Chapter 3

266 30 6
                                        

Selamat Membaca

.
.
.
.
.
>⁠.⁠<

Hinata berdiri anggun di balkon kamarnya, memandang bulan yang bersinar indah, dikelilingi gemerlap bintang. Dengan kepala yang diangkat tinggi ke langit, bulan menjadi saksi bisu atas perasaannya. Kilau bulan menyiratkan kekuatan magis yang sedikit mampu meredakan kesedihan yang merayap di hatinya.

Bulan membawa Hinata terbang ke masa lalu, menyelipkan keindahan kenangan saat masih bersama ibunya. Ingatannya terpatri erat pada momen ketika ibunya masih ada, sebelum kepergiannya yang menyisakan rasa kehilangan yang mendalam. Dulu, ketika tak bisa tidur, ibunya selalu mengajaknya ke balkon untuk bersama-sama menatap bulan, sambil merajut cerita indah dalam bentuk dongeng yang mengalun lembut di telinganya.

Tetapi, kini semuanya telah berubah. Tak lagi ada sosok ibu yang menjadi penyejuk dan pendamping setia dalam cerita hidupnya. Tempat untuk berkeluh kesah dan bahu yang biasa menopangnya saat kesedihan melanda, kini menjadi hampa. Bulan yang pernah bersaksi pada kebahagiaan mereka, seakan menjadi saksi bisu pada kehilangan yang tak tergantikan. Namun, sekarang, balkonnya hanya menyaksikan Hinata sendirian, mencoba menemukan ketenangan di bawah cahaya bulan yang bersinar penuh makna.

"Kaa-san, Hinata merindukanmu! Kaa-san tahu, Hinata ingin sekali menjadi seperti bulan itu. Meski di tengah kegelapan, bulan tetap bersinar terang dan ditemani oleh bintang-bintang setianya. Ketika Hinata menghadapi kejadian seperti ini, Hinata menginginkan Kaa-san menjadi bintang yang menyinari jalanku, menemaniku melewati setiap langkah ditengah kegelapan ini," batin Hinata penuh kerinduan.

Setelah sejenak meratapi dalam diam, merasakan udara malam yang semakin dingin, Hinata memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam kamarnya.

.

.

.

"Selamat pagi!" sapa Hinata memasuki ruang OSIS.

"Pagi!" jawab semua anggota OSIS di ruangan tersebut.

Terpancar suasana yang penuh semangat dan profesionalisme, meja lonjong yang panjang terletak di pusat ruangan yang dikelilingi oleh kursi-kursi yang tersusun rapi, dinding ruangan dihiasi dengan papan pengumuman yang dipenuhi informasi terkini, poster acara yang mencolok, dan peta pemetaan kegiatan sekolah. Terdapat pula papan tulis besar di depan ruangan yang dipenuhi dengan jadwal kegiatan, ide-ide kreatif, dan catatan penting.

Hinata melangkah duduk di kursi samping Shikamaru, lalu ia membuka tas dan mengeluarkan laptop serta sebuah kertas.

"Shika, ini kertas yang berisikan nama-nama panitia acara nanti," Hinata yang menjabat sebagai Sekretaris, menyerahkan kertas tersebut kepada Shikamaru.

"Terimakasih! Oh, iya. Kau periksa proposal ini, tolong perbaiki lagi penulisannya," ucap Shikamaru sambil menyerahkan flashdisk ke Hinata.

Hinata mengangguk kepalanya, " iya,"

"Terus, siapa nanti yang mengantar proposalnya?" timpal Gaara setelah mendengar percakapan Hinata dan Shikamaru.

Shikamaru tampak bingung, karena ia belum sempat memikirkannya. Acara ulang tahun sekolah, memang menguras pikirannya karena acara tersebut harus diadakan semeriah mungkin, hal ini menyangkut nama baik dirinya serta sekolahnya sendiri sebab acara tersebut akan mengundang murid sekolah lainnya. Apalagi sebelum semester ini berakhir sampai pemilihan anggota OSIS yang baru, masih ada beberapa acara kegiatan sekolah yang masih menjadi tanggung jawabnya sebagai ketua OSIS. Baru setelah itu, ia akan fokus pada ujian kelulusan.

"Kenapa harus pakai proposal? Bukannya proposal itu juga ditujukan ke perusahaan mu dan teman-temanmu, kenapa tidak langsung saja?" ujar Matsuri, gadis berambut pendek itu mencoba memberikan solusi sederhana.

Gaara mendengus tidak suka mendengarnya, " CK, kau pikir semudah membalikkan telapak tangan. Itu perusahaan keluarga, walaupun kami anak-anaknya tidak semudah itu mendapatkan persetujuan soal dana,".

Shikamaru melirik Hinata dengan penuh pertimbangan, "Hinata, bagaimana kalau kau yang mengantar proposalnya? Selagi, kau perbaiki penulisannya sekalian kau pahami isinya!".

Hinata memandang Shikamaru dengan sedikit kebingungan, namun sebelum dia bisa menanggapi, Shikamaru menambahkan, "Dan Gaara, aku minta kau ikut menemani Hinata mengantarnya."

Namun, Hinata agak enggan dengan ide tersebut, dan dia melihat Gaara dengan ragu. Begitupula Gaara yang melihat ke arah Hinata dengan sedikit rasa penasaran, Gaara menyadari bahwa Hinata cenderung menjaga jarak selama mereka menjadi anggota OSIS, mendengar usulan Shikamaru membuatnya tertarik karna ini akan jadi kesempatan buat dirinya dekat dengan Hinata, "Apa kau keberatan, Hinata-chan?"

Hinata merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi tersebut, tetapi dia tahu bahwa ini merupakan tanggung jawabnya. Dengan sedikit enggan, dia akhirnya menyatakan, "Tidak, baiklah kita akan mengantarnya bersama,".

Gaara tersenyum mendengarnya, begitu pula dengan Shikamaru. Hinata menghela nafas berharap kerja sama dirinya dengan Gaara tidak akan menimbulkan masalah nantinya.

.

.

.

Setelah meninggalkan ruang OSIS, langkah Hinata mengisi koridor sekolah yang mulai sepi, dibarengi dengan melodi bel masuk yang baru saja berdentang. Menguapkan nafasnya ke udara yang hening, ia memutuskan singgah di perpustakaan untuk mengambil buku yang diminta Konan-sensei. Setelah buku terjepit di genggamannya, Hinata bergegas menuju kelas sambil membaca buku tersebut.

Dengan terburu-buru dan masih terfokus pada bukunya, tanpa diduga, saat akan berbelok ke kanan untuk naik tangga, Hinata menabrak seseorang yang berjalan menuruni tangga itu. Brukk! Suara kecil tabrakan mereka memecah kesunyian koridor. Mereka berbelok ke arah yang berlawanan, Hinata ke kanan, sementara pria itu ke kiri. Beruntung, keduanya tidak jatuh.

Tanpa melihat wajah orang tersebut, Hinata langsung membungkuk dan berkata, "Maafkan aku!"

Saat melihat bukunya terjatuh dekat kaki orang tersebut, Hinata cepat meraihnya. "Sekali lagi, aku minta ma-" ucapannya terpotong, mata Hinata terbelalak kaget saat ia mendongak, kakinya rasanya terasa sangat berat, sulit untuk melangkah pergi dari hadapan pria tegap itu. Seakan waktu terasa melambat, tatapan keduanya bertaut dalam keheningan yang intens.

"N-naruto," ucap Hinata dengan lirih, menyadarkan Naruto dari keterkejutan nya, segera saja Naruto mengubah ekspresinya menjadi datar.

"CK, sial. Apa kau tidak bisa menggunakan matamu," desis dingin Naruto dengan tatapan tajam yang seolah dapat menusuk mata Hinata.

Hinata menundukkan kepalanya, "m-maaf,"

Naruto hanya memberikan desisan dingin sambil memasukkan tangannya ke kedua sisi kantong celananya. Lalu, dengan langkah tegas, ia berlalu pergi dari hadapan Hinata. Hinata terdiam, melihat Naruto menjauh dengan langkahnya. Jantung Hinata masih berdegup cepat, terkejut, karena bertemu Naruto.

.

.

.

TBC.

Bagaimana pendapatmu?

Kalau ada kekurangannya tolong sampaikan,ya!

Jangan lupa vote, komen, dan share ya

Terimakasih.

Shadow Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang