4

65 13 22
                                    

Setelah mengamati beberapa hal yang sebenarnya Solar sendiri tidak yakin ini nyata atau enggak, walau dalam hati paling dalam sedalam Palung Mariana, Solar tidak ingin menyakini bahwa yang dia lihat di depan sana adalah seseorang yang dia kenal.

Duh Gusti Nung Agung, Tolong sembunyikan Hamba mu ini dari orang disana,batin Solar dalam hati.

Di depan sana, di jarak 10 meter dari tempat Solar berdiri, disana terlihat seorang pemuda serba hijau hitam tengah berlari sambil membawa tanaman aneh menurut Solar dan orang-orang di sekitar mereka tidak lupa dengan senyuman lebar terpatri di bibirnya.

"KHANDRA SOLAL ADITYASWARA!!!!!!!"panggilan menggelegar dengan menyebutkan nama Asli Solar sedikit membuat Solar berpikir apakah telinganya masih aman atau tidak.

Sosok itu, sosok serba hijau hitam itu ketika sampai di depan Solar langsung menyapa Solar tidak lupa dengan mimik wajah yang polos menyerempet watados dan senyum polos terpatri di bibirnya.

"Selamat Pagi Solar~! Lihat Thorn bawa apa!?"sapa sosok itu.

"Err.... Pohon?"tanya Solar, dengan sedikit keraguan, enggak sih tapi banyak keraguan.

Ya gimana ya, benda yang di bawah temannya ini mau di bilang pohon bukan juga, tanaman bukan juga, habis bentuknya itu loh.

Ini kayaknya harus dikaji gak sih?

Oke, otak dan pikiran pintar Solar sudah kambuh.

"Theomund Jenggala Axelle, itu kamu dapat dimana?"tanya Solar ketika lama diam karena sibuk dengan klasifikasi dari Genus sampai kingdom dari benda yang di bawah sama Temannya ini.

"Duh, baru kali ini Sunshine manggil nama lengkap ku."di tanya apa, di jawab apa. Maklumi, si serba hijau hitam ini lagi malu karena di panggil pakai nama lengkap dia.

Solar langsung masang muka atau mimik wajah jijik dan ilfeel khas dirinya. Thorn sendiri langsung berdehem sebentar, guna menghilangkan kecanggungan dan juga rasa ingin menonjok si mata empat di depannya ini.

"Oh ini... Thorn dapat di Hutan, Kawasan Fakultas Kehutanan."jawab Thorn dengan nada polos khas dia.

Dan di saat itu pula, Solar langsung ngefreeze akibat jawaban dari teman polosnya ini.

Mari kita tinggal dua anak ini dan ketempat lainnya.


Skip


Namanya Pawana Taufiqrah Bakhtiar, biasa di panggil Taufan, anak fakultas Tata Boga yang suka bikin sesuatu yang di luar nalar, dari Mie agar-agar sampai kue rasa asam Jawa pun dia pernah buat.

Dan siapa yang bakalan selalu jadi Korban cicip menyicip masakan Taufan?

Siapa lagi kalau bukan Raden Aksaja Sirius atau biasa di panggil Halilintar, pasti sisanya Bumitama Shankara Astara atau biasa di panggil Gempa.

Dua Sohib dari Brojolnya Taufan, si anak Manajemen Bisnis (Untuk Halilintar) dan Hukum (untuk Gempa) yang pasti jadi korbannya.

Seperti sekarang, Taufan lagi nemplok di pundak Gempa yang lagi nutup kedua bibirnya, menolak suapan dari Taufan dengan Matanya meminta Tolong Pada Halilintar yang berada di belakang Taufan yang cuman diam ngeliatin mereka.

Tolongin aku Li, ini aku masih mau hidup, masih mau jadi hakim atau jaksa.

Maaf, Gem. Gue gak bisa bantu, karena gue pasti bakalan jadi korban selanjutnya setelah elu.

Universitas Monsta Galaksi -UMG-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang