23 - 24

263 11 1
                                    

"Bagaimana ini, Sayang?" bisik Sandrina pada Ammar. Ia sudah tak tahu lagi harus berkata apa.

Ammar menghela napas panjang. Ia duduk mengangkang dengan kedua siku berada di atas lutut. Kepalanya menunduk frustrasi dengan mata yang tak lepas dari putranya yang saat ini duduk santai seperti tidak punya beban setelah membuat keributan.

"Baiklah! Begini saja, jelaskan secara singkat. Apa tujuanmu menikahi Crystal? Singkat saja." Ammar yang dilanda kekhawatiran itu sepertinya mulai menyerah. "Kau tahu sendiri isi surat wasiat Delon, bukan? Tapi, kau sepertinya tidak berniat melakukannya."

"Tujuan menikahi Crystal? Tentu saja. Karna saya mencintainya." Edward menjawab enteng seakan bukan masalah. "Apalagi kalau bukan itu?"

"Jangan bicara omong kosong!" sela Gallan di tengah-tengah pembicaraan. "Bukankah kau hanya ingin balas dendam pada paman Delon karna beliau menolak lamaranmu?"

"Haha." Edward terkekeh menatap Gallan yang tengah dikuasai amarah. "Aku tidak tahu kenapa kau berpikir seperti itu. Tapi, bukankah harusnya kalian bersyukur akhirnya aku memiliki wanita yang ingin ku nikahi ... setelah melihat banyaknya wanita yang kutolak?"

"Ya! Aku saaangat bersyukur! Tapi, kenapa harus Crystal? Kau itu bajingan atau sampah? Padahal kau yang paling tahu isi wasiat itu ...." Gallan naik pitam. Ia sudah tidak sanggup bersabar lagi.

"Ya, anggap saja aku adalah bajingan sampah!" Edward mendesis tertahan. Ia menatap Gallan dengan pandangan merendahkan. "Bukankah tidak sekali dua kali aku dianggap bajingan?"

Ammar menggelengkan kepala, pasrah. Sepertinya memang tidak ada gunanya berbicara dengan Edward. Entah sejak kapan putranya menjadi seperti ini. Ia mulai menyesali semua perlakuan yang ia tujukan pada putranya selama ini.

"Edward ... kalau memang itu yang kau inginkan, baiklah. Kau bisa menikah dengan Crystal!"

Oho. Akhirnya. Edward tersenyum puas.

"Ayah!" Gallan berteriak.

Suasana semakin memanas. Namun, ekspresi Edward tidak berubah sama sekali. Ia tetap tenang dengan bibir tersenyum mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut ayahnya. Sementara itu, Gallan terus ditenangkan oleh dua wanita yang berada di kanan-kirinya.

"Kau harus punya keturunan!" imbuh Ammar. Pria itu memegangi kepala menatap lantai. "Setidaknya, buatlah beberapa anak dari Crystal. Aku akan mengirim seseorang untuk memantau perilakumu pada putri temanku itu dan menilainya sendiri!"

"Ya, lakukan saja!" Edward menyunggingkan senyum penuh kemenangan. "Silakan tanam beberapa orang di kediaman saya untuk memantau istri saya!"

Putraku, gila. Dia sudah gila. Siapa yang harus bertanggung jawab. Crystal, Delon. Maafkan aku. Batin Ammar merasa berat hati.

***

"Sepertinya anda senang sekali, Tuan!" Ditrian membukakan pintu lain yang ada di ruang kerja tuannya setelah puas memandangi ke keluarga tuan yang dilayaninya.

Edward tertawa kecil menanggapi. "Kesabaranku yang selama itu harus terbayar, Ian! Itulah kenapa aku sangat bersemangat sekarang!"

"Ah~ ... tadi pelayan Nona mendatangi saya. Katanya Nona sudah tidur." Ditrian menerima ponsel yang dititipkan Edward.

"Tidak apa-apa, biarkan saja! Aku harus memastikan sesuatu dan akan mendatanginya nanti. Suruh pelayan itu meninggalkan kamar." Edward buru-buru pergi ke ruang baca rahasia setelah sekilas melihat beberapa pigura besar yang terpasang di dinding yang kebanyakan adalah potret Crystal. Bagus, tinggal sedikit lagi.

Edward membawa satu bingkai foto bergambar Crystal dan membawanya pergi ke kamar pribadi miliknya. Lalu, tangannya mengambil sebuah blazer yang telah tergeletak di sana untuk beberapa waktu yang lama dan kembali menutupi wajahnya dengan blazer itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nikah Kontrak Dengan Tuan Muda ObsesifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang