006. Terluka

2.8K 135 1
                                    

Halo gays!! TMSI UPDATE! sebenarnya mau ga update karena aku lagi sakit. Jangan lupa vote ya!

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

006. Terluka

Keesokan paginya, Luna sudah bangun, ia seperti biasanya menyiapkan keperluan Dewa.

Sekarang mereka sedang di meja makan, tidak ada percakapan selama mereka makan.

Beberapa menit kemudian mereka akhirnya siap makan, Luna berdiri untuk membereskan piring-piring kotor.

Tari yang melihat itu merasa kaget, apa benar menantunya udah berubah sepenuhnya.

"Mama udah siap makannya? Kalau udah siap biar Luna taruh belakang piringnya," ucap Luna sambil tersenyum manis.

"Aduhhh... nyonya. Tidak perlu membereskan piring-piring ini, ini udah tugas pelayan nyonya," sela Rena yang merasa terkejut melihat Luna yang membereskan piring-piring kotor.

"Tidak apa-apa bibi, Luna juga gada kerjaan, tidak salah kan Luna membantu?" tanya Luna sambil menumpuk piring-piring yang kotor.

"Tidak salah nyonya, tapi saya takut tangan nyonya lecet," ucap Rena mencoba membuat Luna tidak melakukan hal itu.

"Biarkan saja Rena, sebagai seorang istri harus wajib bantu beres-beres," sela Tari yang jengah melihat Rena menghalangi apa yang di lakukan oleh menantunya.

Luna yang mendengar itu, menunduk ia tahu kata-kata dari mertuanya itu menyindirnya.

Setelah beres menumpuk piring kotor, ia segera mengangkat nya ke belakang. Setelah itu ia kembali menyusul mas Dewa yang hendak pergi ke kantor.

"Ma, Dewa pergi dulu ke kantor, banyak berkas-berkas numpuk," pamit Dewa.

"Iya nak, hati-hati kamu. Jangan terlalu lelah dalam tumpukan berkas kamu itu, minta seketaris membantu mu," jawab Tari.

"Iya Ma, Dewa pergi dulu ya," ucapnya sambil menyalam punggung tangan Mamanya.

"Mas Dewa tunggu!!" teriak Luna sambil berlari kecil.

Sesampainya di hadapan Dewa Luna menjulurkan sebuah kotak bekal ke arah Dewa.

"Mas ini bekal untuk kamu di kantor, jangan lupa di makan ya," ucap Luna.

Dewa yang melihat itu terkejut, "Ah... Iya. Nanti mas makan, mas berangkat dulu ya."

"Iya mas, hati-hati," balas Luna sambil menyalam tangan Dewa.

Dewa langsung masuk ke dalam mobil dan mobil yang di tumpangi Dewa berjalan meninggalkan kawasan rumah.

Setelah kepergian Dewa, Luna masuk ke dalam rumah di ikuti oleh Mama Dewa.

****
Siang harinya, Tari sedang berada di dapur, ia akan membuat cake kesukaan anaknya.

Dengan telaten, wanita itu memasukan tepung ke dalam wadah yang sudah ia siapkan, setelah memasukan tepung ia memasukan kuning telur ke dalam wadah tersebut, dan ia juga memasukkan barang-barang lainnya. Tari mengambil mixer dan mencolokkan kabelnya, ia menghidupkan mixer tersebut untuk menyatukan barang-barang yang ia masukan ke dalam wadah tadi.

Luna yang baru saja bangun tidur, langsung pergi ke dapur untuk melepaskan dahaganya.

Sesampainya di dapur, ia mendapati keberadaan mertuanya yang sedang membuat sesuatu.

Luna mendatangi mertuanya. Tapi, ia melihat ada seorang pelayan yang membawa air panas dari arah belakang, melihat gerak-gerik pelayan itu ia bisa menyimpulkan bahwa pelayan itu hendak melakukan kejahatan kepada mertuanya.

Benar kan dugaannya, ia langsung berlari ke arah mertuanya dan mendorong tubuh mertuanya sampai jatuh ke samping.

Byur!!

Air yang di bawa pelayan itu mengenai dirinya, pelayan itu yang melihat hal itu langsung pucat pasih ia segera lari melempar wadah yang ia pegang tadi.

"Panas, panas panas!!" teriak Luna yang merasa melepuh di bagian kakinya.

Tari yang melihat itu langsung menghampiri menantunya, ia tidak nyangka bahwa menantunya menyelamatkan dirinya.

"Rena!!" teriak Tari dengan keras.

Rena yang ada di belakang langsung lari terbirit-birit ke arah dapur.

"Iya ada apa nyonya?" tanya Rena.

"Astaga nyonya Luna! Kenapa kaki nyonya bisa melepuh!" teriak Rena.

"Segera telepon dokter Samuel bibi, dan telepon anak saya bibi," perintah Tari.

"Baik nyonya."

Tari langsung membantu Luna berdiri, ia membawa tubuh Luna ke salah satu kamar tamu, setelah itu ia membaringkan tubuh Luna di atas kasur.

"Kamu tahan dulu ya sayang, dokter akan segera datang," ucap Tari sambil menenangkan Luna yang kesakitan.

"Sakit Ma, panas," rengek Luna.

"Iya sayang Mama tahu, kamu sabar ya, kenapa kamu nolongin Mama?" tanya Tari sambil meniup kemerahan yang ada di kaki Luna.

"Timbang Mama yang terluka lebih baik Luna yang terluka," jawab Luna.

Tidak lama seorang dokter muda masuk ke dalam kamar, Tari langsung menyuruh dokter tersebut memeriksa Luna.

"Mungkin kaki nyonya bakalan melepuh, jangan di pecahkan ketika ada airnya nanti, biarkan pecah sendiri," ucap dokter itu ketika sudah siap memeriksa keadaan Luna.

Ia mengoleskan salep agar Luna tidak merasakan panas.

"Ini salepnya nyonya, dan ini obatnya agar lukanya segera membaik dan tidak membekas," ucap dokter itu lagi.

"Itu nanti tidak akan infeksi kan dok?" tanya Tari.

"Tidak akan nyonya, ingatin nyonya muda untuk selalu mengoleskan salep serta meminum obat yang saya kasih dan pastikan jangan sampai terkena air dulu," jawab dokter itu.

"Baik dok, terimakasih."

"Kalau begitu saya pamit untuk kembali ke rumah sakit lagi, nyonya."

Dokter itu pergi meninggalkan kamar tersebut, Tari merasa bersalah dengan kejadian yang baru saja menimpa menantunya, mungkin kalau tubuhnya tidak di dorong, air panas tersebut sudah mengenai seluruh tubuhnya.

"Maafkan Mama sayang, sekarang Mama percaya bahwa kamu emang udah tidak seperti dulu lagi." batin Tari.

Gimana part ini?
Yuk jangan lupa di vote ya!
Masukin ke perpus juga!
Terimakasih yang udah mau baca cerita ini.
See you the next chapter

Transmigrasi Menjadi Seorang Istri [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang