukmu itu."

Atar terbelalak mendengar perkataan Airin, emosinya memuncak dan ingin tertumpahkan saat itu juga. Namun lelaki berjambang tipis itu berusaha menahannya, ia mencoba mengerti kalau saat ini istrinya tengah terguncang karena baru saja memergoki aksi bejatnya.

"Aku tidak akan meminta kamu meninggalkan pelacur itu," Atar kembali ingin protes saat Airin lagi-lagi menyebut Diana sebagai pelacur. Namun belum sempat sanggahan itu keluar dari mulutnya, Airin lebih dulu mengangkat tangannya kembali membuat kata-kata yang hendak diucapkan Atar tertelan kembali.

Atar menghela nafasnya dalam, menetralkan emosinya agar tak meledak dan membuat istrinya semakin terluka.

"Mas, aku memang tidak akan meminta kamu meninggalkan gundikmu itu, tapi aku memberimu dua pilihan."

Atar menatap Airin dengan tatapan seolah dirinya meminta Airin kembali melanjutkan perkataannya.

"Pertama, ceraikan aku dan aku tidak akan meminta harta gono gini sama kamu. Atau..." Airin menghentikan sejenak perkataanya. Matanya menyelidik menatap Atar yang kini menatapnya dengan raut terkejut yang sama sekali tidak bisa ditutupi lelaki itu.

Airin tersenyum miring dan mencondongkan tubuhnya ke depan agar lebih dekat dengan Atar. Melihat wajah pias suaminya membuatnya sedikit merasa senang.

Atar salah bila mengira dirinya akan menangis meraung dan memohon agar lelaki itu meninggalkan selingkuhannya. Tidak, demi apapun Airin tidak akan melakukan hal menjijikan itu. Dia tidak akan pernah merendahkan harga dirinya hanya untuk lelaki bajingan yang sayangnya berstatus sebagai suaminya.

Akh ... betapa bodohnya Airin selama ini, kalau saja dia tidak memergokinya secara langsung mungkin saat ini dia masih menganggap lelaki itu sebagai suami yang sangat sempurna.

Airin terkekeh pelan menyadari kebodohannya selama ini. Begitu percayanya dia pada suaminya hingga tak sekalipun dia merasa curiga. Bahkan, saat lelaki itu berhar-hari tidak pulang ke rumah dengan alasan ke luar kota untuk urusan pekerjaan dirinya dengan sukarela menyiapkan segala kebutuhan suaminya. Mencuci pakaian kotornya ketika lelaki itu kembali, pakaian yang kini ia yakini telah ternoda oleh sentuhan wanita murahan itu.

Airin meringis, badannya bergidik pelan. Dia benar-benar merasa jijik saat ini apalagi ketika membayangkan lelaki itu menyentuh tubuhnya setelah sebelumnya bergumul dengan selingkuhannya. Rasanya mandi tujuh kali dengan kembang tujuh rupa di campur tanah sekalipun tidak akan mampu menghilangkan jejak kotor suaminya.

"Sayang ... Aku minta maaf, tapi tolong jangan bercerai. Aku sayang banget sama kamu, aku enggak mau pisah sama kamu."

Airin membuang wajahnya jengah, dia muak dengan kata cinta dan sayang yang terucap dari bibir kotor lelaki itu. Apa katanya? cinta? Sayang? Airin rasanya ingin tertawa mendengarnya.

Airin kembali menatap Atar, kali ini dengan seringai yang terlihat mengerikan. "Baik, kita tidak akan bercerai."

Atar tersenyum lega mendengarnya, baru saja dia hendak beranjak ingin memeluk sang istri, tiba-tiba perkataan Airin meluruhkan tubuhnya.

"Kita tidak akan bercerai asal kamu mau mengalihkan seluruh aset kamu menjadi atas nama aku."

Belum hilang rasa terkejutnya, perkataan Airin selanjutnya membuat tubuh Atar benar-benar lemas bak kehilangan seluruh tulangnya.

"Selain itu, aku juga mau kamu menyerahkan seluruh kartu yang kamu punya padaku, kamu hanya akan mendapatkan jatah bulanan dariku dan tentu saja dengan nominal yang aku tentukan."

Airin menatap Atar dengan senyuman liciknya, ekspresi yang ditampilkan lelaki itu saat ini benar-benar membuatnya puas. Ia yakin, ego dan harga diri lelaki itu pasti terluka mengingat Atar adalah tipe orang yang sangat menjunjung tinggi sebuah kehormatan dan juga harga diri.

Note:

Cerita ini sudah tamat di aplikasi Fizzo. Buat Yang mau baca cepat bisa langsung meluncur ke sana, gratiss!!!

Nama akun Fizzo: Suleni
Judul : Airin (luka yang tersimpan)

AIRIN (Luka Yang Tersimpan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang