Bab 11. Jejak Yang Tak Hilang (18+)

573 13 0
                                    

"Baik, saya akan datang dua jam dari sekarang."

"Sayang..."

Atar menepuk pelan bahu Airin yang tengah menelepon membuat istrinya itu terperanjat. Kernyitan di dahi Atar muncul saat dilihatnya Airin buru-buru mematikan teleponnya dengan gugup.

Ada apa dengan istrinya? apakah Airin menyembunyikan sesuatu darinya? tapi apa? Atar tak menemukan jawabannya. Namun saat satu pemikiran hinggap di kepalanya lelaki itu langsung menggeleng keras menyangkal pikiran kurang ajarnya.

Bagaimana tidak kurang ajar, kalau otaknya menuduh sang istri menghubungi seorang pria lain dan berselingkuh. Sungguh, Atar patut untuk mengutuk otaknya yang dangkal itu.

Airin wanita baik-baik dan berkelas. Meski tumbuh di panti asuhan, namun Airin memiliki sikap dan kepribadian layaknya seorang putri bangsawan. Jadi tak mungkin kalau apa yang ada dipikirannya itu benar istrinya lakukan.

"Kamu ... udah lama di situ?" tanya Airin dengan wajah gugup yang terlihat jelas. Bagaimanapun istrinya itu menyembunyikan dan berusaha tenang, tentu tak akan berhasil untuknya yang sudah hidup bersama selama bertahun-tahun.

"Hmm ... cukup lama untuk mendengar obrolan kamu."

Airin terbelalak namun dengan cepat merubah mimik wajahnya menjadi tenang saat Atar menatapnya intens dan dalam.

"Ekhem... tadi aku menghubungi Pak Kinan, beliau agen properti gitu, dan yah rencananya aku mau beli rumah buat Investasi aja sih, enggak papa kan?

Airin tidak bohong, dirinya memang menghubungi Kenan, suami salah seorang temannya. Dia memang berencana akan membeli sebuah rumah, tujuannya pun memang untuk berinvestasi meskipun dia tidak tahu kedepannya rumah itu akan benar hanya untuk investasi atau ia tinggali. Namun, yang Atar tidak tahu dan memang ia tidak ingin memberi tahukan nya, rumah yang akan ia beli ini tidak berada di Indonesia, melainkan berada di sebuah negara asing.

Airin sama sekali tidak bermaksud menyembunyikannya dari Atar. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja yang entah kenapa mengatakan suatu saat nanti akan membutuhkannya.

Airin bukannya mengharapkan hal buruk terjadi di dalam rumah tangganya. Namun sebagai seorang perempuan terlebih dirinya tidak memiliki keluarga lain selain Atar bukankah sudah seharusnya dia berjaga-jaga?

Tidak ada yang tahu bagaimana nasib seseorang kedepannya, dan itu sudah terbukti di dalam rumah tangganya. Suami yang ia pikir setia dan bisa menua bersamanya nyatanya memilih mendua. Beruntung saat ia memberi pilihan Atar memilih untuk menyerahkan semua asetnya dibanding berpisah dengannya.

Airin tidak bisa membayangkan bila Atar memilih melepaskannya, dirinya pasti akan menjadi janda yang menyedihkan. Mungkin hidupnya tak akan kekurangan sebab ia memiliki penghasilan sendiri diluar nafkah yang diberikan Atar. Namun tetap saja dikhianati dan dicampakkan akan membuatnya  kembali hidup susah seperti saat ia di panti dulu.

Bukan Airin tidak mampu melewatinya, dia mampu dan sangat mampu untuk bangkit tanpa suaminya. Terlebih dia memang memiliki penghasilan sendiri di luar nafkah dari suaminya. Namun ia tak rela kalau harta yang selama ini ia perjuangkan bersama suaminya dinikmati dengan mudah oleh wanita lain. Kalaupun wanita itu ingin bersama suaminya. Setidaknya dia harus melakukan hal yang sama dengannya dulu, memulai semua dari nol.

"Boleh aja sih, cuman tumben aja kamu enggak diskusi dulu sama aku," jawab Atar. Dia memang sedikit merasa aneh dengan keputusan istrinya yang hendak membeli rumah tanpa persetujuannya. Bukankah biasanya apapun yang dilakukan istrinya itu atas seizinnya? lalu kenapa sekarang tidak lagi? ada perasaan mengganjal di hati Atar mendapati sikap sang istri yang seperti itu.

AIRIN (Luka Yang Tersimpan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang