Bab 7. Berpisah

992 24 0
                                    

Atar dan Diana berdiri saling berhadapan. Tatapan keduanya terkunci sarat akan keengganan untuk berpisah. Saat ini mereka tengah berada di bandara Soekarno-Hatta untuk mengantar kepergian Diana ke Sumatera.

Yah, setelah sebelumnya Atar mendatangi apartemen Diana untuk mendiskusikan hubungan mereka akhirnya keputusan berpisah lah yang dipilih Atar, dan memindahkan Diana ke luar kota adalah langkah terbaik karena jika wanita itu masih berada di kota yang sama dengannya ia tak yakin akan tahan untuk tidak menemuinya.

Keputusan berpisah tidaklah mudah bagi Atar. Ada banyak hal yang harus dirinya pertimbangkan pun pertentangan dari Diana sendiri membuatnya cukup sulit untuk terealisasi. Namun, setelah semua penjelasan juga permohonannya akhirnya kekasih gelapnya itu menyetujui juga.

Atar akui berat rasanya berpisah dengan Diana. Kalau boleh memilih, inginnya ia memiliki keduanya tanpa harus berpisah dengan salah satunya. Namun ia sadar keinginannya hanya akan melukai mereka termasuk dirinya sendiri.

Atar memeluk Diana erat dan memberikan kecupan dalam di kening wanita itu. "Maaf yah aku harus ngambil keputusan ini. Semua ini juga berat buat aku, tapi aku yakin ini yang terbaik buat kita. Maaf karena aku udah nyakitin kamu."

Atar berucap lirih di depan wajah Diana tanpa melepaskan pelukannya. Matanya sendu menatap mata sipit sang kekasih yang sudah basah karena air mata. "Jangan nangis, kamu baik-baik di sana. Jaga diri. Jangan gampang percaya sama orang asing."

Atar menghapus lembut air mata Diana dan memberikannya nasihat-nasihat kecil untuk wanita itu, sedangkan Diana hanya menganguk-anggukkan kepalanya saja tanpa menjawab perkataan Atar. Bibir wanita keturunan Chinese itu terkatup rapat, dia tak sanggup berbicara dengan lelaki yang dicintainya.

Semua terlalu menyesakkan bagi dirinya. Satu tahun bersama dengan Atar, ia pikir semua akan berakhir indah. Meski terkesan jahat, namun sejujurnya dia memang mengharap perpisahan kekasihnya dengan istrinya sehingga dia bisa memiliki laki-laki itu seutuhnya.

Berbanding terbalik dari apa yang diharapkannya selama ini, yang terjadi bukanlah perpisahan Atar dan istrinya namun dirinya yang berakhir terbuang jauh dari lelakinya.

Atar memang memberinya banyak uang untuknya memulai hidup baru di luar daerah, lelaki itu bahkan memberikan hampir seluruh tabungannya yang selama ini sengaja disimpan di apartemen Diana. Namun tetap saja, semua itu terasa hambar tanpa kehadiran lelaki itu di sampingnya.

Diana memang matre, dia suka hal-hal mewah yang selalu diberikan Atar padanya. Namun, dia juga tak menampik kalau hatinya benar-benar jatuh pada pesona sang CEO. Sikap lembut Atar dan sikap penyabar lelaki itu membuat Diana yang awalnya menggoda hanya karena uang berubah jadi rasa ingin memiliki seutuhnya.

Bersama Atar dia merasa benar-benar dicintai, disayangi, juga diinginkan. Hal yang tidak pernah dia dapatkan karena selama ini orang tuanya hanya terfokus kepada sang kakak.

Diana tak mengerti alasan kenapa orang tuanya memperlakukannya berbeda dengan sang kakak. Kuat dan mandiri, dua kata itulah yang selalu diucapkan orang tuanya terhadap sosoknya. Namun, tanpa mereka sadari Diana hanyalah sosok yang rapuh yang juga menginginkan perhatian dari orang tuanya.

Selama ini Diana hanya berpura-pura kuat agar tak terlihat lemah di depan orang lain. Dan sifat mandirinya muncul bukan karena keinginannya, tapi semua itu terbentuk dengan sendirinya saat kedua orang tuanya tak pernah memberikan waktu dan perhatian kepadanya.

Diana selalu merasa harus bisa hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang tuanya, bahkan gadis itu sudah melarikan diri dari rumah sejak dirinya lulus sekolah menengah atas. Dia benar-benar tak tahan harus terus menerima perlakuan pilih kasih orang tuanya.

Jakarta adalah tempat yang dipilih Diana untuk melarikan diri. Kota yang cukup jauh dari Tasik tempat orang tuanya tinggal. Dalam perjalanannya mencari jati dirinya juga pembuktian terhadap orang tuanya, dia bertemu dengan Atar tanpa sengaja ditengah kebingungannya dalam mencari pekerjaan.

Sosok Atar bagaikan pahlawan bagi dirinya. Diana bahkan menggantungkan hidupnya pada lelaki itu sejak dirinya mulai dekat. Butuh waktu lama untuk dirinya agar Atar melihat ke arahnya sebagai seorang wanita dewasa. Setidaknya waktu satu tahun menjadi segala usaha Diana untuk meluluhkan Atar terbayar sudah saat lelaki itu mengatakan tertarik padanya dan membawa dia ke ranjang hangatnya.

Diana tak menolak, dia bahkan dengan senang hati menyerahkan kesuciannya pada lelaki yang telah beristri. Diana hanya merasa apa yang telah diberikannya memang layak diterima oleh Atar. Lelaki itu bukan saja memberinya pekerjaan dan tempat tinggal, namun kasih sayang juga perhatian-perhatian kecil yang selama ini diimpikannya.

***

Atar memasuki rumahnya dengan perasaan lega luar biasa. Satu masalah telah ia selesaikan, kini dirinya hanya harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan maaf dari istrinya.

"Sayang..."

Atar memeluk Airin dari belakang membuat tubuh ramping itu menegang untuk beberapa saat karena setelahnya Airin kembali melanjutkan acara masaknya meski ia sedikit merasa risih karena suaminya yang terus menduselkan wajahnya ke ceruk lehernya.

"Aku udah pindahin Diana ke Sumatera, dan siang tadi dia sudah berangkat."

Airin terdiam mendengar gumaman Atar. Sedikit bingung karena ternyata suaminya memilih jalan berpisah dengan selingkuhannya padahal dia pikir mereka akan tetap mempertahankan hubungannya karena dalam surat perjanjian yang dia buat pun tak ada poin yang mengharuskan suaminya meninggalkan atau berpisah dengan selingkuhannya.

"Aku tahu kamu ga akan percaya. Tapi aku emang udah benar-benar mindahin Diana ke luar daerah." Melihat istrinya yang hanya terdiam, Atar tahu kalau wanita itu meragukan ucapannya.

"Kenapa?" tanya Airin pelan, nyaris serupa bisikan namun masih dapat di dengar oleh Atar karena posisi keduanya yang sangat dekat.

"Aku sudah berjanji akan memperbaiki semuanya dari awal. Dan memindahkan Diana adalah langkah yang tepat untuk mengawali semuanya. Aku enggak mau kamu banyak pikiran karena aku yang masih berada di kantor yang sama dengan Diana." Atar menjelaskan alasannya memindahkan Diana.

"Aku enggak minta kamu untuk langsung percaya lagi sama aku. Aku tahu semua ini enggak mudah buat kamu yang sudah kecewa, karena itu izinkan aku untuk berjuang dapatin kepercayaan kamu lagi."

"Kalau kamu ingkar?" tanya Airin lagi. Sejujurnya hatinya tersentuh mendengar kesungguhan suaminya. Namun, bukankah dirinya harus waspada agar tidak kembali terluka?

Atar terdiam sesaat sebelum menghembuskan nafasnya panjang. Tangannya semakin mengeratkan pelukannya di tubuh sang istri membuat Airin merasa geli dan juga hangat.

"Kalau suatu saat nanti aku mengingkari janji dan kembali berkhianat, maka kamu boleh pergi sejauh mungkin dari hidup aku. Aku janji tidak akan menghalangi atau mempersulitnya."

Airin menegang kaku mendengar perkataan Atar. Apakah lelaki itu sungguh akan memperbaiki semuanya? Airin menggeleng pelan mengusir rasa percayanya. Dia tidak ingin gegabah dengan menyerahkan hati sepenuhnya, dia harus benar-benar membuktikan kalau lelaki itu mampu untuk setia.

Airin melepaskan pelukan Atar dan memutar tubuhnya menghadap lelaki itu. Menatap tepat ke dalam netra sebening jelaga itu. Mencari tahu arti dibalik sorot yang ditampilkan.

"Aku enggak tahu kali ini kamu akan mengingkari atau enggak. Tapi, aku juga ingin memberikan kesempatan buat kamu membuktikannya padaku. Setidaknya untuk yang terakhir kalinya." Airin menjeda sejenak ucapannya. Tatapannya semakin tenggelam hingga ke dasar jelaga.

"Kalau suatu saat kamu mengingkarinya, aku hanya berharap kamu menepati apa yang kamu ucapkan hari ini. Membiarkan ku pergi jauh dan tidak mempersulitnya," lanjut Airin.

Kini dirinya memasrahkan kelanjutan rumah tangganya pada takdir. Apapun dan bagaimanapun Airin akan berusaha untuk menerimanya.

Note: cerita sudah tamat di aplikasi Fizzo yah. Gratissss!!!!

AIRIN (Luka Yang Tersimpan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang