19. - Confessions

658 78 15
                                    

Kami masuk ke dalam KFC yang terletak di pinggir jalan, tak jauh dari Ford Field. Harry menyuruhku mencari meja dan ia yang memesankan makanan. Aku memilih meja di pojok ruangan bagian depan, di dekat jendela kaca besar. Tak lama kemudian, Harry datang dengan pesanannya.

"Kau yang traktir?" Tanyaku sambil meraih segelas sprite. Ia duduk di depanku dan mengangguk. Memberikan hamburger dan kentang ukuran besar bagianku dan memisahkan miliknya sendiri.

Untuk beberapa saat kami makan dalam diam. Aku berusaha keras mengabaikan tatapan orang-orang, aku tahu mereka menatap kesini meski Harry-lah objek utamanya. Lalu, setelah menghabiskan makanannya dengan sangat cepat, Harry mengelap jarinya dengan tisu dan melipat kedua lengannya di atas meja. Menatapku lurus-lurus.

"And here we go again." Katanya dan aku diam saja. Tidak tahu kemana arah pembicaraan ini.

Laki-laki didepanku ini kembali bersuara. "Well, great for me too see you now, Lily."

Aku meneguk minumanku yang tinggal seperempat dan mengangguk, tersenyum senang. Aku tak dapat memungkiri kalau malam ini aku sangat, sangat senang. Selain bisa datang ke konsernya, aku tak perlu bayar mahal untuk bertemu empat mata dengan Harry Styles.

"Aku juga."

"Hanya itu? Hanya itu jawabanmu?" Kedua alisnya panjangnya menukik naik, mengintimidasi.

Aku berdeham sebentar dan mengibaskan tangan. "Hm, dan konser malam ini sangat keren. You guys have killed it well. Oh, ya selamat untuk itu."

"Terimakasih. Sejujurnya, kukira kau tak akan datang. Makanya tadi aku kaget sekali melihatmu di barisan paling depan bersama dengan Kitty? Eh..siapa sepupumu itu? Kaylie ya?"

Senyumku mengembang sedikit. Aduh, sejak bertemu dengan Harry kurasa intensitas senyumku bertambah sering. "Kaylie. Ya, aku memutuskan datang sekaligus menemuinya. Ini tour bergengsi kau tahu? Dan ini konser paling meriah yang pernah kutahu di Detroit."

"Memang sudah berapa kali kau pergi ke konser?" Tanya Harry dengan cengiran khasnya, seakan mengetes.

Pipiku langsung memerah mengingat ini sebenarnya adalah konser musik pertama yang pernah kudatangi. Melihatku, Harry tertawa kecil seakan paham. Lalu kami terlibat dalam obrolan ringan beberapa saat lamanya. Diselingi beberapa orang yang sadar dengan kehadiran Harry, datang dan meminta foto bersama. Kali ini aku hanya diam memperhatikan.

Tak lama, Harry sudah duduk kembali di kursinya dan mendesah.

"Banyak sekali yang minta foto. Senyumku sampai terasa sangat terpaksa karena mulutku kaku." Tukasnya seraya menggerakkan bibirnya. Aku memandang bibir merah mudanya yang mengundang. Tidak. Aku sudah gila.

Aku menyandarkan punggung ke kursi dan berkomentar. "Kukira itu bagian dari pekerjaan dan resiko jadi orang terkenal."

"Yeah." Kemudian Harry mencondongkan badannya menempel ke meja, seakan ingin membisikkan sesuatu. "Kau sendiri, tidak ingin berfoto denganku? Ini sudah ke-beberapa kalinya kita bertemu dan kita belum berfoto bersama."

Aku mendengus geli. "Apa itu wajib?"

Harry mengulurkan tangan, tidak menjawab. "Kemarikan ponselmu. Kita harus berfoto sesekali."

Aku menggeleng cepat. "Aku tidak minta, Harry. Tidak perlu repot-repot, lagipula bibirmu kan pegal." Balasku, menjauhkan tangannya.

Tapi, ia justru kembali menunjukkan cengirannya yang menggemaskan. "Kalau begitu, ini permintaanku. Sini, mana ponselmu."

Where Do Broken Hearts Go?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang