18.

615 74 8
                                    

Malam semakin matang ketika konser selesai dan perlahan-lahan, Ford Field kehilangan penontonnya. Hanya tersisa puluhan orang yang masih mencari-cari keberadaan the boys, mungkin untuk dimintai tanda tangan. Sisanya adalah petugas kebersihan dan kru-kru panggung beserta tim lainnya.

Aku dan Kaylie duduk di bawah salah satu tenda yang masih berjejer di tepi stadion, kelelahan karena berjam-jam berdiri.

Tak ada yang berbicara diantara kami. Kaylie sibuk menyesap vanilla milkshake yang baru dibelinya dan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Jantungku masih berpacu cepat sejak Harry berlutut di depanku, tepat di atas panggung saat konser hampir berakhir. Bagaimana ia tertawa tanpa mengucap sepatah kata pun.

Aku juga masih ingat dengan pengakuanku tadi. Lord, itu tadi sungguh bodoh. Aku tak tahu mengapa bisa mengatakan kalau aku mencintainya tanpa berpikir ke depan. Oke, aku memang mencintainya. Aku suka padanya. Aku peduli padanya. Tapi, kukira perasaan itu akan kupendam sendirian. Sekarang, kuharap Harry tak menganggapku gadis murahan yang bersikap terlalu agresif. Kuharap ia tidak berpikiran yang macam-macam.

Aku menghembuskan napas melalui mulut dan memandang ke sekitar stadion yang besar. Beberapa gadis yang membawa poster, tumpukan dvd atau notes, berlarian menuju belakang panggung. Mataku memicing mengikuti arah lari mereka, apa the boys masih ada acara lagi? Menurut daftar acara di internet, mereka cuma berada disini sehari dan akan lanjut ke kota lain. Mungkin setelah ini ke Chicago.

"Ng, Lily?" Suara Kaylie membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. Ia menatapku datar, lebih dengan tatapan tak terbaca.

"Apa?" Dahiku berkerut, kebingungan.

"Aku mendengar apa yang kau katakan pada Harry tadi, asal kau tahu." Lalu sebentuk cengiran menghias wajahnya.

Aku mengangkat alisku tinggi dan otomatis menutup mulutku kaget. Ya Tuhan, aku lupa kalau ada Kaylie di sebelahku sepanjang konser tadi. Dengan segala keriuhan itu, bagaimana bisa dia mendengarku?

"Eh...uh...kok..kok kau bisa-"

"Sshhh." Telunjuknya menempel di bibirku, menyuruhku diam. Ia tergelak kecil dan tersenyum. "Akhirnya, kau mengakuinya juga. Sumpah, aku cukup terkejut melihat tindakanmu itu."

Bibirku menipis dan aku menolak melihat sepupuku yang bertahan dengan senyum jailnya itu. "Kalau aku, lebih terkejut melihat reaksi Harry. Astaga dia tertawa, Kay! Dia tertawa." Aku meremas ujung kausku gemas.

"Well, kukira itu reaksi yang bagus. Kupikir dia juga menyukaimu."

"Mengapa kau bisa berpikiran seperti itu?"

Kaylie mengangkat bahu. "I dont know. I just realized it since i saw the way he look at you. There's something."

"Berlebihan." Balasku singkat.

Di kejauhan, bisa kulihat One Direction berjalan berbarengan diikuti banyak sekali gadis-gadis berisik yang membawa notes dan sign. Sebenarnya, di sekitarku juga masih ada sisa-sisa penonton yang masih berkumpul atau berpelukan sambil menangis. Yah, saat konser selesai, banyak sekali yang berpelukan dan menangis bersama. Mungkin itu bentuk kebahagiaan mereka dan kelegaan bisa menonton idolanya secara langsung.

"Kau tidak mau dapat tanda tangan mereka?" Tanyaku tanpa mengalihkan pandangan.

"Mau sih, apalagi bisa meet and greet. Tapi, kau harus punya tiket vvip untuk itu."

Where Do Broken Hearts Go?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang